Suami Misterius - Bab 269 Memperhitungkan Marco Ortega

Lokasi pelaksanaan acara Majesty 8 setiap tahunnya akan di sponsor oleh hotel milik Sutedja Group yang berbintang tujuh.

Pada hari pelaksanaan, hotel akan menutup satu hari, khusus untuk melayani para pimpinan beserta keluarganya yang berkunjung dari pusat dan provinsi.

Ballroom di hotel yang paling besar, dapat memuat puluhan ribu hadirin, dekorasi di panggung sangat indah dan menarik, menggunakan monitor besar LED dan teknologi pencahayaan yang paling berkembang dan modern.

Yanto beserta anggota keluarganya berjalan masuk ke dalam ballroom, dengan status jabatannya saat ini, di hadapan para pejabat lainnya, sama sekali tidak menarik perhatian.

Yanto menemukan posisi tempat duduk dirinya beserta anggota keluarganya dengan cepat, dan mulai duduk bergiliran.

Meja ini juga diduduki oleh wakil sekretaris Li di komite politik dan hukum, dan juga sebagai rekan kerjanya Yanto, mereka saling menyapa. Nyonya Li juga memuji Yunita dan Elaine. Sedangkan Ester, dikarenakan identitasnya yang hanya sebagai keponakan, sehingga tidak terlalu diperhatikan.

Suami istri sekretaris Li hanya memiliki seorang anak laki-laki, dia duduk di samping nyonya Li dengan setelan jas yang gagah, dengan penampilan menarik dan berbakat, sepertinya sedang bekerja di kantor pengadilan.

nenek Santoso merasa anak keluarga Li dan cucunya sendiri lumayan serasi, sehingga ikut mengobrol dengan ramah, dikarenakan sikapnya yang terlalu mendesak, tujuannya langsung ketahuan oleh nyonya Li, sehingga nyonya Li buru-buru menolaknya dengan halus, “Hanya hakim kecil saja. Sepanjang jalan ini mulai dari meraih ilmu sampai bekerja, dan juga pernikahannya, betapa risaunya aku dengan semua hal ini. Untung saja, anak ini sangat beruntung, mendapatkan seorang calon menantu yang sangat memuaskan hati kami.”

“Tuan muda Li sudah berkeluarga ?” nenek Santoso sedikit kecewa.

“Iya, pernikahannya sudah ditetapkan, tahun depan mulai pelaksanaannya.” Nyonya Li tersenyum dan berkata.

“Boleh tahu dengan nona di keluarga mana ?” nenek Santoso tidak ingin pasrah dan bertanya lagi.

“Nona kedua dari ketua Liang yang berjabat sebagai ketua dinas provinsi bagian departemen propaganda.” Nyonya Li menjawabnya dengan tampang pamer, dalam hatinya sedang merendahkan nenek Santoso, hanya keponakan dari wakil walikota saja, anak keluarga kecil yang mengandalkan keluarga paman, berani juga mendambakan anaknya.

“Mereka berdua kenalan di luar negeri saat sekolah, bahkan diam-diam pacaran beberapa tahun di sana, sampai tidak bisa menutupi lagi setelah pulang negeri, baru aku dan suamiku bisa mengetahuinya. Keluarga kami sistem demokrasi, asalkan dia suka, kami berdua juga tidak berkomentar.”

“Ma, buat apa kamu cerita yang ini.” Sifat tuan muda Li sangat polos, wajahnya sedikit merona kemerahan.

Ester duduk di hadapannya, wajahnya sangat pucat. Sistem demokrasi hanya bahasa halus saja, intinya karena pihak wanita adalah anak dari pejabat tinggi.

Ester berpikir lagi dengan status kelahiran dirinya, matanya mulai kemerahan.

“Clara di mana ? Kenapa tidak nampak ?” Nyonya Li bertanya lagi. Ketika Evi masih ada, hubungan mereka berdua lumayan dekat. Nyonya Li tidak menyukai kepura-puraan Rina beserta kedua anak perempuannya, namun dia sangat menyukai Clara.

“Clara hari ini diundang sebagai tamu untuk pertunjukan, seharusnya sedang bersiap-siap di belakang panggung, setelah selesai pertunjukan akan datang menyapa ibu.” Yunita tersenyum menjawabnya.

Nyonya Li mengangguk-angguk, tidak berkata lagi.

Acara masih belum mulai, namun suasana di ballroom sangat ramai, hadirin saling menyapa dengan orang yang kenal, dan juga sibuk berkenalan dengan orang yang belum dikenalnya.

Rina membawa Elaine berkenalan dengan nyonya orang kaya, dan berusaha menawarkan anak perempuannya. Akan tetapi, kejadian Elaine dan keluarga Ortega pada sebelumnya sangat menghebohkan, para nyonya banyak yang memandang rendah pengkhianatan keluarga Santoso pada saat itu.

Sedangkan nenek Santoso juga tidak tinggal santai, dia membawa Ester berkeliaran sana sini. Akan tetapi, dia tidak ahli sosialisasi seperti Rina, sehingga tidak berhasil membuka pembicaraan dengan siapapun.

“Nenek, kita pulang saja.” Ester menarik lengan baju nenek Santoso, dia merasa malu dan canggung.

nenek Santoso mengangguk-angguk, ketika berbalik badan, kebetulan melihat Yani yang duduk di meja samping.

nenek Santoso pernah menjadi ibu mertua Evi selama belasan tahun, Yani adalah teman dekatnya Evi, meskipun nenek Santoso tidak begitu kenal dengannya, namun masih wajar untuk menyapa.

Pada acara seperti ini, asalkan saling mengenal, maka bisa membuka pembicaraan.

nenek Santoso membawa Ester menghampiri meja Yani, dan menyapa dengan Yani.

Yani melihat nenek Santoso, terbengong sejenak, baru menyadari bahwa dirinya adalah ibu kandung Yanto.

Pada kenyataannya, Yani tidak terlalu ingin melayani orang keluarga Santoso, tetapi bagaimanapun yang datang adalah orang tua, segan juga untuk mengusirnya.

Yani hanya menyapa beberapa kata dengan nenek Santoso, namun tidak kepikiran bahwa, nenek Santoso mengambil kesempatan ini, dia membawa Ester langsung menduduki meja mereka.

Pada meja Yani, yang menduduki adalah orang kaya berbisnis yang ternama di kota A, tentu saja, di rumah mereka juga ada anak laki-laki yang sudah berusia cocok untuk menikah.

Sepasang bola mata nenek Santoso melirik sekilas pada hadirin di meja ini, namun tidak ada satupun yang memuaskan keinginannya. Jangankan membahas yang lainnya, hanya penampilan saja sudah tidak ada yang sesuai dengan permintaannya.

Tatapan nenek Santoso terjatuh pada tubuh Yani, tiba-tiba kepikiran dengan anaknya Yani, yaitu Marco.

Setelah Marco membatalkan pernikahannya dengan keluarga Santoso, seharusnya saat ini masih berstatus lajang.

nenek Santoso kepikiran Marco, sudut bibirnya menarik senyuman. Marco adalah anak tunggal di keluarga Ortega, ada penampilan, dan juga berbakat, sangat unggul sekali, susah untuk mendapatkan menantu yang sebaik ini lagi. Jika tidak, Evi dan Rina juga tidak akan mempertimbangkan Marco secara bergiliran.

nenek Santoso berpikir sana sini, merasa hanya Marco saja yang pantas buat cucu perempuannya.

Oleh sebab itu, nenek Santoso mulai mengobrol dengan akrab bersama Yani, tentu saja, dia sendiri yang berbicara terus menerus, Yani hanya respon beberapa kata saja.

nenek Santoso bertele-tele untuk menggali informasi Marco, Yani hanya bisa menjawab beberapa kalimat dengan nada acuh.

“Marco hari ini tidak menghadiri acara ya ?” nenek Santoso bertanya.

“Ada. Tetapi, meja ini semuanya hadirin wanita, dia merasa bosan, sedang mengobrol dengan rekan kerjanya.” Yani menjawab dengan menahan kesabaran. Berharap semoga Marco jangan kembali untuk saat ini.

Namun kebetulan sekali, kata-katanya baru saja dilontarkan, Marco sudah pulang. Posisi tempat duduknya, kebetulan berada di samping Ester.

“Aduh, beberapa tahun tidak jumpa, Marco sudah sebesar ini ya.” nenek Santoso menilai Marco dari ujung ke ujung, merasa semakin memuaskan hatinya.

Marco tidak ingat dengan nenek Santoso, wajahnya penuh reaksi bengong.

“Ini ibunya paman Santoso.” Yani menjelaskan dengan nada datar.

“Apa kabar nenek Santoso.” Marco menyapa dengan sopan. Pada kenyataannya, selain Clara, dia tidak ingin melayani siapapun di keluarga Santoso.

Oleh sebab itu, setelah dia duduk di tempatnya, tidak berbicara sama sekali.

Namun nenek Santoso tidak ingin melepaskan kesempatan yang sebesar ini, dia buru-buru menarik lengan Ester, memperkenalkan cucunya, “Ester, kenapa tidak menyapa dengan abang Marco. Bukannya kamu dekat-dekat ini selalu mengungkit mau berterima kasih dengan abang Marco yang menolongmu.”

nenek Santoso selesai berbicara, menjelaskan lagi kepada Yani, “Cucu aku ini, pemalu sekali.”

“Nona Pani anak yang baik.” Yani tersenyum dan berkata. Orang normalnya akan mengetahui bahwa kalimat ini hanya kata-kata formalitas saja, akan tetapi, nenek Santoso malah menganggapnya serius.

nenek Santoso mulai berusaha mengungkit kelebihan cucu perempuannya, dengan tindakan yang seperti itu, jelasnya sudah menganggap Yani sebagai calon ibu mertua Enter Pani.

“Cucu aku ini, nasibnya sangat kasihan. Anak perempuanku cepat meninggal dunia, makanya, hanya dia bisa tinggal di keluarga Santoso. Yanto memperlakukan Ester, sudah seperti anak kandungnya sendiri. Kalau Ester, sejak kecilnya sudah sangat penurut, orangnya cantik, prestasi pendidikan juga baik, di keluarga Santoso hanya dia sendiri yang pernah sekolah di luar negeri. Aku sekarang, paling mengkhawatirkan masalah pernikahannya.....”

Novel Terkait

Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu

Cutie Mom

Alexia
CEO
5 tahun yang lalu

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
4 tahun yang lalu

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
4 tahun yang lalu

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
4 tahun yang lalu

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
4 tahun yang lalu