Suami Misterius - Bab 325 Menempel Dengan Romantis

Clara barulah sadar dari keterkejutannya. Dia pun langsung bersemangat dan merangkul leher Rudy, menjinjit dan mencium bibir Rudy, “Rudy, kamu kenapa bisa ada di sini.”

Tanpa menunggu Rudy menjawab. Terdengar suara pelan Melanie yang berada di ambang pintu. Dia menutup matanya dengan tangannya dengan gaya tidak ingin melihat hal yang tidak seharusnya dilihat.

“Tuan Muda Sutedja, Clara, kalian mengobrol saja. Aku keluar dulu. Aku jamin malam ini aku tidak akan kembali ke kamar ini dan mengganggu kalian.”

Selesai bicara, dia pun berjalan melangkahkan kakinya keluar, lalu tiba-tiba mendengar Rudy berkata, “Tidak perlu repot. Aku akan membawa Clara jalan-jalan di luar.”

“Kamu tunggu aku sebentar, aku ganti baju dulu.” Selesai bicara, Clara dengan cepat masuk ke dalam kamar tidur lalu mengenakan mantel baru keluar.

Setelah masuk musim dingin, cuaca semakin hari semakin dingin. Clara takut dingin. Dia mengenakan jaket musim dingin berbulu yang sangat tebal dan membungkuskannya ke tubuhnya dengan erat dan rapat, di bagian leher jaket musim dingin ada bulu-bulu tebal yang melingkarinya. Seolah membuatnya jadi terlihat berbulu seperti seekor kelinci yang imut.

Rudy tersenyum hangat memandang Clara, lalu dia berkata dengan suaranya yang jernih, “Ayo jalan.”

Mereka berdua pun keluar bersama dari hotel. Mereka tidak pergi ke tempat yang jauh, hanya jalan-jalan di dekat lokasi syuting.

Jika malam tiba, apalagi malam di musim dingin, tidak akan ada satupun orang di daerah lokasi syuting. Istana Ming Qing berdiri tegap di sana begitu tenang, sunyi dan khidmat. Atap kaca warna emas ditutup penuh dengan salju putih, kelihatannya rasanya benar-benar seperti kota terlarang yang ditutupi salju.

Rudy menggandeng tangan Clara, dua sosok itu berjalan terus ke depan.

Clara menunjuk depannya dan berkata, “Kami beberapa hari ini mengambil gambar di sini. Ini adalah Istana Lonceng.”

“Em.” Rudy menjawab dengan lembut.

“Ketika syuting sore hari ini, aku berlari di Istana Lonceng lalu karena jalannya licin dan aku tidak berhati-hati akhirnya aku terpeleset.” Selesai bicara, Clara membuka telapak tangannya ke depan Rudy lalu berkata dengan manjanya, “Lihat tanganku saja sampai terluka, sakit sekali.”

Tangan besar Rudy meraih telapak tangan Clara lalu menyentuh ke tempat Clara terkuka.

Mata cantik Clara berkedip memandang Rudy, lalu bertanya, “Rudy, apa kamu sedih melihatnya?”

“Em.” Rudy mengangguk lalu menggandeng tangan Clara. Dia menundukkan kepala dan mengecup telapak tangan Clara.

Cuaca yang begitu dingin, tapi suhu bibir Rudy begitu panas. Setelah Rudy menciumnya dia berkata dengan lembut, “Apa masih sakit?”

Saat itu juga, wajah Clara langsung memerah malu, “Lebih baik sedikit.”

Selesai bicara, dia menarik kembali tangannya karena malu lalu memasukkan tangannya ke dalam saku jaket musim dinginnya dan berjalan dengan cepat ke depan.

Rudy pun tersenyum melihatnya lalu berjalan dengan langkah besar mengikutinya.

Clara berjalan sampai capek lalu dia pun mencari kursi panjang untuk duduk. Mereka duduk bersebrangan dengan pintu depan Istana Ming Qing.

Clara asal-asalan menggerakkan kakinya lalu berkata, “Syuting drama kerajaan dengan menggunakan pakaian kuno sangat melelahkan. Wanita di jaman dulu selalu saja bertengkar terus hanya demi memperebutkan dimanja oleh pria. Mereka tidak perlu khawatir tentang penghidupannya, hanya perlu fokus bagaimana memperebutkan pria.”

Selesai bicara, Clara mengangkat dagunya dan memandang ke pria di sampingnya, “Rudy, jika di jaman dulu, apa kamu juga akan punya banyak istri dan selir?”

Selesai mendengarnya, Rudy pun mengangkat sudut bibirnya lalu memperlihatkan senyum yang samar. Dasar wanita satu ini, kapan dan dimana pun maunya menjebaknya saja.

“Zaman dulu hanya sistem yang memungkinkan poligami. Tetapi di luar prinsip hukum, tidak ada yang lebih dari perasaan manusia. Di mata kekasih, tidak akan pernah ada orang ketiga di antara mereka."

Selesai mendengarnya, Clara pun mengangguk cukup puas dengan jawabannya. Dia pun bersandar di pundak Rudy.

Salju semakin lama semakin deras, suhu udara juga semakin turun. Ketika bicara, mereka sampai mengeluarkan asap putih dari mulut mereka.

Mereka berdua berhenti sebentar di luar lalu kembali pulang lewat jalan yang sama sebelumnya.

Mereka berdua berjalan sampai di bawah lampu jalan yang begitu sunyi dan hening. Dipisahkan dengan jalan raya lebar, di depan mereka sejauh sepuluh meteran adalah hotel tempat Clara tinggal.

