Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 601 Hal terakhir yang aku lakukan untukmu

Permainan yang dimainkan Widya terhadapku benar-benar permainan yang sudah ketinggalan zaman.

Sebenarnya saat aku masuk dan melihat riasan di wajah Widya, melihatnya sudah berdandan tetapi masih belum mengganti bajunya, aku sudah tahu bahwa dia berencana melakukan sesuatu, lagipula orang-orangnya tidak mungkin tidak memberitahunya terlebih dahulu tentang kedatanganku, dia begitu membenciku, tahu bahwa aku akan datang tetapi tidak mengganti bajunya yang seksi itu, benar-benar aneh.

Aku adalah pria yang dibenci Widya, tidak ada wanita yang mau memperlihatkan tubuhnya di depan pria yang dibencinya. Yang bisa aku katakan adalah dia terlalu mengganggap remeh aku, mungkin riwayat percintaanku yang dulu membuatnya berpikir aku adalah seorang pria hidung belang.

Ketika mendengar ini, Widya langsung marah, dia menunjukku dengan marah dan berkata:”Kamu sudah tahu bahwa aku ingin menjebakmu, tetapi kamu pura-pura tidak tahu, ingin mempermalukanku dengan ini, bukan?”

Aku mengangguk dengan tidak sopan sambil tertawa dan berkata:”Iya, tetapi ini bukan salahku, karena kamu sendiri yang berinisiatif untuk dipermalukan olehku. Salahkan dirimu sendiri yang terlalu narsis, benar-benar berpikir aku akan tergoda denganmu, tetapi kenyataannya, penampilanmu tidak cukup untuk membuatku tergoda.”

Kata-kataku ini merupakan penghinaan terbesar bagi seorang wanita, wajah Widya langsung memerah karena marah, dia menendang makanan yang aku bawakan, berkata dengan dingin:”Pergi kamu!”

Dia benar-benar marah, aku tertawa dalam hati tetapi berkata:”Jangan marah, aku bilang aku ke sini untuk mengatakan sesuatu denganmu, kamu sendiri yang tidak percaya denganku, bukan salahku kan?”

Selesai bicara, aku mengeluarkan ponsel Sulistio, memasukkan kata sandi, lalu membuka video dan memperlihatkannya kepada Widya, videonya sangat pendek, selesai diputar, aku memperlihatkan beberapa foto padanya, setelah dia selesai melihat foto itu, sambil meremehkan dan berkata:”Kamu datang ke sini hanya untuk mengatakan ini?”

Aku memperlihatkan bukti Kobra melakukan kejahatan terhadap perawat, tidak disangka dia begitu tenang. Aku tertawa dan berkata:”Bagaimana? Apakah menurutmu bukti ini bisa menjerat Kobra?”

Widya mengangguk dan berkata:”Bukti ini bukan hanya tidak bisa menjerat Kobra, dia juga bisa menuntutmu telah melanggar privasinya.”

Mendengar kata-kata ini, aku segera mengerti tentang rencananya, tertawa dan berkata:”Maksud perkataanmu ini adalah ingin membuat gadis itu mengakui hubungannya dengan Kobra? Lalu, perbuatan mereka itu hal yang wajar saja, sedangkan aku menjadi orang yang mencuri rekaman video, seperti itu kan?”

Widya tertawa dan berkata:”Kamu pintar juga ya.”

Aku berkata:”Terima kasih atas pujiannya, tetapi rencanamu ini seperti masih terlalu awal.”

"Oh ya?”

Aku berkata:”kamu melihat orang-orang itu pasti akan menolongmu, maka kamu menjadi begitu sombong kan? Adapun perawat itu pasti akan takut dengan ancamanmu dan akan menurutimu. Tetapi, kamu bisa mengancam mereka, aku juga bisa. Bukan hanya itu, aku berani jamin mereka tidak akan terpengaruh dengan bukti yang ada di tanganmu, karena asalkan aku yang mau, mereka pasti tidak ada yang berani untuk menunjukkan bukti yang ada di tanganmu.”

Widya mengerutkan dahinya, mengejek dan berkata:”Bagaimana jika aku ingin menyerahkan bukti itu kepada atasan?”

Aku duduk dan menyalakan sebatang rokok, mengisapnya dengan tenang, mengepulkan asapnya, melihat Widya yang sedang menatapku dengan penuh muslihat dan berkata:”Kamu bisa mencobanya, aku benar-benar punya kemampuan untuk melenyapkan barang-barangmu itu.”

Raut wajah Widya tiba-tiba berubah, kurasa dia tahu bahwa aku tidak berbohong. Aku merokok perlahan dan menunggu responnya dengan tenang.

Persis seperti perkiraanku, akhirnya dia mengalah dan bertanya apa yang aku inginkan.

Aku berkata:”Apa yang aku inginkan sangat sederhana, gunakan namamu untuk mengusir orang itu, aku tidak memerlukan sampah busuk ini ada di dalam timku.”

Mendengar ini, Widya tertawa, dia berkata:”Kamu bisa membawa orang itu memeriksa kesehatan, dia hanya main dengan seorang wanita saja, bukankah ini sama denganmu?”

Aku berkata:”Aku membawa orangmu memeriksakan kesehatan, itu perlu biaya, semua bisnis yang dilakukan adalah atas dasar suka sama suka, lagipula cewek adalah cewek, perawat adalah perawat, bagaimana bisa disamakan? Jangan banyak omong kosong, pikirkanlah sendiri.”

Selesai bicara aku bangun untuk pergi, Widya berkata dengan suara berat:”Kalau aku tidak mau menuruti perkataanmu, apa yang akan kamu lakukan?”

Aku mengangkat alis dan berkata:”Bagaimana? Tentu saja membantu perawat itu untuk menuntutnya, kalau kamu ingin melindunginya, aku akan memberimu muka, tapi, kamu harus berpikir dengan jernih, musuhnya banyak, mungkin orang-orang itu sedang dalam perjalanan untuk membalas dendam, apakah menurutmu kamu sanggup menghadapi orang-orang yang datang untuk balas dendam itu?”

“Kamu ... ...” Widya melihatku dengan kesal.

Aku mengeluarkan sebuah bakpao dari saku bajuku dan melemparkan untuknya, dia sepertinya bingung, aku berkata:”Aku tahu kamu pasti tidak mau makan makanan yang aku bawakan, jadi aku sudah menyiapkan sebuah bakpao, makan dengan segelas susu kacang, baru bangun tidur, jangan sampai kelaparan.”

Aku meninggalkan rumahnya setelah selesai berbicara.

Ponselku berbunyi begitu aku baru mau keluar dari gedung, aku membukanya dan melihatnya, Widya yang meneleponku, aku tahu dia pasti sudah menyerah, aku tidak segera mengangkatnya, tunggu aku sampai keluar dulu, naik ke mobil, baru mengangkat teleponnya.

Ini adalah panggilan telepon keempat dari Widya.

Aku menekan tombol jawab, tanpa menunggu Widya berbicara, aku berkata:”Widya, ketika kamu tahu seorang pria tidak ingin mengangkat panggilan teleponnya tetapi kamu tetap menelepon orang itu, apakah ini mengatakan bahwa kamu tertarik dengan pria itu, kamu sekarang ... ... mencoba menggodaku ya?”

Kata-kata ini yang dipakai Widya untuk menyindirku sebelumnya, sekarang aku menyerangnya dengan kata-kata yang sama, aku pikir dia pasti kesal sekali.

Melalui telepon aku bisa mendengar suara menggertakkan gigi Widya, dia marah dan berkata:”Alwi, kamu benar-benar menyebalkan!”

Kalau laki-laki tidak jahat, perempuan tidak akan suka, Widya, kamu jangan jatuh cinta dengan kejahatanku ya, kita berdua tidak akan mungkin.” Aku berkata dengan percaya diri.

Sulistio yang ada di samping mengacungkan jempolnya, aku mengembalikan ponsel padanya, terdengar suara Widya berbicara di telepon:”Aku tidak ingin banyak bicara denganmu, aku meneleponmu hanya ingin kasih tahu kamu bahwa aku akan setuju denganmu, aku akan mengusir orang itu.”

Mendengar kata-kata ini, aku sama sekali tidak terkejut, tertawa dan berkata:”Aku tunggu kabar baik darimu.”

Aku menutup teleponnya setelah selesai bicara.

Pada saat ini, sebuah mobil datang dari depan, yang menyetir adalah orang yang menjaga pintu kamar rumah sakit Kobra, aku pikir Kobra pasti ada di dalam mobil ini. Memikirkan hal ini, aku segera membunyikan klakson dan menurunkan kaca, supirnya melihat kami dan segera menghentikan mobilnya.

Kedua mobil berdampingan, kaca jendela mobil itu diturunkan, wajah jelek Kobra terlihat. Setelah melihatku, dia seperti melihat musuh besar dan bertanya:”Buat apa kamu datang ke sini?”

Aku berkata sambil tertawa:”Widya tinggal di sini, aku datang untuk menghangatkan hati Widya dan mengantarkan makanan untuknya, menyarankannya untuk membuang orang busuk sepertimu.”

Kobra berkata dengan dingin:”Aku sarankan supaya kamu tidak buang-buang tenaga dengan Widya, dia tidak akan suka denganmu, kamu mendekatinya hanya akan mempermalukan dirimu sendiri.”

Aku tertawa dan berkata:”Kenapa kamu begitu khawatir? Apakah karena aku ganteng, maka kamu menjadi khawatir, takut aku akan mengambil dewimu itu darimu?”

“Kamu ... ...”

“Tapi aku sarankan kamu untuk memikirkan masalah ke mana kamu akan pergi, dewimu telah berjanji denganku, mau mengusirmu.” Selesai bicara, aku menekan tombol untuk menutup kaca jendela.

Dalam perjalanan, Sulistio bertanya padaku:”Kak Alwi, aku tidak mengerti akan satu hal, apakah Kobra akan menghadapi Widya menggunakan cara yang seperti kita pikirkan? Jika dia tidak, bukankah usaha kita akan sia-sia?”

Aku tertawa dan berkata:”Bukankah lebih baik kalau dia pergi dengan marah? Pada saat itu aku akan mencari orang untuk membunuhnya diam-diam, Widya dan anak buahnya juga tidak akan mengatakan apa-apa, karena Kobra telah pergi. Dan dia tidak mungkin pergi, karena dia seorang diri tidak mungkin bisa menghadapi orang-orang yang ingin balas dendam dengannya, jadi dia pasti ingin tinggal di samping Widya, mencari tempat berlindung, ditambah dia sebelumnya mengatakan bahwa akan mendapatkan Widya, jadi dia pasti akan menggunakan cara itu.”

Sulistio mengangguk setuju dan bertanya apa yang ada di tanganku.

Aku melirik sebentar barang yang ada di tanganku, itu adalah kamera yang aku ambil dari dinding rumah Widya dan berkata:”Wanita itu memasang CCTV di dinding, ingin menggodaku, ingin aku berbuat sesuatu dengannya, lalu berusaha memberikan Jessi rekaman itu, aku pikir dia pasti ingin memanfaatkan keretakan hubunganku dengan Jessi untuk melemahkan kekuatanku, bagaimanapun juga, wanita ini penuh siasat, aku harus berhati-hati ketika berada di dekatnya.”

Sulistio berkata:”Wanita menjadi menakutkan kalau sudah marah dan benci, Kak Alwi, aku pikir kamu harus mencari kesempatan untuk menyingkirkan wanita ini, aku selalu merasa kalau wanita ini berada di sampingmu, cepat lambat dia akan mencelakai orang.”

Aku berkata:”Claura saja tidak bisa berkutik apalagi Widya.”

“Maksud Kak alwi, wanita ini tidak segila Claura? Tetapi aku merasa auranya lebih kuat dari Claura?” Sulistio berkata dengan senang.

Aku berkata:”Kenapa? tertarik dengan mereka berdua? Apakah ingin pergi mendiskusikannya dengan Kak Mondy?”

Mendengar ini Sulistio segera berkata:”Jangan, jangan, Kak Alwi, aku mana mungkin tertarik dengan mereka berdua, tidak perlu membicarakan mereka lagi, kita tunggu pertunjukkan bagusnya saja.”

Aku tertawa dengan bangga, membuka ponsel, menyalakan sebuah audio dan mendengar Sulistio berguman:”Kak Alwi, kamu sudah jadi jahat.”

Aku melihat ponsel, Widya tidak tahu, ketika aku melepas kameranya, aku sekalian memasang alat penyadap suara, dengan alat penyadap ini, aku pikir akan memudahkan aku untuk ‘menyelamatkannya’.

Segera, aku mendengar suara Widya, dia berkata dengan jijik:”Kobra, kamu tidak merawat dirimu di rumah sakit, mengapa ada di sini?”

Sepertinya Kobra sudah pergi ke rumahnya.

Kobra mengambil hatinya dan berkata:”Kak Widya, aku takut kamu sedih, maka ke sini untuk melihatmu dan mengabaikan luka tanganku.”

Widya berkata dengan dingin:”Kamu mengkhawatirkanku? Khawatir sampai ke kulit perawat ya?”

Kobra cemas dan berkata:”Apakah Alwi datang dan berbicara sembarangan? Kak Widya, dengarkan aku, dia yang menjebakku, perawat itu adalah orangnya, dia yang menyuruhnya untuk menggodaku, aku tidak bisa menahannya dan hampir saja terjebak.”

Aku pikir orang ini boleh juga karena ternyata bisa balik menyerangku, hanya saja, Widya tidak mungkin membiarkan dia tetap di sampingnya, karena dia adalah sebuah masalah besar.

Benar saja, Widya mengejeknya dan berkata:”Apakah orang sepertimu ada orang yang mau menggodanya? Sudahlah, jangan pura-pura tidak bersalah di sini, aku tidak punya mood untuk menemanimu berakting, kalau kamu tahu diri, beresin barangmu dan pergi, tentu saja, karena kamu telah mengikutiku selama bertahun-tahun, aku aku memberimu sejumlah uang, uang ini cukup bagimu untuk menikah dan punya anak, jangan bilang aku berutang denganmu.”

Sulistio berkata:”Sialan, mulut wanita ini sangat beracun, lebih beracun dari mulutmu.”

Aku memelototinya dan dia terbatuk dan berkata:’Aku tidak mengatakan apa-apa.”

Suara di dalam ponsel terdengar sunyi, sepertinya Kobra sangat terluka dan tidak bereaksi. Setelah beberapa saat Kobra berkata:”Aku tidak menyangka ternyata Kak Widya begitu membenciku. Baiklah, aku pergi.”

Aku mengerutkan dahi, memikirkan apakah Kobra akan benar-benar pergi? Siapa tahu, dia segera berkata:”Tetapi, aku harap Kak Widya menyetujui satu syarat dariku.”

“Persyaratan apa?” Widya berkata dengan tidak sabar.

Kobra berkata:”aku ingin memasak semangkok bubur untuk Kak Widya, aku sudah lama bersamamu, aku pikir kamu juga mengerti perasaanku padamu, aku tidak berharap kamu akan menyukaiku, tetapi bolehkah ... ... bolehkah aku melakukan sesuatu untukmu untuk yang terakhir kalinya?”

Novel Terkait

My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
4 tahun yang lalu
Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
3 tahun yang lalu
Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
3 tahun yang lalu