Suami Misterius - Bab 354 Benaran Hanya Sekedar Makan

Clara meneguk air teh di hadapannya, lalu memiringkan kepala dan menatap ke luar jendela.

Di luar jendela adalah jalan yang panjang dan luas, kemungkinan dikarenakan faktor hari valentine, lampu dan cahaya jalan besar sangat terang, mobil berlalu sana sini, lebih ramai dibanding pada saat pagi hari.

Clara menopang pipi dengan satu tangan, sedang memikirkan kejutan apa yang akan disiapkan Rudy untuk dirinya. Apakah dia harus berjaga-jaga pada saat makan, bagaimana kalau dia menyembunyikan cincin berlian itu ke dalam makanan nanti.

Ketika Clara sedang berpikir sembarangan, makanan sudah dihidangkan. Semuanya adalah makanan favorit dirinya, Clara yang melihatnya sudah tergiur olehnya.

Rudy turun tangannya sendiri, mengupaskan kepiting dan udang karang dengan teliti, Clara hanya fokus makan saja.

Akhirnya Clara makan sampai kekenyangan, setelah itu, Rudy sudah menyalakan mobilnya dan membawa dia pulang ke rumah.

Rupanya, dia bilang mau makan bersamanya, benaran hanya sekedar makan saja. Dirinya yang salah paham.

Setelah sampai di villa, Clara beranjak ke kamar mandi dengan emosi, dan langsung membersihkan dandanan di wajahnya. Kalau sudah tahu begini, dia tidak perlu lagi mubazir waktu untuk berdandan, pada saat makan malam, demi tidak melunturkan dandanan di wajahnya, dia hanya bisa makan dengan hati-hati, jelasnya sudah mempengaruhi kemampuan dirinya saat di meja makan.

Clara selain merasa kecewa, juga merasa sedikit tidak senang. Tidak ada kejutan yang dinantikan, juga tidak bisa makan dengan sepuas hatinya.

Clara selesai mandi, dengan cepatnya berbaring di atas kasur dan mulai istirahat.

Sementara Rudy selalu duduk di ruang buku sambil menyelesaikan pekerjaannya, sama sekali tidak mempedulikan Clara.

Pada saat Clara berbaring di atas kasur, masih merasa emosi. Setelah itu, dia sambil emosi, dan juga sambil ketiduran.

Pada keesokan harinya, Clara dengan jarang sekali bisa bangun di pagi buta.

Dia menemani Rudy sarapan di rumah, lalu keluar bersamanya.

Rudy berangkat kerja, sambil mengantar dirinya pulang ke apartemen Jalan Gatot Subroto.

Pada saat Clara menginjak masuk ke rumah, Wilson sedang duduk di atas karpet lantai sambil bermain mobil mainan, ketika melihat ibunya sudah pulang, dia meloncat dengan gembira, dan langsung berlarian ke dalam pelukan ibunya bagaikan seekor burung kecil.

Clara memeluk Wilson, ibu dan anak sedang bermain di ruang tamu dengan gembira.

“Clara sudah pulang ya, sudah sarapan belum ?” Sus Rani tersenyum dan bertanya.

“Sudah makan. Tetapi, lagi mengidam sup bebek yang di masak Sus Rani.” Clara berkata.

“Aku pergi beli sayur, nanti siang baru masak makanan favorit kamu sama Wilson.” Sus Rani dengan senangnya menjinjing keranjang dan keluar untuk membeli sayur.

Di sekitar kawasan ini ada supermarket sayur dan buah, tidak lama kemudian, Sus Rani sudah pulang dengan menjinjing satu keranjang penuh, di dalamnya ada daging, ikan dan sayur, beserta seekor bebek yang gemuk.

Hanya saja, ketika Sus Rani baru saja pulang ke rumah, Clara sudah memakai jaket dan siap-siap untuk keluar.

“Sus Rani, aku keluar dulu, sore nanti pulang.” Clara sedang mengganti sepatunya di gerbang pintu, sementara Wilson sedang memeluk paha ibunya dan tidak mau melepaskannya.

“Sayang, Mama ada urusan penting harus keluar dulu, sebentar lagi akan pulang menemanimu.” Clara selesai memakai sepatu, membungkuk badannya, memegang wajah kecil Wilson dan mengecup di pipinya.

“Wilson sayang, nanti Mama pulang belikan es krim untukmu.”

Clara menyerahkan anaknya kepada Sus Rani, tetap juga meninggalkannya dengan buru-buru. Pada saat pintunya tertutup rapat, masih terdengar suara tangisan Wilson.

Clara keluar dari apartemen, membawa mobil dan langsung berangkat ke bandara.

Sepuluh menit sebelumnya, dia menerima telepon dari Milki. Milki akan pindah pesawat di kota A, sebentar lagi akan terbang ke Afrika, ingin bertemu dulu dengannya.

Ketika Clara tiba di bandara, Milki membawa kopernya, sedang berdiri di pintu bandara untuk menunggunya.

“Milki.” Clara melangkah cepat untuk menghampirinya, lalu memberikan sebuah pelukan yang besar terlebih dahulu kepada Milki.

“Kamu lihat kamu sendiri, sudah kurusan begini.” Clara mengulurkan tangan dan mencubit pipinya.

Milki menepuk jauh tangannya, lalu tersenyum dan berkata :”Nona besar Santoso sepertinya segar dan gembira ya, kelihatannya lumayan juga kasih sayangnya Rudy. Rencananya kapan mau menikah, jangan lupa memberitahuku, meskipun aku sedang di ujung langit, pasti akan pulang untuk menghadirinya.

Clara mengeluh ringan, wajah kecilnya yang cantik langsung suram seketika.

“Kamu sedang ungkit masalah yang tidak perlu diungkit.”

“Kenapa ?” Milki bertanya dengan perhatian, “Berantem ?”

“Kalau bersama orang seperti Rudy, mau berantem juga susah. Aku bicara sepuluh kalimat, dia paling banyak hanya menjawab satu kalimat saja. Satu kalimatnya sudah cukup membuat orang emosi meledak-ledak.” Clara berkata dengan tidak berdaya.

“Kalian sudah pacaran begitu lama, Wilson bahkan sudah berumur dua tahun, sudah harus merencanakan pernikahan. Jangan-jangan kamu bermaksud membiarkan Wilson terus membawa identitas anak haram ya.” Milki menasihatinya.

Clara dan Milki berjalan masuk ke sebuah kafe, mereka sambil berjalan sambil membahasnya.

“Aku sudah menyampaikan maksudku dengan cukup jelas. Tetapi bagaimanapun aku seorang wanita, tidak mungkin juga aku yang membuka mulut untuk melamarnya kan.” Clara mengeluh.

Milki tersenyum tidak berdaya, “Asalkan dua orang dapat bersama, apa bedanya siapa yang inisiatif dulu.”

Mereka berdua memilih tempat duduk di sudut yang tidak menarik perhatian, lalu memesan dua gelas kopi.

“Jangan bahas aku lagi, bagaimana kondisimu beberapa saat ini di luar negeri ? Kenapa tiba-tiba mau pergi ke Afrika, bermaksud mau berbaikan ya dengan Vincent ?” Clara meneguk kopi, lalu bertanya padanya.

Milki mengangkat gelas kopi, berusaha mengendalikan emosionalnya, akan tetapi, tidak dapat mengendalikan tangannya yang masih memegang gelas menjadi sedikit gemetaran.

“Dua hari yang lalu, aku terima telepon dari bibi Valva. Katanya Vincent ketularan virus Ebola di Afrika, saat ini sedang dalam proses pengobatan, berharap aku pergi menjenguknya.”

“Ebola itu apa ?” Clara sedikit kebingungan dan menatap Milki, dia tidak ada pengetahuan apapun tentang Afrika. Namun nalurinya mengatakan pasti bukan sesuatu yang baik.

Kedua tangan Milki memegang gelas kopi dengan erat, ujung jarinya sudah mulai pucat.

“Ebola adalah virus dengan kemampuan infeksi yang sangat kuat, tingkat kematiannya mencapai 90%, saat ini Vincent sudah masuk dalam kondisi koma, masih belum tahu apakah bisa diselamatkan. bibi Valva ingin aku menjenguknya untuk terakhir kalinya.”

Suara Milki sudah mulai serak, namun dia tidak menangis.

Dia terima telepon dari nyonya Valva pada dua hari yang lalu.

Dalam telepon, nyonya Valva berkata demikian : Pada saat Vincent sedang mengobati seorang ibu hamil, juga ketularan virus Ebola. Kemungkinannya sudah tidak sanggup bertahan lama lagi. Pada saat dia sedang demam parah, masih terus memanggil namamu. Milki, akan betapa baiknya seandainya kalian tidak putus, mungkin sekarang sudah menikah dan punya anak sendiri. Aku tahu, penyesalan terbesar Vincent dalam seumur hidup ini, adalah tidak dapat menemanimu sampai tua. Dokter menyampaikan bahwa, Vincent mungkin tidak sanggup bertahan lama lagi, seandainya kamu tidak keberatan, datanglah menjenguknya untuk terakhir kalinya, mengantar dia untuk jalan terakhirnya. Tidak sia-sia juga kalian pernah saling mencintai.

Setelah Milki memutuskan teleponnya, seluruh orangnya terbengong. Pada saat itu dirinya juga seperti Clara pada saat ini, tidak mengerti apa itu virus Ebola.

Setelah itu, dia membuka laptopnya, dan mencari informasi di internet. Setelah itu, dia terbengong total.

Milki mengunci dirinya di dalam kamar sambil memeluk laptopnya, menangis selama dua hari dalam keadaan tidak makan, minum dan tidur. Dalam isi otaknya, semuanya adalah anak laki-laki yang dibesarkan bersama dirinya, yang menemani kesenangan dirinya, menemani kecanggungan dirinya, menemani kenakalan dirinya, menuruti dirinya dan juga memanjakan dirinya.

Meskipun mereka dipaksakan untuk berpisah, namun Milki selalu beranggapan bahwa, Vincent yang berada di tempat lainnya, akan hidup dengan senang dan bahagia. Dia sama sekali tidak pernah memikirkan bahwa, seandainya pada suatu hari, di dunia ini tidak ada lagi Vincent, akan seperti apakah hidup dirinya.

Dikarenakan, dia sama sekali tidak berani untuk memikirkan hal ini.

Setelah Milki menangis dua hari dua malam, bahkan tidak merasa ragu sama sekali, dia langsung memesan tiket pesawat untuk terbang ke Afrika.

Novel Terkait

Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
4 tahun yang lalu

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
5 tahun yang lalu

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
4 tahun yang lalu