“Aku dan Melanie tinggal di satu kamar suite. Jika kamu ikut tinggal itu tidak terlalu enak. Apa kamu mau check in saja di kamar lain?” tanya Clara sumringah.

Rudy tersenyum lalu di antara alisnya tampak niat menggoda. Tangan Rudy melingkar di pinggang ramping cClara lalu menariknya mendekat. Clara pun masuk ke dalam dekapan dada Rudy.

Tubuh Rudy dan Clara pun menempel bersama begitu intimnya. Napas hangat Rudy mengitari kening Clara.

“Begitu buru-burunya mau membuka kamar denganku, sudah menginginkanku ya. em?” terdengar suaranya yang menggoda membuat wajah Clara langsung memerah.

Clara mengepalkan tangannya lalu memukulkannya ke dada Rudy dengan pelan, “Kamu jangan suka bermim pi ya, tidak ingin tinggal di hotel. Kamu malam ini tidur saja sana di jalan raya.”

Senyum Rudy di bibirnya perlahan menghilang, lalu dia berkata dengan seriusnya, “Satu jam lagi aku akan langsung terbang kembali ke Kota A. Malam ini ada rapat melalui video.”

“Kamu khusus terbang datang ke sini hanya demi menemaniku satu jam?” Wajah Clara yang terkejut memandangi Rudy.

“Kalau tidak terus apa? Apakah menurutmu untuk menidurimu semalam? Aku masih belum begitu sehaus itu.” Rudy tersenyum.

Clara sedikit paham dan bingung. Menurutnya, lebih cocok kalau Rudy datang hanya untuk menidurinya.

Dia memandang Rudy dengan bingung, mata hitam dan sebesar anggur itu begitu bersih dan polos menatap Rudy.

Rudy pun fokus memandanginya juga, tatapan mata yang lembut yang bisa meneteskan air mata. Rudy pun mengulurkan tangannya dan perlahan mengelus kening Clara, menyeka beberapa keping salju dingin di sana.

“Siapa dulu yang pernah berkata. Kalau turun salju dan kita bisa bergandengan tangan terus itu berarti kita bisa bersama sampai rambut memutih.”

Clara perlahan membuka mata besarnya memandangnya dengan terkejut. Clara hanya merasakan pandangannya yang semakin lama semakin kabur, lalu tiba-tiba air mata hangat keluar begitu saja.

Ini adalah harapannya yang dituliskan di kartu harapan. Ternyata Rudy selalu mengingat di benaknya.

Ternyata, dia khusus datang ke sini demi menjadi malaikat pengabul harapannya.

Sebelum Clara berkucuran air mata, dia memejamkan mata, menjijiit lalu menempelkan bibir lembut merahnya ke bibir Rudy dengan sepenuh hati.

Di sekitarnya salju turun tak bersuara.

Mereka berdiri di sana berciuman di bawah lampu jalan dengan diiringi salju yang berhembus.

Cahaya lampu berwarna kuning jeruk menyinari kepala mereka, membuat bayangan panjang dari kaki mereka. Dua bayang hitam yang menempel bersama dengan intimnya, menempel lama dengan romantisnya.

Dua orang itu terus berciuman tidak rela meninggalkan satu sama lain, tapi tetap harus terpisah untuk sementara waktu.

Pesawat Rudy satu jam lagi akan lepas landas, kondisi jalan ketika turun salju tidak baik. Rudy haus lebih dulu segera sampai ke bandara.

Clara menggenggam erat tangan Rudy, tidak rela membiarkannya pergi.

“Kalau ada waktu lagi aku akan datang lagi mengunjungimu.” Kata Rudy.

Walaupun Rudy berkata seperti itu tapi Clara tahu jelas. Presdir Sutedja sangat sibuk setiap harinya, mana ada waktu luang.

Jika dia datang ke kru pada malam hari, itu hanya akan mengurangi waktu tidurnya dan berusaha lebih awal menyelesaikan pekerjaannya.

Rudy rata-rata tidur setiap harinya sekitar enam jam. Jika dikurangi lagi, Clara sendiri yang akan merasa sedih dan sakit melihatnya.

“Paling lama dua bulan, aku akan pulang. Jika syuting drama ini selesai, aku akan punya waktu banyak menemanimu.”

“Em.” Rudy mengangguk.

“Presdir Sutedja, sudah waktunya berangkat.” Kata sopir mengingatkan sambil membuka pintu mobil untuk Rudy.

Dalam tatapan Clara yang masih tidak rela, Rudy pun naik mobil dan pergi.

Mobil Rudy pun perlahan menghilang dari pandangannya, barulah Clara berbalik dan berjalan masuk ke dalam hotel.

Dia merapatkan jaket musim dingin berbulunya lalu naik lift ke atas.

Baru saja lift turun, dia bertemu dengan Afri.

Afri mengenakan mantel yang sangat besar, kelihatannya mau pergi keluar. dia sedang merokok di depan lift.

Mereka berdua pun bertemu lalu, merasa canggung.

Clara belum lama yang lalu telah berbohong kepadanya dengan mengatakan tidak enak badan sebagai alasannya. Setidaknya lebih baik dia harus terlihat seperti itu. Tapi hasilnya, baru saja bilang tidak enak badan tapi dia malah pergi keluar. Sekarang rasanya seperti ketahuan bohong, jadi sangat aneh kalau dia merasa tidak canggung.

Tapi sebaliknya, Afri sangat tenang. Dia mengangguk menyapa Clara. Lalu, mereka berdua pun saling melewati, Afri berjalan masuk ke dalam lift.

Novel Terkait

Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
5 tahun yang lalu

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
4 tahun yang lalu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
5 tahun yang lalu

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
4 tahun yang lalu

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu