Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 271 Hubungan Berakhir

Tanteku dan suaminya tiba-tiba berlutut kepadaku, sehingga membuatku terkejut. Hanya saja ketika lutut mereka belum tiba di lantai, Aiko langsung mengangkat lutut mereka, lalu mereka terpaksa berdiri tegak. Ekspresi wajah mereka penuh dengan kaget, sedangkan aku juga terhindari dari sesuatu yang janggal.

Aku berkata, “Tante, Paman, jika kalian berlutut kepadaku, berarti ingin aku cepat mati.”

Aku melirik ke Sulistio. Ia dan Mondy berjalan mendekati Tanteku dan suaminya untuk membantu mereka duduk. Sulistio berkata, “Tante, Paman, duduklah. Bukankah lebih baik kita bahas bersama dengan baik-baik?”

Mereka berdua dengan gugup mengiyakan, lalu mereka dibawa ke sofa yang berada disamping. Aku melihat wajah mereka dan bertanya apak mereka lapar? Tanteku menggelengkan kepalanya dengan wajah penuh air mata, bilang ia tidak lapar. Jika ia lapar pun, juga tidak bisa makan. Lalu ia bermohon kepadaku untuk menolong anaknya, Lucas. Pamanku juga sesekali ingin berlutut kepadaku, tetapi ditahan Sulistio.

Sejak awal, aku sama sekali tidak berbicara. Tanteku lihat aku tidak berbicara, ia sedikit panik dan mengelap air matanya, lalu ia bertanya apakah aku tidak ingin membantu mereka? Aku menyalakan rokokku, lalu berkata, "Tante, kamu mau aku membantunya, setidaknya kamu harus memberitahuku alasannya? Mengapa ia menabrak salah satu pemimpin Nanjin dan juga mengapa ia menyalahkanku, bilang aku yang menyuruhnya?"

Setelah itu, aku memandang Tanteku tanpa berpindah. Aku ingin tahu ia apakah ia akan memberitahu tahu yang sebenarnya, atau hanya tahu Lucas membunuh orang.

Ekspresi Tanteku berubah, lalu mukanya memerah. Ia mengigit bibir dan berkata, "Aku tidak tahu. Aku hanya tahu ia membunuh orang dan ucapan yang dimaksud kamu, aku sama sekali tidak mengetahuinya.

Aku merasa sedikit kecewa. Aku tahu Tantweku sedang membohongiku. Kalau begitu, kupikir sebelum ia datang kesini, ia pasti memiliki rencana. Aku terus memandang Tanteku, ia menundukkan kepalanya dan menggosok tangannya. "Alwi, aku tahu saat ucapanku saat di depan kuburan adikmu membuat kamu marah. Kamu oasti menyalahkanku, tapi aku mengucapkannya karena aku terlalu sedih kehilangan adikmu. Sebenarnya kamu tahu bagaimana aku menjagamu kan?"

Ia mengelap air matanya dan berkata, "Meskipun kamu bukan anak kandung kakakku., tapi saat kamu kecil, aku sering membawamu pergi bermain, beli makanan enak, beli pakaian. Setelah itu, kamu tidak lanjut sekolah, setiap kali kamu kembali, aku selalu membuat makanan kesukaanmu. Kadang melihat dirimu memakai sepatu rusak, aku akan segera membeli sepatu baru untukmu. Aku selalu memberikan uang kepadamu, takut kamu menolaknya, jadi aku akan menunggumu pulang, baru menghubungimu."

Semua masalah yang Tanteku katakan seperti satu-satu menusuk hatiku. Aku tahu aku masih hutang banyak kepadanya, jadi saat ia sedang mengatakan itu, aku selalu menundukkan kepalaku, aku tidak ingin ataupun takut melihat matanya. Aku takut tatapan matanya yang penuh harapan, karena hatiku mudah meluluh.

Tanteku melihat aku tidak berbicara, tiba-tiba ia bertanya, "Apakah kamu tidak ingin membantu adikmu?"

Paman memandang sedih kearahku. "Alwi, Paman hanya punya satu anak, kalau kamu ingin berterima kasih dengan kebaikan kita, aku bermohon kepadamu untuk menolongnya. Aku boleh selamanya bekerja untukmu."

Sebagian besar daerah dari negara ini, anak lah yang terpenting bagi orang tua, jadi maupun apa yang dilakukan Lucas, siapapun yang dibunuh oleh Lucas, pasti mereka tidak akan mengurusnya. Kalaupun merek tahu, karena ada orang yang memberitahu mereka jika aku mau membantu, anak mereka akan baik-baik saja, jadi mereka terus bermohon kepadaku.

Aku bertanya, “Ia membunuh orang, kalian mau aku bagaimana menolongnya? Jangan-jangan harus menggunakan nyawaku untuk menggantikan nyawanya?”

Ekspresi Tanteku dan Pamanku berubah setelah mendengar kataku, lalu aku mendengar ucapan Pamanku yang lucu, “Kalaupun kamu...membantu Lucas, dengan kemampuanmu sekarang juga bisa menolong dirimu, bukan? Orang-orang di tempat kami bilang kamu sangat hebat sekarang, bahkan salah satu pemimpin kota ini harus memanggilmu ‘Kak Alwi’, harusnya mudah jika kamu ingin terbebas dari hukuman?”

Aku tiba-tiba ingin sekali tertawa. Aku tahu meskipun Tanteku dan suaminya berpengetahuan dikit, tetapi tidak begitu bodoh. Didalam hati mereka tidak benar memikirkan bahwa aku bisa terbebas dari hukum, hanya saja demi menolong anaknya, mereka rela mengorbankan aku dan berharap aku mengingat kebaikan mereka, serta merelakan nyawaku demi anaknya.

Aku langsung mengatakan, “Aku tidak bisa melakukannya, Tante, Paman. Hidupku sudah sangat susah, jika aku benar-benar masuk penjara, aku sama sekali tidak memiliki jalan hidup. Aku tidak ingin mati.”

ku tidak ingin mati, alasan yang mudah dan sederhana, keluar dari mulutku begitu saja.

Mungkin mereka tidak terpikir bahwa aku akan menolak mereka, sehingga mereka terdiam seketika. Lalu Tanteku langsung duduk di lantai dan menunjukku sambil memarahiku, bilang aku tidak punyai hati, bilang aku membunuh keluarga Kakaknya, bilang aku hutang satu nyawa kepadanya, bilang jika aku tidak menolong Lucas, maka aku akan cepat mati.

Mendengar kata-katanya, hatiku sangat sakit, sedangkan Sulistio mereka sangat kesal. Aku menyuruh mereka untuk tidak kesal. Aku berkata dengan nada rendah, “Aku tidak akan membantunya. Kalian lupakanlah keinginan kalian. Tapi jika kalian memberitahu masalah yang sebenarnya kepadaku, mungkin aku memiliki cara lain untuk menolongnya. Terbebas dari hukuman itu tidak mungkin, tapi setidaknya ia masih bisa hidup, mungkin beberapa tahun juga akan keluar.”

Ocehan Tanteku seketika berhenti, sedangkan Pamanku bertanya kepadaku apakah itu benar. Aku mengangguk kepalaku, aku bilang aku akan menyelesaikan sebisa diriku. Baru saja Pamanku ingin berbicara, lalu Tanteku mencubitnya. “Apa yang kamu mau kita ingin katakan? Aku sudah memberitahu semua yang kutahu. Dan juga, kalau kamu tidak melakukan apapun, mengapa Lucas bisa bilang kamu yang menyuruhnya? Kamu tidak mengetahui Lucas, tapi aku sebagai Ibunya sangat tahu. Ia begitu tulus dan berbakti, nbagaimana mungkin melakukan hal seperti ini? Kurasa kamu ingin menggunakannya dan membohongnya untuk membunuh orang kan?”

Jika dari awal aku merasa Tanteku mengocehiku karena khawatir kepada Lucas, demi memaksaku untuk menolong Lucas, maka ucapan Tanteku yang sekarang benar-benar membuat diriku tidak dapat mengerti dan terkejut. Melihat wajahnya yang bijak, aku sangat curiga apakah aku salah mengenalnya? Apakah ia benar-benar Tanteku?

Paman menariknya untuk menghentikannya berbicara. Ia mendorong Paman dan berkata, “Alwi, aku memberitahumu, semua masalah yang terjadi pada Lucas disebabkan oleh dirimu. Jika kamu tidak membantunya, aku akan berbaring di jalan raya dan menghubungi polisi. Aku mau membuat namamu menjadi jelek, agar kamu tidak dapat hidup dengan tenang.”

Semua orang tidak dapat lanjut mendengar ucapanya. Sulistio berkata dengan kasar, “Ya, jika kamu lanjut berbicara lagi, aku akan merobek mulutmu.”

