Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 356 Berapa Banyak Lagi Yang Ingin Kamu Ketahui?

Apa karena aku terlalu serakah, hingga Tuhan baru menghukumku seperti ini, membuat dua wanita yang paling aku cintai tidak cocok satu sama lain, membuatku harus berantem dengan orang yang aku cintai?

Setelah istirahat sebentar, aku akhirnya tenang. Pada saat ini, aku mulai mengingat gambaran Jessi dan Aiko saling berhadapan. Aku teringat Jessi mengatakan Aiko memiliki organisasi pembunuh di tangannya, tetapi bukankah dia selalu sendirian. Bagaimana tiba-tiba bisa ada sebuah organisasi pembunuh? Kapan dia mendirikan organisasi ini?

Kakek Ergi bilang, pembunuh yang melukaiku pada hari itu adalah ayah dari pembunuh Gerald Su di Heavenly Spring Mountain Villa, berarti, orang ini datang membunuhku untuk balas dendam? Dari kata-kata Jessi dan jepit rambut di tangan putra si pembunuh, bisa dilihat bahwa putranya dan Aiko memang terkait erat, kemungkinan besar dia orang organisasi pembunuhnya, maka ayahnya dan Aiko juga pasti saling mengenal.

Dari titik ini, dapatkah aku menebak seperti ini, yaitu Aiko sejak awal sudah tahu bahwa orang ini menunggu untuk membunuhku di depan Splendid, tapi dia tidak mengerti, karena dia sama seperti Claura pada saat itu, tidak ingin membunuhku, tapi dia membeciku hingga ingin aku mati, jadi dia ingin meminjam tangan orang lain untuk membunuhku?

Pada saat ini, aku teringat apa yang dikatakan Claura kepada Aiko di kuburan. Pada saat itu dia berkata: "Aiko, penderitaan yang aku alami sekarang, cepat atau lambat kamu akan mengalaminya suatu hari nanti."

Saat itu aku tidak mengerti kalimat ini, tapi sekarang aku mengerti sepenuhnya. Satu adalah seorang wanita yang mencintaiku, satu adalah seorang wanita yang aku cintai, satu melihat aku membunuh ayahnya dengan matanya sendiri, tidak bisa mencintaiku, tidak bisa membenciku, dan ayah yang lain dibunuh oleh ayahku, ada kebencian dalam dua generasi, tidak bisa dilepaskan, dia juga sama, tidak bisa mencintaiku, tidak bisa membenciku, kalimat Claura itu benar-benar tepat sasaran!

Aku pikir Aiko pasti ingin membalas dendam untuk ayahnya, jadi dia membentuk atau mengambil alih organisasi pembunuh, dan orang yang dia mau lawan bukan hanya aku, tapi juga sekelompok saudara yang lahir dan mati dengan ayah aku pada waktu itu, hanya saja, seseorang harus menerima konsekuensi perbuatannya sendiri, sebenarnya seberapa besar kebenciannya hingga bisa membuatnya melakukan hal seperti ini? Ayahku sudah mati, dia masih ingin mencari orang lain untuk balas dendam, apa jangan-jangan kebenciannya sebesar itu? Jika aku mati dan tidak bisa diselamatkan, apa dia akan sedih dan menangis untukku?

Aku teringat saat kami berdua jatuh cinta, ketika dia secara ironis dicemooh oleh Yuni, dia dengan gigih mau mencintai ketegasanku, dan memikirkan kakinya yang terluka parah demi mencari Martin untukku, aku teringat banyak hal, mengingat sesaat punggungnya yang meninggalkanku, teringat hari dimana kami kenalan, aku ingat perhatian pertamaku bukanlah wajahnya, tapi tangannya karena dia memiliki sepasang tangan yang sangat indah, tangan-tangan itu sehalus batu giok. Tapi, karena selalu memegang pisau sebelumnya, jadi ada risa di jari-jarinya, tetapi alih-alih membuat orang merasa bahwa kecantikannya tidak sempurna, malah akan merasa bahwa tangan-tangan ini lebih memiliki cerita.

Kalau dipikir-pikir, hatiku terasa sangat sakit, aku tidak tahu, apa yang harus aku lakukan selanjutnya? Apa membiarkan Aiko pergi, lalu hubungan kami akan berakhir seperti ini, atau tidak mempedulikan pertentangan semua orang dan pergi mencarinya?

Aku tidak tahu apakah tubuhku masih lemah, aku memikirkannya sebentar lalu tertidur. Ketika aku bangun, matahari sudah terbit. Di vas dekat jendela, aku tidak tahu siapa yang menaruh bunga plum putih. Sinar matahari menembus masuk lewat jendela, plum putih dibungkus dengan sinar emas, sama seperti gambar yang dibuat dengan bubuk emas dicampur dengan bubuk perak.

Aku dengan tercengang menatap plum putih, menggenggam tangan, dan baru menyadari bahwa jepit rambutnya sudah hilang, aku ingat memegangnya di tanganku ketika kecelakaan itu terjadi, aku tidak tahu apa itu hilang atau diambil oleh seseorang, menggenggam telapak tanganku yang kosong, hatiku berantakan.

"Kak Alwi, kamu sudah bangun?" Di sampingku ada Sulistio yang dengan hati-hati berteriak.

Perlahan-lahan aku memalingkan wajahku. Pada titik ini, hidungku keluar dari masker oksigen. Aku tahu aku benar-benar keluar dari bahaya. Aku mengangguk, menatap Sulistio, dan bertanya, "Kalian sudah kembali?"

Sulistio mengangguk, menundukkan kepalanya, menggosok tangannya dan berkata, "Aku kembali."

"Bagaimana?" Aku tidak bisa berhenti bertanya.

Sulistio menyeka hidungnya, mengambil napas dalam-dalam dan berkata, "Kak Alwi, maksud Nona Muda adalah membiarkanmu merawat tubuhmu dengan baik. Ketika keadaanmu lebih baik, dia secara pribadi akan menjelaskan padamu beberapa hal."

"Pada saat itu, apa Aiko masih hidup?" aku tidak bisa tidak bertanya.

Sulistio membuka mulutnya dan tidak mengatakan apa-apa.

Melihat reaksinya, hatiku terasa dingin untuk sesaat, aku dengan sedih berkata, "Kalian tidak diizinkan menyentuhnya, siapapun juga tidak diizinkan menyentuhnya!"

Sulistio berbisik, "Selama dia mau mematuhi kata-kata Nona Muda, tidak ada yang akan menyentuhnya, tidak ada yang bisa menyentuhnya."

Dia berkata begitu dengan mulutnya, tetapi ada sedikit rasa jijik dalam nada bicara Sulistio, aku mengerutkan kening, "Apa yang terjadi?"

Sulistio berbalik dan menolak untuk mengatakan, aku menepuk tempat tidur dengan marah dan berteriak, "Apa yang sebenarnya terjadi? Katakan!"

Mungkin dia tidak berharap aku akan marah begitu besarnya, Sulistio segera bangkit dan menenangkanku, dengan mata merah berkata, "Kak Alwi, aku mohon kamu jangan marah, jangan bertanya lagi, Kakek Ergi bilang, kondisi tubuhmu tidak bagus, kamu tidak boleh memiliki terlalu banyak emosi, demi kami, tolong jaga dirimu."

Melihat matanya yang merah, aku dengan sedih berkata, "Kalau begitu, katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi? Apa ada hal-hal yang tidak bisa kalian beri tahu? Apa jangan-jangan kalian pikir ada sesuatu yang bisa membuatku lebih sedih lebih dari apa yang sudah terjadi?"

Sulistio terkejut. Dia menggenggam tangannya, mengangguk dan berkata, "Oke, akan aku katakan."

Dia duduk, mengambil napas dalam-dalam, berkata, "Setelah kamu bangun dan jatuh koma lagi kemarin, Nona Muda memintaku untuk mengumpulkan semua saudara di Splendid. Dia memaksa Aiko untuk memberitahu keberadaan para pembunuh, Aiko menolak, keduanya akhirnya berkelahi."

Hatiku terasa di genggam erat menjadi satu dan berkata, "Mereka... berkelahi?"

Sulistio mengangguk, berkata, "Tapi kamu tenang saja, tidak ada yang terluka. Meskipun Nona Muda tampaknya seseorang yang tidak berhati lembut, tapi dia sebenarnya lebih peduli padamu daripada orang lain. Dia tahu jika dia melukai Aiko, bahkan jika kamu tidak akan menyalahkannya, kamu juga pasti akan sangat sedih, jadi dia hanya mengunci Aiko. Tentu saja, jika bukan karena Aiko terobsesi berjalan di jalan yang salah, Nona Muda juga tidak akan begini. "

Setelah mengatakan itu, Sulistio melihatku dengan hati-hati dan melihatku tidak terlalu bersemangat, dia baru menjilat bibirnya dan melanjutkan, "Nona Muda mengunci Aiko di pabrik tua di pinggiran kota, menyuruh sebagian besar dari kami melakukan pencarian, sekelompok elit kecil lain untuk mengepung daerah sekitar, sehingga ketika seseorang datang untuk menyelamatkan Aiko, mereka akan langsung menangkapnya."

“Mereka sudah datang untuk menyelamatkannya, bukan?” Aku berbisik.

Sulistio dengan berat mengangguk, berkata, "Ya, sudah datang, tapi yang mengejutkan kami adalah hanya empat orang yang datang. Organisasi ini seharusnya memiliki paling sedikit sepuluh orang, tetapi hanya tiga atau empat orang yang mau berjuang menyelamatkan Aiko. Menurutmu itu konyol tidak?"

Aku dengan dingin menatapnya, dia dengan penuh penyesalan segera menepuk mulutnya, berkata, "Maksudku, itu menyedihkan, kemudian Nona Muda menyuruh orang membunuh tiga dari mereka, meninggalkan yang terakhir hidup, dia juga yang paling lemah, tapi alasan kenapa aku mengatakan orang ini lemah karena orang ini terluka, sepertinya lengan dan kakinya terluka."

Ketika aku mendengar ini, hatiku tiba-tiba tenggelam, aku berkata, "Ini dia, itu pasti dia."

“Siapa?” Sulistio bertanya dengan aneh.

Aku berkata, "Orang yang membunuh Gerald Su malam itu, dia ditembak olehku, saat itu dia memakai topeng."

Sulistio berkata, "Jika kamu berkata begitu, aku akhirnya mengerti kenapa Nona Muda ingin membuat pria itu tetap hidup, awalnya aku pikir dia ingin menggunakannya untuk memancing orang yang menyakitimu keluar."

Aku mengangguk, berkata, "Seharusnya begitu, meskipun aku tidak yakin apa perasaan kakakku terhadap lelaki itu, tapi aku bisa yakin sata hal, lelaki itu pasti mencintai kakakku sehingga dia membawa jepit rambutnya bersamanya. Aku pikir Jessi tahu ini, jadi dia menggunakan kakakku untuk memancing orang ini, karena dia percaya pria ini pasti akan muncul."

"Kamu tadi mengatakan hanya ada empat orang yang datang untuk menyelamatkan kakakku. Aku pikir salah satu alasannya adalah karena orang-orang ini tidak menganggap kakakku sebagai bos mereka, hanya karena orang itulah mereka baru bersedia dipimpinnya. Jessi juga pasti mengerti masalah ini, tapi dia masih tetap memilih untuk menculik kakakku, karena dia hanya perlu memancing orang itu, selama ada orang itu, dia tidak khawatir menunggu orang lain datang."

Dalam hal metode serangan mental, aku pikir hanya ada beberapa orang di dunia ini yang bisa melebihi pola pikir Jessi, dia selalu bisa melihat esensi melalui apa yang terjadi dan segera membuat serangkaian rencana. Mengambil satu langkah dan menghitung sepuluh langkah. Rencana ini benar-benar membuat orang mengaguminya dari dalam hati, jika bukan karena yang dia perhitungkan adalah wanitaku yang lain, aku pikir aku akan bertepuk tangan.

Pada saat ini, pintu ruang pasien terbuka, Jessi berdiri di pintu, melihat aku bangun, dia tidak memiliki ekspresi di wajahnya, tidak tahu apa dia marah denganku karena hal sebelumnya atau tidak tahu bagaimana menghadapiku. Aku memandangnya, mendapati di pipinya ada goresan, seharusnya luka itu ditinggalkan setelah berkelahi dengan Aiko. Aku menarik napas dalam-dalam, berkata, "Jessi."

Jessi perlahan-lahan berjalan masuk, Sulistio segera berdiri, batuk dan berkata, "Jadi, aku akan pergi melihat apa obat Kakek Ergi sudah selesai."

Setelah Sulistio selesai berbicara, dia pergi meninggalkan ruang pasien. Jessi datang untuk duduk di depanku dan bertanya apa aku merasa lebih nyaman.

Aku memandangnya dan berkata, "Maaf."

Ekspresi Jessi tenang, dia berkata dengan ringan, "Kenapa kamu minta maaf padaku?"

Aku tahu dia pasti marah aku tidak memahaminya, berkata, "Aku tahu bahwa semua yang kamu lakukan adalah untukku, tapi dia sangat berarti untukku. Bahkan jika ada sesuatu yang salah dengannya kali ini, aku tidak ingin dia pergi dengan cara seperti ini, setidaknya... setidaknya tinggalkan martabat untuknya."

Jessi tampaknya tidak mendengar kata-kataku, dia juga tidak menjawabku, tetapi memulai topik lain, dia bertanya, "Berapa banyak lagi yang ingin kamu ketahui tentang kisahnya?"

Novel Terkait

 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
3 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu