Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 975 Banyak Berlagak Akan Dihukum Tuhan

Tanganku bergetar pelan, hampir saja mangkok di tanganku jatuh. Aku mengalih pandangan kearah Angela. Ia menggelengkan kepalanya tak berdaya dan berkata, “Aku bisa melihat kalau kamu masih memiliki perasaan kepadanya. Ia juga, kalau tidak ia juga mepertaruhkan nyawanya datang demi bertemu denganmu, apalagi begitu peduli kepadamu dan menetap di dapur lebih lama bersamamu. Aku dapat melihat kamu menyukainya, ia juga menyukaimu dan kalian memiliki anak yang lucu. Aku penasaran mengapa kamu tidak memilihnya?”

Ia lanjut berkata lagi, “Tentu, aku dapat melihat juga hubunganmu dengan Nona Jessi itu juga baik, tapi aku merasa sebagai seorang lelaki, seharusnya bertanggung jawab kepada anak sendiri.”

Aku mengerutkan dahi dan melihat kearah Angela berkata, “Jangan bicara itu lagi.”

Angela melihatku dengan tak setuju. Ia berkata, “Alwi, aku selalu merasa kamu adalah orang yang bertanggung jawab, tapi dirimu yang sekarang sungguh membuatku kecewa.”

Aku menghisap rokokku, lalu mengalihkan pandangan kearahnya. Aku tertawa sinis dan berkata, “Apa yang kamu tahu... kamu tidak mengetahui apapun...”

Aku mengangkat kepalaku melihat keluar jendela dan tenggelam lagi ke alam kenangan. Aku berkata, “Ia dulu yang meninggalkanku... Ia tidak akan mau bersama denganku.”

Angela menatapku terkejut. Aku membawa nasi keluar dan berkata, “Kadang apa yang kamu lihat juga belum tentu itu adalah kenyataan.”

Angela juga tidak berbicara lagi dan Cecilia mereka saat ini turun. Aku juga tidak menganggap terjadi sesuatu, lalu membawa Cecilia ke pangkuan dan menyuapinya.

Setelah selesai makan, aku menemani Cecilia main lagi, hingga Jinkang menelponku, tanya kapan aku akan pergi ke arena tinju bawah tanah? Saat ini aku baru menyadari waktu bersama dengan anakku, akan berakhir lagi.

Setelah memutuskan panggilan, aku berkata kepada Aiko, “Aku menyuruh orang untuk mengantar kalian pergi.”

Aiko mengangguk kepalanya. Kita berdua tidak banyak berbicara lagi, karena kita itu semua sudah tidak bisa merubah segala hal.

Mata Cecilia memerah saat ia tahu sepertinya ia akan pergi meninggalkanku lagi. Ia dengan sedih berkata, “Aku tidak ingin meninggalkan Ayah.”

Aku tertawa pelan dan berkata, “Ayah tidak pergi, aku hanya pergi rapat bentar, pulangnya cepat. Oh iya, apakah anak Ayah mengantuk? Kamu sudah seharian belum tidur, bagaimana kamu tidur?”

Cecilia bilangnya tidak, tetapi ia menguap. Aku dengan lembut berkata, “Anak Ayah sudah mengantuk, mengapa tidak mau tidur? Apakah takut Ayah pergi saat kamu tidur?”

Cecilia menganggukan kepalanya dengan serius. Aku dengan kasihan berkata, “Bodoh sekali anak Ayah. Ayah tidak pergi. Ayo, Ayah gendong kamu, sambil bernyanyi untukmu, baik?”

“Baik.” ujar Cecilia, lalu menguap lagi.

Aku menggendongya dan berkata dengan lembut, “Lagu apa yang ingin didengar anak Ayah?”

“Lagu yang dinyanyi Ayah tadi.”

“Sebuah Puisi Buatan Ayah?”

“Iya...”

Aku membersihkan tenggorokanku dan berkata, “Baik, Ayah akan menyanyikan lagu apa yang kamu inginkan. Tahun 1984, seluruh hasil panen belum terkumpul habis, anakku tidur didalam pelukan dengan nyenyak... Tidak ada waktu untuk menyaksikan film malam hari ini. Istri mengingatku untuk memperbaiki mesin jahit.”

“Esok hari aku akan pergi minjam uang lagi ke tetangga. Anakku menangis seharian, menginginkan biskuit. Atasan berwarna biru. Memasukki hati, berjongkok di tepi kolam dan memberi dua pukulan untuk sendiri...”

......

Cecilia pelan-pelan tertidur, tetapi hatiku tidak merasa baik. Aku bisa memberikan kehidupan yang baik, bahkan biskuit yang ia inginkan, aku bisa membelinya tanpa meminjam uang, tapi aku tidak bisa menemaninya seperti Ayah di dalam lagu itu.

Aku selalu teringat kata-kata Angela. Ia bilang seorang lelaki seharusnya bertanggung jawab atas anaknya sendiri, bagaimana mungkin aku tidak mengerti? Hanya saja, bagaimana mungkin ada begitu banyak hal yang sempurna di dunia ini?

Aku memberikan Cecilia kepada Aiko, entah karena ia percaya dengan kata-kataku atau bukan, ia tidak memegangku begitu erat seperti kemarin malam. Hatiku merasa senang, tapi juga merasa kecewa.

Aiko melihat kearahku dan berkata, “Kamu tenang saja, aku akan merawatnya dengan baik.”

Aku mengangguk kepalaku dan berkata, “K-kalau begitu...aku telepon orang untuk mengantar kalian. A-aku...pergi dulu ke arena tinju.”

Aiko mengangguk kepalanya. Aku buru-buru pergi melewatinya. Aku takut bisa ragu dan tidak rela kalau aku berjalan pelan-pelan.

Keluar dari rumah, aku langsung menarik nafas dalam dan menyetir mobil menuju arena tinju bawah tanah. Tunggu aku tiba disana, aku bisa mendengarkan suara ricuh dari jauh sana. Aku pergi ke ruang istirahat melalui pintu belakang. Setelah masuk, aku menemukan Nando. Aku menyuruh ia untuk mencari orang mengantar Aiko mereka pergi. Ia segera pergi mengurusnya, lalu aku pergi mencari Jinkang.

Sebelum pertandingan dimulai, Jinkang sedang berbicara dengan seseorang yang berasal dari tim lawan, dengan seorang penerjemah bahasa inggris disampingya. Dari wajahnya mereka, perbincangan mereka tidak terlihat baik. Aku melihat leher Jinkang yang merah, lalu berjalan mendekatinya. Aku berkata, “Apa yang terjadi?”

Jinkang melihatku dan berkata dengan kesal. “Kak Alwi, kebetulan sekali kamu datang. Ini adalah para petinju yang akan bertanding dengan petinju kita hari ini. Orang yang berbicara denganku adalah ketuanya.

Aku melirik sekilas orang itu dan hanya menemukan orang itu memandangku remeh. Ia lebih tinggi dariku, memakai pakaian yang tak berlengan, sehingga terlihat tubuhnya yang sangat kuat. Ia berkata dengan bahasa inggris, “Kamu adalah pemimpin tempat ini? Mereka semua bilang kamu hebat, tapi bagiku, kamu hanyalah orang biasa.”

Ia menunjukku dan berkata dengan nada memancing, “Hari ini aku akan membunuhmu, agar semua orang tahu betapa hebatnya aku.”

Anggota tim yang berada dibelakangya melihat ini, seketika bersiul dan menepuk tangan, apalagi para penonton di bawah juga ikut bersorak. Penerjemah menerjemahkan maksud orang itu. Orang kita, apalagi Jinkang seketika menjadi sangat marah.

Aku tertawa dingin dan berkata, “Anak muda, apakah kamu pernah mendengar kalimat ini?”

Ketua tim itu berkata, “Apa itu?”

Aku berkata, “Anak muda jangan berlagak, kalau tidak bisa saja dihukum seseorang, mau cepat ataupun lama!”

Aku tiba-tiba beraksi, lalu memukulnya nadi yang di lehernya. Gerakan sangat cepat dan lincah, kalaupun terluka, tapi serangan ini tidak boleh diremehkan.

eketika ketua tim yang sombong ini terjatuh jauh dan kasar di lantai, lalu...lalu ia begitu saja terbaring disana, tanpa bangun.

Pemandangan ini membuat semua orang terkejut, lalu seluruh penonton bersorak dengan meriah. Banyak penonton yang memberikan ibu jari kepadaku, berbeda sekali dengan sikap para anggota tim lawan kita. Tatapan mereka kepadaku terlihat sangat kecewa dan takut.

Aku melihat anggota tim yang masih sombong dan berkata, “Aku tidak keberatan kalau kalian ingin memberi kesempatan untuk bersaing denganku, tapi aku tidak bisa menjamin apakah kalian ada nyawa untuk tiba di panggung.”

Beberapa orang ini menunjukkan tatapan mereka yang ketakutan. Ada seseorang yang tidak menerima berkata, “Seranganmu tadi mendadak!”

Aku tertawa dan berkata, “Kalau begitu kamu juga menyerangku mendadak saja. Kalau kamu berhasil, aku akan berlutut kepadamu dan memanggil Kakek.”

Orang itu mendengar aku akan berlutut di hadapannya, ia langsung maju, tapi ada orang yang dengan cepat mencegatnya. Saat ini, ada orang yang mendekat ke ketua tim mereka sambil memastikan nafasnya. Ia menghela nafas dan berkata, “Ia hanya saja pingsan.”

Aku berkata, “Tentu hanya pingsan. Apakah aku mungkin membunuh orang disini? Invincible Empire kita adalah tempat yang memiliki peraturan, begitupula dengan Invincible Boxing Field. Tapi kali ini ia tidak mati, anggap saja ia beruntung. Kalau selanjutnya... Haha, aku tidak bisa menjaminnya.”

Aku tidak akan memberitahu sebenarnya karena aku sangat lemah, lagipula aku adalah seorang manusia. Kehilangan banyak darah, tentunya membutuhkan waktu yang cukup untuk kembali pulih, lagipula kehidupan bukanlah permainan, darah juga tidak ditambah dengan begitu mudah.

Mungkin aku berlagak terlalu mirip, sehingga mereka semua percaya dengan ucapanku. Aku menghitung hanya tersisa sembilan peserta yang main setelah aku mengalahkan ketua timnya. Aku menunjuk orang yang ingin bertanding denganku dan berkata, “Kamu, kumpulkan anggotamu, lalu tanda tangan perjanjian kematian. Yang tidak berani tanda tangan, tak perlu berlagak di hadapanku, jangan menganggu.”

Aku berbalik badan pergi, lalu Jinkang segera mengikuti langkahku, lalu ia memberiku ibu jarinya dengan senang. Ia berkata, “Kak Alwi hebat sekali, baru saja datang sudah bisa mengurangi kesombongan mereka. Kak Alwi tidka tahu kalau ketua tim itu berkata kepadaku, kalau mereka menang dariku, mereka akan mengambil nyawamu. Akhirnya ia terjatuh pingsan karena pukulanmu, aku saja merasa malu untuknya.”

Aku tertawa dan berkata, “Pantas kamu begitu kesal. Jinkang, kamu harus ingat kamu tidak perlu terlalu peduli seperti dengan orang mereka. Kalau bisa langsung dihajar, kamu langsung saja. Kalau tidak bisa, panggil aku.”

“Baik, Kak Alwi yang terhebat!” ujar Jinkang sambil tertawa, lalu mengeluarkan telepon baru dari kantong celananya dan diberikan kepadaku. “Kak Alwi, aku membelinya untukmu. Aku juga sudah memasukkan kartu barunya untukmu.”

Aku menerima teleponnya dan berkata, “Terima kasih, tapi apakah kamu sudah melapor nomor telepon baru ke atasan?”

Jinkang mengangguk dan berkata, “Sudah kulakukan.”

Sesuai denga peraturan Invincible Empire, semua nomor telepon orang harus dilaporkan kepada atasan, lalu diawasi atasan. Lagipula orang yang menjual nomor telepon disini memiliki kekuasaan. Atau bisa dikatakan setiap orang disini mendaftarkan nomor telepon dengan kartu identitasnya dan disana juga terdaftar, jadi sama sekali tidak bisa membeli nomor telepon gelap.

Jadi kalaupun Jinkang tidak melapor, penanggung jawab yang menjualkan kartu ini kepadanya juga pasti akan melapor nomor ini. Tapi kalau tidak melapor, kita terlihat seperti tidak menghormatinya, jadi melapor itu adalah hal yang pasti.

Aku berkata, “Aku sudah memutuskan siapa saja yang ikut lomba. Kamu pergi awasi mereka untuk segera menandatangani perjanjiannya, lalu bacakan itu dihadapan penonton. Apakah kamu mengerti?”

Jinkang mengangguk dan berkata, “Aku mengerti. Aku baru saja ingin mengambil perjanjiannya. Apakah kita sungguh membunuh orang yang gagal dalam bertarung? Aku sedikit khawatir, lagipula kita sudah menghabiskan banyak, tidak hanya untuk memperoleh uang, juga demi mencari orang yang cocok untuk Tuan muda.”

Aku berkata, “Kamu tenang saja, kamu kira berapa banyak orang yang kita bisa bunuh? Aku hanya ingin mempersembahkan beberapa, lalu dengan cepat orang-orang yang ingin bertarung akan segera minta kembali. Lalu saat itu, aku akan meminta beberapa orang kepada Tuan muda, untuk mencegat mereka pergi. Bukankah mereka hanya bisa berlutut dan bermohon kepadaku mengganti peraturan permainan, lalu bertahan menetap disini?”

Jinkang menepuk tangannya dan berkata dengan senang, “Ternyata seperti itu. Kak Alwi memang sangat pintar. Sudah kukatakan, kamu begitu hebat dan licik, bagaimana mungkin tidak bisa menyelesaikan masalah ini. Diriku yang terlalu bodoh.”

Aku melototinya kesal dan bertanya, “Siapa yang kamu bilang licik?”

Jinkang sibuk berkata, “Aduh, aku berpengetahuan rendah, jadi salah menggunakan kata-kata. Anda bukan licik, seharusnya...pintar!”

Aku tertawa dan berkata, “Sudahlah, jangan bercanda lagi. Aku pergi mengurus daftar namanya, kamu juga pergi sibuklah.”

“Baik, Kak Alwi. Panggil saja aku kalau ada masalah. Anda sedang terluka, tidak boleh terlalu lelah.” ujar Jinkang perhatian.

Aku meliriknya sekilas dan menyadari ketulusan dan perhatiannya. Aku tersenyum kearahnya, lalu menepuk bahunya pelan dan berkata, “Aku sudah mengerti.”

Novel Terkait

After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
4 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu