Suami Misterius - Bab 1337 Selamat Pagi, Kamu Yang Tersayang

Diva sudah tidak ingat kapan terakhir kalinya dia tidur dengan tenang dan nyaman seperti ini.

Saat langit sudah terang dia masih berbalut selimut dan tidur nyenyak. Mahen berada di sampingnya, ia tidak mengantuk dan mengambil ponsel yang berada di atas nakas untuk melakukan selfie.

Diva memakai piyama suspender yang tidak tahu entah bagaimana salah satu talinya terurai jatuh dari bahunya sehingga menampakkan bahunya yang indah, rambut panjangnya yang lembut tersebar di atas bantal yang membuat kulit pipinya terlihat sangat putih dan bulu matanya yang tebal seperti meninggalkan bayangan pada kulitnya.

Mahen menopang kepalanya dengan tangannya sambil melihat foto yang dipotretnya di galeri, kemudian ia baru menyadari kalau ponsel yang di ambilnya tersebut adalah milik Diva.

Dia memainkan ponsel dengan santai, membuka aplikasi Weibo Diva kemudian dengan penuh semangat mengunggah foto selfie mereka berdua barusan.

Dalam foto tersebut tampak Diva sedang tidur nyenyak sedangkan Mahen sedang menoleh untuk mencium pipinya, terlihat ambigu dan indah. Dan ia menuliskan kata-kata: Selamat pagi, kamu yang tersayang.

Karena postingan tersebut di unggah sekitar jam enam pagi, kebanyakan orang-orang masih sedang tidur, jadi setelah postingan tersebut di unggah, tidak menimbulkan kehebohan apapun.

Mahen dengan santai melempar kembali ponsel ke atas nakas, kemudian mengulurkan tangannya untuk memeluk Diva dan mencoba untuk tidur kembali.

Tuan Muda Kedua Sutedja hampir tidak tidur sepanjang malam, sehingga sekarang ia tertidur dengan cepat.

Saat bangun, yang tampak oleh Diva adalah wajah Mahen yang begitu dekat, tampangnya yang tidur pulas sungguh lucu.

Saat Diva ingin bangkit dari ranjang, dia baru menyadari kalau tangan Mahen terus menempel pada pinggangnya sehingga saat dia bergerak sedikit, Mahenpun terbangun. Matanya yang hitam tampak belum sepenuhnya terbuka dan terlihat malas.

“Kamu sudah bangun?” Dia bertanya sambil menatap Diva.

“Iya.” Diva menganggukkan kepala, mengangkat selimut di tubuhnya dan turun dari ranjang. Saat dia baru memakai sandal dan berdiri di samping ranjang, Mahen menariknya.

“Temani aku tidur sebentar lagi.” Dia berkata sambil memijiti tangannya dengan pelan, gerakannya terasa ambigu.

Diva melepaskan tangannya sambil tersenyum, ia mengambil ponsel di atas nakas untuk melihat jam “Sudah jam sembilan, aku harus pergi bekerja.”

“Apakah perusahaan film dan televisi kecilmu itu akan bangkrut hanya karena kamu tidak pergi sehari saja.” Mahen sedikit lebih menggunakan tenaga lagi dan langsung menarik Diva ke dalam pelukannya dan memeluknya dengan erat.

Wajah tampannya terkubur dalam rambutnya, napasnya penuh dengan aroma wangi rambut Diva. Mahen tiba-tiba menyadari kalau dirinya tidak ingin melepaskannya sama sekali, dia ingin menempel padanya setiap saat dan setiap waktu.

Inikah rasanya sedang jatuh cinta.

Diva meronta sejenak dalam pelukannya lalu berkata dengan tidak berdaya “Mahen, kamu bukan anak kecil, kenapa menempel seperti ini.”

Mendengar kata ‘Anak’, tanpa sadar Mahen memegangi perutnya yang kecil dan berkata “Kamu sekarang adalah wanita hamil, kurangi kesibukan, bagaimana kalau sampai melukai anak kita. Aku akan mencari orang untuk memperhatikan perusahaanmu itu, kamu cuti hamil saja dan tinggal di rumah dengan patuh.”

“Aku baru hamil satu bulan, untuk apa cuti hamil.” Diva tidak berdaya, dengan kuat ia menepuk punggung tangan Mahen lalu berkata “Sudahlah, cepat lepaskan, aku mau pergi menyiapkan sarapan.”

Mahen melepaskannya dengan terpaksa.

Setelah selesai mencuci muka dan gosok gigi, Diva menuju ke dapur untuk menyiapkan makanan.

Dan entah dia di kamar mandi atau di dapur, Tuan Muda Kedua Sutedja terus mengikutinya seperti sebuah sebuah ekor yang menempel padanya. Diva sungguh tidak berdaya menghadapinya.

Sarapan pagi tidak perlu memasak makanan yang mewah, jadi Diva menggunakan bahan makanan yang sederhana untuk memasak semangkok mie ayam kuah.

Aromanya sangat segar, Diva sejak dulu sudah terbiasa memakannya, akan tetapi saat ini setelah selesai memakannya dia merasa ingin muntah.

Jadi saat dia baru memakan setengah mangkok mie, ia langsung menutupi mulut dan berlari menuju kamar mandi, mie yang baru dimakannya termuntahkan keluar lagi.

Perasaan muntah sangatlah tidak nyaman, Diva memuntahkan makanannya hingga matanya menjadi merah.

Mahen terus mengikutinya dari belakang hingga masuk ke kamar mandi, melihat kondisi Diva seperti itu membuat dia merasa sedih.

Diva membilas mulutnya dengan air bersih kemudian membasuh mukanya, setelah itu dia baru merasa lebih baikan.

Dia menggunakan handuk kering untuk menyeka mukanya, saat memutar badan dia di peluk oleh Mahen, tangannya dengan lembut memegang punggung Diva lalu dengan wajah sedih bertanya “Apakah sangat tidak nyaman?”

“Masih oke, hanya mual di pagi hari saja.” Diva menjawab dengan datar.

Tetapi jawabannya tidak membuat Mahen merasa lega, dia memeluknya dengan erat dan berkata dengan sedih “Kita lahirkan satu aja, kelak tidak perlu menambah lagi.”

Mendengar perkataannya Diva tersenyum tipis. Berada di dalam pelukannya membuat dia merasakan kehangatan dan rasa tenang yang berbeda.

Mie yang dimakannya sudah dimuntahkan semua, Diva pergi bekerja dengan perut kosong.

Tuan Muda Kedua Sutedja menyetir sendiri dan mengantarnya ke perusahaan, di perjalanan mereka melewati sebuah toko sarapan, Mahen membungkus seporsi makanan untuknya.

Mobil berhenti di depan pintu masuk utama Shinee Movie, Diva turun dari mobil dan ingin menaiki anak tangga dengan sepatu hak tingginya namun malah di panggil oleh Mahen.

Mahen membuka pintu mobil dengan lambat turun dari mobil sambil membawa sarapan ke hadapan Diva.

“Tidak membawa sarapanmu, apakah kamu ingin putraku kelaparan.” Perkataan Mahen seperti memiliki makna tersirat.

Meskinpun Diva memiliki sifat yang kalem dan tenang namun ia juga adalah seorang wanita, mana bisa menahan godaan dari Tuan Muda Kedua Sutedja. Pipinya sedikit memerah dan mengulurkan tangan mengambil sarapan yang diberikan oleh Mahen, dengan suara kecil berkata “Bagaimana kamu bisa tahu kalau ini adalah anak laki-laki.”

“Aku juga suka anak perempuan, aku menyukai semuanya asalkan kamu yang melahirkannya.” Dia berkata sambil tersenyum, kemudian dengan tidak malu ia mendekati Diva, merangkul pinggangnya yang ramping dan mencium bibirnya yang merah dengan sekuat tenaga.

“Mahen!” Diva merasa marah hingga wajah menjadi merah. Di tempat terbuka seperti ini, dia sungguh tidak tahu malu.

“Kenapa, cium sebentar saja tidak boleh?” Mahen mengangkat alisnya sambil menunjukkan ekspresi kasihan.

“Ini adalah tempat umum.” Diva melototinya dengan malu-malu.

“Memangnya kenapa kalau tempat umum, tidak tertulis juga kalau suami istri tidak boleh bermesraan. Diva, apa yang kamu takutkan, apakah aku begitu memalukan.” Tuan Muda Kedua Sutedja berkata dengan lembut namun terdengar sombong.

Diva menatapnya dengan tidak berdaya. Pria ini saat murung dan cemberut terlihat menakutkan. Namun saat menjadi jahil malah terlihat seperti anak kecil.

“Apakah kita adalah suami istri?” Diva sengaja berkata dengan marah.

Tuan Muda Kedua Sutedja tersenyum jahat, dengan masih tetap memeluknya dia berkata dengan nada bicara sombongnya “Kamu sudah hamil anakku, jangan berharap untuk menikah dengan orang lain lagi. Siapa yang berani menikahimu maka aku akan membunuhnya.”

“Sudah, ada urusan apa kita bicarakan nanti malam saja setelah pulang.” Diva berkata dengan suara rendah. Di depan perusahaan banyak orang yang berlalu lalang, apabila membiarkan Mahen terus seperti itu di sana, maka dia akan merasa sangat malu.

Akan tetapi Tuan Muda Kedua Sutedja tampaknya belum selesai bermanja-manja, bibirnya menempel pada telinga Diva lalu dengan suara serak dan tertawa kecil bertanya “Kalau begitu nanti malam aku boleh menciummu sesuka hati?”

Pipi Diva sudah menjadi panas, dia tahu apabila tidak menyetujuinya maka dia tidak akan berhenti. “Ya, kita bicarakan lagi saat pulang nanti.”

Diva mengulurkan tangan mendorongnya, sambil membawa sarapannya ia dengan cepat menaiki anak tangga, karena memakai sepatu hak tinggi dan juga karena ia berjalan terlalu cepat, ia terpeleset karena licin.

Novel Terkait

Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
4 tahun yang lalu

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
4 tahun yang lalu

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
4 tahun yang lalu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
4 tahun yang lalu

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu