Suami Misterius - Bab 55 Kesedihan Yang Tidak Masuk Akal

Pada saat yang sama, Clara juga duduk di dalam mobil.

Ketika dia melihat mata merah Elaine, seseorang berlari keluar dari dalam villa keluarga Ortega, entah kenapa terlihat sangat senang.

"Aku sudah mengatakannya sebelumnya, menunjukkan cinta, matinya cepat."

"Kamu memintaku untuk memarkir mobil di sini untuk waktu yang lama, hanya demi melihat hal seperti itu?", Melanie merasa kecewa.

Clara menelponnya untuk datang ke Villa keluarga Ortega, Melanie buru-buru datang dengan semangat dan berpikir dia bisa menonton pertunjukan bagus.

"Bibi Yani adalah orang yang cerdik. Setelah bersama cukup lama, dia dapat dengan sendirinya mengetahui sifat asli Elaine. Walaupun Elaine dan Marco sudah bertunangan, bukanlah hal yang mudah untuk menikahi anggota keluarga Ortega," kata Clara.

Melanie tidak begitu tertarik dengan gossip keluarga Ortega, dia sudah mulai menyalakan mesin mobilnya, lalu bertanya kepada Clara, "Kamu mau pergi kemana? Akan aku antarkan."

"Ke Jalan Gatot Subroto, aku kangen Wilson," jawab Clara.

Clara memasuki apartment, lalu sus Rani membukakan pintu. Ternyata Rudy sama sekali tidak di rumah.

"Bagaimana dengannya?", Clara berdiri di ambang pintu sambil melepas sepatunya, bertanya tanpa pikir panjang.

“Tuan berkata bahwa ada acara malam ini, jadi tidak bisa pulang,” jawab sus Rani.

"Acara apa yang bisa dilakukan oleh seorang pengangguran! Mungkin acara dengan perempuan lain ya," Clara bergumam pelan dengan suatu kekecewaan.

Sus Rani dari awal tidak mendengar apa yang dibisikkannya, juga sama sekali tidak peduli. Dengan antusias dia pun masuk ke dalam ruangan.

"Bagaimana dengan Wilson?", setelah melepas sepatu, Clara dengan tidak sabar memasuki kamar bayinya.

Wilson mengenakan jumpsuit katun bergambar kartun sambil berbaring di tempat tidur kecilnya, dengan serius dia memandangi lonceng di ujung tempat tidurnya, dan tangan kecil chubby itu melambai dari waktu ke waktu.

"Wilson, mama sudah pulang," Clara mengulurkan tangan dan menggendong anaknya dari tempat tidur.

Sus Rani juga ikut masuk ke dalam kamar, terus mengawasi dari sudut ruangan.

Bagaimanapun juga dia seorang ibu muda, menggendong anak mirip dengan mengangkat wortel. Sus Rani selalu khawatir jika dia akan menjatuhkan Wilson kecil ke lantai.

"Wilson sayang, apakah kamu merindukanku?", sahut Clara dengan penuh kasih sayang sambil memeluk Wilson.

Wilson kecil tampaknya sangat menyukai lengan ibunya, ia bersandar di dada Clara, rasa puas nampak di raut mukanya, wajah kecilnya yang chubby bergerak perlahan di atas dada ibunya dari waktu ke waktu.

Clara menggendong Wilson sembari menciumnya, tiba-tiba terasa air hangat mengalir dari tubuhnya. Clara terdiam sejenak, kemudian baru menyadari bahwa anaknya mengompol di sekujur tubuhnya.

"Wilson mengompol," sus Rani dengan cepat menggendong anak itu dan mengganti popoknya dengan sangat rapi.

Baju dan rok Clara basah oleh air kencing, dia pun merasa tidak berdaya. "Kenapa Wilson tidak dipakaikan popok?"

"Memakai popok terlalu lama membuat bokongnya merah meskipun kualitas popoknya bagus, hanya itu masalahnya," jelas sus Rani.

"Baju anda basah, bagaimana jika anda pergi ke kamar mandi, saya akan mencuci baju anda selagi anda mandi," sus Rani menambahkan.

"Aku tidak membawa baju ganti," Clara bersikap acuh tak acuh.

"Anda mandilah terlebih dahulu, saya akan mencarikan pakaian ganti untuk anda," setelah sus Rani memasukan popok Wilson ke dalam mesin cuci, dia pergi ke kamar tidur utama untuk mecarikan Clara pakaian ganti.

Setelah Clara selesai mandi, dia baru menyadari bahwa pakaian yang diberikan oleh sus Rani adalah kemeja milik Rudy.

"Kemeja ini baru pertama kali dipakai, anda tidak perlu khawatir," kata sus Rani.

Clara hanya bisa pasrah, dia tidak bisa keluar begitu saja dari kamar mandi dengan keadaan telanjang, mau tidak mau dia harus mengenakan kemeja Rudy di tubuhnya.

Kemeja garis-garis berwarna biru itu sangat lembut, ujungnya tepat di atas lututnya, dan panjangnya benar-benar pas.

Setelah mandi dan ganti pakaian, Clara berjalan keluar dari kamar mandi, sus Rani ternyata sudah menidurkan Wilson.

"Saya akan membersihkan kamar tamu sebentar, malam ini anda akan menginap di sini kan," kata sus Rani lagi.

Clara mengangguk, lagi pula dia tidak bisa berkeliaran dengan mengenakan pakaian pria, jadi dia tidak punya pilihan selain menginap semalam di apartment. Lagi pula, apartment ini miliknya dan dia dapat tinggal dengan nyaman di sana.

"Kenapa harus di kamar tamu? Rudy tidak pulang malam ini, aku akan tidur di kamar utama," Clara juga menambahkan.

“Tuan tidak suka orang lain memasuki kamarnya, apalagi tidur di ranjangnya,” sus Rani menjelaskan tanpa pilihan.

"Keburukannya memang sangat banyak," gumam Clara, lalu menyeret kembali sandalnya ke kamar.

Di malam yang sepi itu, Clara tidak bisa tidur.

Dia berjalan keluar kamar, menuju balkon di ruang tamu mencari angin malam.

Waktu sudah menunjukan hampir pukul 12 malam, malam ini alun-alun sangatlah sepi, hanya angin malam yang sesekali berdesir melewati dedaunan. Sama sekali tidak menimbulkan suara berisik, malah sebaliknya membawa suatu kenyamanan yang menenangkan.

Di sudut ruang tamu yang mengarah ke balkon, ada sebuah grand piano berwarna hitam.

Piano ini memiliki arti penting bagi Clara. Ini adalah piano pertamanya, sudah bersamanya sejak dia berusia tiga tahun, dan sudah menemaninya sampai puluhan tahun.

Ketika orang tuanya bercerai, Evi memindahkan piano ke apartment ini, kemudian kesehatan Evi memburuk sehingga dia harus tinggal di rumah sakit sepanjang tahun. Apartment ini menjadi kosong dan tidak ada seorang pun yang tertarik dengan piano ini.

Clara menjadi sedikit bosan, kemudian dia duduk di depan piano sambil perlahan-lahan mengangkat penutup piano.

Cahaya bulan yang dingin berpancar dari luar jendela memantulkan sinarnya masuk, menyebar di tubuhnya yang elok dan ke seluruh ruangan.

Kemahiran Clara dalam bermain piano diwariskan dari ibunya, Evi. Kemudian, dia juga belajar dengan guru piano profesional selama beberapa tahun, sayangnya dia belajar dengan asal-asalan.

Jarinya yang putih dan lentik bergerak kesana kemari diatas kunci hitam dan putih, dan suara piano yang merdu mengalir di ruangan yang sunyi.

Dia memainkan lagu berjudul 'Jarak yang Jauh' dengan tepat.

Sejujurnya, Clara sangat menyukai lagu ini, terdengar sedih dan melankolis, namun kesedihan itu sama sekali tidak masuk akal.

Malam yang sunyi, ruangan yang kosong, dipenuhi dengan alunan melodi yang sedih.

Dia mungkin terlalu menghayati saat bermain,

sehingga tidak memperhatikan ketika pintu belakang terbuka.

Lagu pun berakhir dan ruangan menjadi hening, tiba-tiba terdengar suara rendah dari seorang pria, "Teruslah bermain."

Clara pun terkejut dan dengan cepat memalingkan kepalanya.

Separuh punggung pria itu bersandar di ambang pintu, wajahnya yang maskulin tertutupi oleh separuh bayangan dan yang separuhnya lagi terpapar cahaya. Jari tangan kirinya menjepit sebatang rokok, kemudian asap rokok perlahan menghilang dan menunjukan sosok hantu yang tak terkatakan.

"Kenapa kamu tidak bilang jika kamu akan pulang, orang bisa mati ketakutan, tahu tidak!", Clara memberinya tatapan tidak senang.

Rudy hanya menatapnya dengan ringan dan berjalan masuk dengan kakinya yang panjang.

Dengan sendirinya dia duduk di sisi lain bangku piano, matanya yang hitam pekat jatuh pada kunci hitam dan putih.

Ada keheningan singkat antara satu sama lain. Clara yang terdiam dapat dengan jelas mendengar nafasnya. Namun dia tidak suka keheningan seperti ini karena membuat nafas menjadi terengah-engah.

“Apakah tadi terdengar bagus?”, dia memecah kesunyian.

"Hmm", Rudy menanggapinya dengan suara sengau. "Mainkan sekali lagi," ucapnya dengan nada memerintah.

Clara menolak dan langsung menutup piano dengan sengaja, "Tidak, jika kamu menyuruhku bermain dan aku menurutimu, maka aku sama sekali tidak punya harga diri."

Rudy mungkin sebelumnya tidak pernah ditolak oleh orang lain, sehingga tanpa sadar ia mengerutkan kening, dan ketika Clara berdiri ingin pergi, tiba-tiba sebuah tangan menggapai dan memegangi pergelangan tangannya yang ramping.

Clara tidak bisa mengeluarkan kekuatannya, seluruh tubuhnya ditekan di atas piano, dan di hadapan wajahnya adalah wajah suami tampannya yang sangat dekat.

Novel Terkait

Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
4 tahun yang lalu

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
5 tahun yang lalu

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
5 tahun yang lalu

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
4 tahun yang lalu

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
5 tahun yang lalu