Suami Misterius - Bab 299 Menertawai

Ruang tamu sangat kacau, di dalam suara tangisan Rina dan anaknya, mencampur suara nenek Santoso yang sedang memaki “Kalian ibu anak yang tidak berperikemanusiaan, memang berniat busuk ya kalian, menjodohkan Vito yang bajingan itu kepada Ester, betapa kasihannya Ester karena tindak kejahatan kalian.”

Rina selesai mendengarnya, bola matanya berputar sembarangan, dalam hatinya berpikir, Vito pasti sudah menampakkan sifat aslinya. Bajingan itu, bahkan tidak bisa berpura-pura, setidaknya harus bertahan sampai Ester melahirkan anaknya baru menampakkan lagi sifat aslinya. Asalkan sudah mempunyai anak, akan sangat gampang untuk mengendali Ester.

Rina sudah memperhitungkan sejak awalnya, namun Vito memang manusia tidak berguna, kali ini malah melibatkan dirinya.

Rina tidak berbicara apapun, dalam hatinya sedang memperhitungkan bagaimana menyelesaikan permasalahan ini.

Namun Elaine bukanlah orang yang licik dan cerdik, sehingga tidak tahu menjaga mulutnya, dia menjerit dengan suara nyaring dan berkata “Berdasarkan apa kamu menampar kami, kamu dan cucumu yang hatinya setinggi langit, terlahir dari keluarga yang biasa saja, seandainya bukan ibuku yang sibuk sana sini, membantu mengenalkan keluarga Maramis, menurutmu apa mungkin Vito akan menyukai Ester dan menikah dengannya, tidak tahu berterima kasih dengan ibuku, masih memaki dan berkelahi lagi di sini. Orang yang sudah hampir menginjak kubur, tidak takut disambar petir ya.”

“Kamu, kamu” nenek Santoso menunjuk batang hidung Elaine dengan jarinya, tubuhnya bergemetar karena emosi.

Kebetulan pada saat ini, Yanto mendorong pintu dan masuk ke rumah, tepatnya mendengar semua kata-kata Elaine. Ekspresinya langsung menjadi suram.

“Yanto, kamu lihat anak kesayanganmu, ini tandanya berharap aku cepat mati ya.” nenek Santoso mengangkat kakinya, langsung menendang pada bahu Elaine, membuat Elaine terjatuh karena tendangan ini, namun ini tetap tidak cukup untuk melampiaskan amarahnya, sehingga dia terus memaki.

“Dasar kamu pelacur murahan, malah belajar cara menggoda lelaki yang tidak tahu malu itu, tidak ada bedanya dengan pelacur yang menjual diri. Memang tidak tahu malu, melihat pria langsung menangkap, awalnya menggoda suami adik kandung sendiri, lalu menggoda lagi suaminya adik sepupu, tidak tahu juga sudah tidur dengan berapa lelaki, tidak takut tertular penyakit ya.”

nenek Santoso pada dasarnya memang bukan wanita terdidik, apalagi pernah bekerja beberapa tahunnya di pasar, sehingga sangat kasar apabila memaki orang, bahkan Rina juga tidak sanggup menahan amarahnya.

“Ibu, sekarang zaman terbuka, lelaki dan wanita bebas berpacaran, tinggal bersama sebelum menikah juga tidak ada apanya, Ester dan Vito juga menikah karena hamil, bukannya tidak baik kalau ibu begitu menilai Elaine, dia juga cucu kandung ibu.” Rina menahan satu tangannya pada bekas tamparan di wajah, bergenang air mata dan berkata.

nenek Santoso begitu menjelekkan Elaine, kenapa tidak menilai terlebih dahulu pada cucunya sendiri, tetap saja dihamili oleh lelaki sebelum menikah.

nenek yang tidak berpendidikan, menertawai orang tanpa menilai diri.

“Aku tidak ada cucu yang begitu tidak tahu malu.” Sepertinya nenek Santoso telah lelah memaki, akhirnya terduduk di atas sofa, menutupi wajah dan menangis tersedu-sedu lagi, “Aku begitu muda sudah menjadi janda, membesarkan kalian berdua, betapa menyedihkannya hidupku, betapa susahnya hidupku, kalau sudah tahu akan seperti ini, aku lantarkan kalian dan menikah lagi sama orang lain, menyerahkan kalian kepada saudara keluarga Santoso, membiarkan saja hidup atau matinya kalian.”

nenek Santoso mulai membongkar cerita lama, Yanto hanya bisa merendahkan nadanya dan menghibur ibu tuanya, “Ibu, aku yang salah, telah menyusahkan kamu. Kamu tenang saja, selagi aku masih ada, pasti tidak akan membuat kamu dan Ester tersakiti lagi.”

nenek Santoso selesai mendengarkan kata-kata Yanto, dia memegang erat tangannya, berkata dengan air mata yang terus mengalir, “Yanto, adikmu cepat meninggalnya, hanya menyisakan Ester yang kasihan. Kamu menikah dengan wanita yang begitu kejam, dia yang mendorong Ester ke dalam api neraka, Vito itu, memang seorang bajingan, demi pelakor di luar, berkelahi dan menendang istrinya yang hamil. Masa hamil Ester sudah tujuh bulan, langsung keguguran karena kekerasannya. Yanto, kamu harus membela Ester ya.”

“Aku tahu, ibu, kamu tenang saja.” Yanto selesai menghibur ibunya, lalu menatap tajam Rina dan Elaine dengan tatapan dingin.

Rina sangat pintar dalam menilai kondisi, langsung merangkak menghampiri, lalu berlutut di samping Yanto dan nenek Santoso, menangis tersedu-sedu dan berkata, “Ibu, Yanto, kalian benar-benar salah paham padaku. Awalnya aku menilai Vito juga seorang anak yang baik, penampilannya baik, latar belakang keluarganya juga baik, memang sangat serasi dengan Ester, makanya aku baru memperkenalkan untuk Ester. Aku benar-benar berniat baik. Bukannya kamu juga ada meminta orang untuk menggali informasinya, semuanya juga bilang dia memang anak yang baik.

Namun siapa juga yang tahu, keluarga Maramis begitu hebat mengelabui. Akan tetapi, manusia tetap harus lama mengenalnya, baru bisa mengetahui sifat aslinya. Ester masih muda, setidaknya harus berpacaran satu dua tahun dulu, setelah mengetahui sifat dan kepribadian orangnya, baru membahas tentang pernikahan. Tetapi Ester juga terlalu polos, baru pacaran dua bulan saja sudah terjebak dengan kata-kata manisnya, perutnya juga tidak bisa tertutupi, hanya bisa menikah.

Yanto, kamu sudah begitu lama di dunia politik, orang yang paling adil di sini, kamu coba bilang, apakah aku telah melakukan kesalahan yang tidak bisa dimaafkan, aku hanya salah pertimbangan saja, bawahan kamu saja tidak berhasil menggali informasi nyata tentang Vito, aku mana mungkin bisa tahu. Aku juga tertipu dengannya.”

“Kamu, kamu, memang mulut yang hebat, malah mengelak kesalahan.” nenek Santoso bahkan menahan dada sendiri karena emosi, “Kamu wanita yang berhati busuk, kamu tidak terima kalau aku dan Ester hidup santai. Yanto, kamu, kamu langsung cerai sama dia, kalau tidak, aku tidak mau mengakui kamu sebagai anakku lagi.”

“Ibu” Yanto dengan tampang kesusahan. Dalam penilaiannya, seberapa besarnya pertikaian nenek Santoso dan Rina, juga hanya sekedar konflik rumah tangga, tidak perlu juga sampai bercerai.

Pada sebelumnya, masalah perceraian dirinya dan Evi Pipin sudah lumayan heboh, sebagai pegawai negeri, berkali-kalinya menimbulkan masalah perceraian, akan berpengaruh terhadap karir politik dirinya, lagi pula, tidak lama lagi akan melakukan pemilihan umum, dia tidak boleh terlibat dalam lelucon apapun lagi.

Rina tentu saja juga mengerti teori ini, dia menarik ujung lengan baju Yanto dan berkata dengan nada kasihan, “Yanto, Yanto, aku tahu Ester adalah keponakan kamu, kamu kasihan dengannya, Tetapi Ester hanya anak kecil saja, aku tidak ada dendam apapun dengan dirinya, mana mungkin sengaja melukai dirinya, ibu begitu menilai aku, aku benar-benar sangat sakit hati, seandainya kamu mau bercerai denganku hanya karena hal ini, aku juga tidak takut untuk menyebarkan permasalahan ini, biarpun hebohnya sampai masuk pengadilan, aku juga tidak akan takut.”

Clara bersembunyi di sudut tangga untuk mencuri dengar, setelah mendengar sampai titik ini, dia tersenyum sinis.

Pasangan suami ini, sama-sama egois, memang pasangan yang paling serasi di dunia ini. Ester dipaksa menggugurkan anaknya dan hanya bisa beristirahat di atas kasur, namun dalam pemikiran Yanto juga hanya tersisa karir politik dirinya. Rina bahkan lebih hebat lagi, dapat memegang erat pada kelemahan Yanto.

Clara mendengar sampai sini, sudah mengetahui bahwa nenek Santoso tidak akan mendapatkan keuntungan apapun. Namun dia tidak boleh membuat satu pihaknya memanjat terlalu tinggi, Clara tidak mungkin membiarkan nenek Santoso berada di posisi terlalu rendah, jika tidak, Rina dan anaknya akan sombong lagi.

Dia melangkah kakinya, perlahan-lahan menurun dari tangga.

Di dalam ruang tamu, Yanto sedang pusing kepala, ketika mengangkat kepala dan melihat Clara, dia melambaikan tangan untuk memanggil dirinya.

“Clara sudah pulang ya.”

“Ayah, nenek, bibi.” Clara melangkah dari tangga, menghampiri dengan ekspresi datar. Dia menghentikan langkahnya di hadapan Yanto. menatap tajam Rina yang melutut di lantai dengan tatapan dingin.

“Clara, masalah kakak Ester kamu itu.”

“Ayah, aku sudah mengetahui masalah kak Ester.” Clara baru membuka mulut, namun belum selesai pembicaraannya, langsung dipotong oleh nenek Santoso dengan nada sinis.

“Aku tahu, aku sudah tahu, kalian semua sedang menertawai Ester.”

Novel Terkait

Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
4 tahun yang lalu

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
4 tahun yang lalu

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
4 tahun yang lalu

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
4 tahun yang lalu

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu