Suami Misterius - Bab 370 Cocok

Yunita sambil menghibur adiknya, dengan merasa bersalah berkata pada Wini:”Bibi, ibuku saat itu bingung, apakah kamu bisa maafkan dia. Sekarang dia berbaring di kamar pasien, menyesal, menyalahkan diri sendiri, jika kamu tidak maafkan dia, aku benar-benar takut dia akan melukai dirinya sendiri.”

“Bibi, mohon kamu maafkan ibuku, aku berlutut untukmu, jika kamu tidak memaafkan, aku akan terus berlutut.” Elaine selesai berbicara melakukan gerakan akan berlutut di depan ranjang.

Tapi, saat dia akan menurunkan kaki

nya, ditahan oleh Yanto.

“Sudahlah, ini adalah kamar pasien, jangan buat keributan.”

“Pa.” Elaine menangis di bahu Yanto.

Wajah Yanto yang cemberut tadi menjadi hangat, mengulurkan tangan menepuk punggung Elaine.”Sudah, jangan menangis lagi, menganggu istirahat Bibimu.”

Saat itu, Wini yang berbaring di atas ranjang, merasa sangat kesal.

Kedua kakak beradik ini benar-benar mempunyai bakat aktor, hanya membuat keributan dengan menangis, sudah membuat dia kesulitan.

“Papa, wajahmu tampak lelah, biarkan Elaine menemanimu pulang untuk istirahat. Aku akan disini menemani Bibi.” Yunita berkata dengan wajah penuh perhatian.

Saat itu, suster masuk kedalam, setelah mengganti infus Wini, dia berkata:”Jangan terlalu banyak keluarga yang tinggal, akan mengganggu istirahat pasien.”

“Baik, kami akan segera pergi.” Elaine menjawab, memegang lengan Yanto, “Papa, kita pulang dulu saja, kita juga tidak bisa membantu apa-apa jika disini, yang ada malah mengganggu istirahat Bibi.”

Yanto saat itu merasa ragu sejenak, tapi akhirnya luluh dengan bujukan Elaine.

Kamar pasien saat itu langsung hening, hanya ada Wini yang berbaring dan Yunita yang duduk di samping ranjang.

“Nona besar benar-benar aktor yang baik.” Wini berkata menyindir.

Yunita duduk di samping ranjang dengan elegan, mengulurkan tangan memegang infus Wini, dan menyesuaikan kecepatan infus. Dengan tidak acuh berkata:”Bibi terlalu memuji, itu tidak ada apanya. Hanya asal menanam biji liar di perutku, bisa bersandar pada walikota, taktik Bibi, aku sangat kagum.”

Pandangan mata Wini dengan sangat jelas menunjukkan kepanikkan, tapi dengan cepat dia menenangkan diri. Dia sudah keguguran, walaupun Yunita tahu, dia bisa bagaimana.

“Nona besar, makanan bisa asal dimakan, tapi perkataan tidak bisa asal diucapkan. Kamu bisa mengfitnahku begitu, apa tidak takut aku akan mengadu pada ayahmu.”

Yunita tertawa, ekspresi wajah Wini tidak takut, benar-benar membuat orang kesal.

“Bibi, kamu kira dengan mengusir ibuku dari Keluarga Santoso, maka bisa menghilangkan kekhawatiranmu. Clara hanya menggunakanmu sebagai alat saja, setelah dia meminjam tanganmu untuk mengusir kami, maka selanjutnya dia akan menyerangmu. Jangan lupa, kamu dan ibuku tidak ada bedanya, semuanya istri kecil ayahku.”

Wini terdiam tidak berbicara, wajahnya semakin pucat.

“Sifat ayahku, aku tahu sangat jelas. Walaupun untuk karirnya, dia juga tidak akan menikahimu. Sekarang kamu masih muda, dua tahun lagi, sampai dia sudah merasa bosan, maka kamu hanya menunggu di tendang keluar saja.

Dibandingkan nanti pergi karena malu, lebih baik sekarang menggunakan kesempatan, umur masih muda, cari seorang pria yang baik untuk menikah.

“Bibi adalah orang pintar, seharusnya tahu bagaimana harus memilih.”

“Sepertinya Nona besar ingin menggunakan uang untuk membuatku pergi.” Wini tertawa, “Tidak tahu berapa harga yang bisa Nona besar berikan?”

Yunita tersenyum, dia membuat gerakan tangan. 10 miliar, untuk Wini pasti bukan angka yang kecil. Walaupun dia menjual diri, sampai 8 atau 10 tahun, juga tidak bisa menghasilkan uang sebanyak ini.

“Nona besar sangat murah hati, tapi, aku ingin pertimbangkan sebentar.” Wini berkata, tidak memberikan kepastian pada Yunita.

Yunita mengangguk, juga tidak terlalu terburu-buru. Saat ini, yang diuji adalah siapa yang bisa paling tenang.

Setelah selesai berbicara, Yunita bangkit berdiri, “Bibi pertimbangkan perlahan, setelah yakin baru berikan jawaban padaku. Aku tidak akan mengganggu istirahatmu lagi.”

Setelah itu, Yunita menarik kopernya, dan berjalan keluar dengan elegan.

Saat pintu kamar tertutup, Wini berusaha duduk di ranjang, mengambil ponsel di lemari samping ranjang, menelepon ke Clara.

Yunita ingin menyuap Wini, tapi Wini tidak bodoh. Hubungan mereka tidak baik, Yunita tidak akan berbaik hati.

Dan untuk Clara, Clara juga tidak menyukai dia, mungkin memandang rendah dirinya. Tapi Evi sudah mati, Wini merasa antara dirinya dan Clara sudah tidak ada konflik lagi, untuk sementara bisa bekerja sama.

……

Saat Clara menerima telepon Wini, dia sudah sampai didepan pintu Biro urusan sipil.

Rudy memarkirkan mobilnya, dengan langkah cepat berjalan, dengan natural memegang tangannya.

“Siapa yang menelepon?” Dia bertanya.

“Wini.” Clara berkata, “Yunita khawatir kita akan terus melakukan rencana kita, ingin menyuap Wini. Untung saja, Wini bukan orang bodoh.”

“Wini tidak bodoh, tapi bukan orang yang harus berdampingan denganmu.” Rudy mengingatkan.

“Em. Aku tahu.” Clara mengangguk, merangkul tangannya, “ Hari ini adalah hari kita mendapatkan sertifikat, jangan merusak suasana hati karena orang yang tidak ada hubungannya.”

Rudy tertawa sambil menyentuh ujung hidungnya, keduanya berjalan masuk ke Biro Urusan Sipil.

Lobi kantor di lantai pertama hampir penuh. Sepertinya hari ini adalah ahri baik yang sulit didapatkan.

“Apakah kita seharusnya mengambil nomor dulu?” Clara bertanya.

“Begitu banyak orang, kamu tidak takut akan dikenali?” Rudy tertawa, mengambil ponselnya, lalu menelepon.

Lalu, seorang pekerja berjalan kedepan mereka, bertanya dengan sopan, “Apakah anda Tuan Sutedja?”

“Em.” Rudy mengangguk.

“Mohon keduanya ikuti aku.” Pekerja itu memimpin mereka, berjalan ke ruang foto.

Di ruang foto ada sepasang orang yang baru selesai berfoto, pergi kesebelah mengambil foto.

Saat pintu ruang foto tertutup, Clara baru mengikuti Rudy duduk di kursi, lalu, membuka maskernya.

Para pekerja melihat Clara, tertegun, lalu melihat Rudy, tapi mereka tidak berbicara banyak.

Clara membuka jaketnya, didalamnya dia memakai kemeja putih yang sederhana. Dia mencari di internet, latar belakang foto pernikahan adalah warna merah, akan terlihat lebih formal jika mengenakan kemeja putih.

Rudy memakai kemeja putih salju, menempatkan jas di lengannya, tidak menganggu pemotretan.

“Rambutmu berantakan.” Sambil dia berkata, dia mengulurkan tangan meletakkan rambut Clara di belakang, gerakan tangan dan tatapan matanya sangat lembut.

Clara mendongak tersenyum melihatnya, lalu, keduanya menegakkan badan, menunggu untuk difoto.

“Sudah siap? Majukan sedikit kepalanya, baik, ok.” Setelah selesai difoto, pekerja lalu memperlihatkan hasil foto pada mereka, jika tidak puas, bisa foto ulang.

“Lumayan bagus, terima kasih.” Clara menjawab dengan tersenyum, lalu memakai maskernya.

Keduanya bergandengan, keluar dari ruang foto, lalu mengambil foto di ruangan sebelah.

Foto dicetak secara elektronik, dengan cepat sudah keluar.

Clara mengambil foto, bertanya sambil tertawa:”Cocok tidak?”

“Em.” Rudy mengangguk.

Clara :”......”

Jawaban ini terlalu asal-asalan.

Novel Terkait

His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
4 tahun yang lalu

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
5 tahun yang lalu

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
5 tahun yang lalu