Sulistio memiliki aura galak, orang yang tidak mengenalnya dapat terkageti oleh wajahnya. Ekspresi Tanteku berubah setelah melihat wajah Sulistio, tapi setelah terdiam sesaat, ia menunjuk kearahku sambil bilang kalau aku sama sekali tidak berhati, bilang ia ingin tahu bagaimana aku menyerangnya.

Aku memandangnya dan terdiam, lalu berkata. “Kamu menangis dan mengomeliku, hanya karena kamu sangat mengenal diriku, tahu kalau aku tidak akan melakukan apapun kepadamu, jadi kamu berani melakukannya. Tapi sekarang aku bisa memberitahumu dengan jelas, aku menolong Lucas karena kebaikan kalian, bukan sesuatu yang wajib. Kamu jangan lupa kalau ia sekarang yang menyalahkanku sebagai tersangka. Mengapa aku harus menolong orang yang menyalahkanku?”

Tanteku terkejut melihat diriku, matanya membesar dan wajahnya memerah, sama sekali tidak ada ucapan yang keluar dari mulutnya. Sedangkan Dony mereka memiliki reaksi yang berbeda. Dari awal, mereka sangat khawatir kepadaku, takut aku akan melakukan hal bodoh setelah diocehi Tanteku, jadi semuanya terus menatapku dengan gugup. Setelah mendengar ucapanku, mereka langsung menjadi santai dan tenang.

Paman berkata, “Alwi, Tantemu terlalu takut, jadi mengatakan ucapan yang seperti itu, semoga kamu jangan menyimpannya dalam hati. Jangan salahkan Tantemu, aku bermohon kepadamu untuk membantu Lucas. Yang penting ia tidak terkena hukuman mati, agar kami berdua memiliki harapan.”

Tanteku kesal dan memarahi Pamanku. Pamanku marah dan mendorongnya hingga terjatuh di lantai. “Kamu yang bodoh. Apakah kamu masih tidak mengerti? Orang-orang yang mengancam kita itu tidak akan membantu kita, jika kamu mengikuti perintah mereka dan memaksa Alwi, lalu Alwi menggunakan nyawanya untuk membantu Lucas, keluarga kita tidak akan mudah kabur dari kesialan.”

Tanteku langsung terdiam sambil mengelap air matanya, “Kalau memang seperti itu, juga lebih baik kita mati bersama, dibanding ia mati sendirian didalam. Jika ia tidak menemukan kita, bukankah ia sangat kesepian?”

Paman menghela nafas dan menangis. Sedangkan aku juga merasa tidak enak karena ucapan Tanteku.

Paman berkata, “Alwi, aku beritahu kepadamu yang sebenarnya. Hari ini kedatangan kita memang diperintah orang lain. Orang itu menyuruh kita untuk menyarimu, menggunakan cara balas budi, kamu tidak akan tidak mengurus kita dan jika kamu benar-benar bertanggung jawab atas masalah ini, dengan kemampuanmu, pasti kamu akan terbebas, jadi kita berani menyarimu.”

Aku bertanya, “Bagaimana dengan Lucas? Mengapa ia bisa melakukan hal bodoh seperti ini?”

Paman memukul pelan dadanya sambil berkata, “Semua harus disalahkan kepadanya. Setelah ia kuliah, ia jadi suka berjudi. Dari kuliah hingga sekarang, ia diam-diam memiliki hutang yang banyak. Setiap hari kreditor datang menyarinya dan menginginkan nyawanya. Ia tidak punya jalan lain lagi, baru memberitahu kita dan kita tidak memiliki uang begitu banyak. Bayar hutang sedikit, tidak cukup untuk membayar bunganya. Hutang ini memang seperti bola salju, semakin berguling semakin besar. Lalu ada beberapa orang yang muncul, sering meminjamkan uang kepadanya. Padahal ia sudah berniat untuk tidka berjudi lagi, setelah melihat ada orang yang meminjamkan uang, ia berjudi lagi. Makin main makin kalah, sehingga hutangnya makin banyak. Akhirnya ada orang yang bilang ingin membunuh kita sekeluarga, ia baru takut dan berlutut kepada orang, bilang ia akan melakukan apapun. Lalu orang itu menyuruhnya...”

Paman menggelengkan kepalanya dan berkata, “Aku sudah tahu kalau anak itu akan berakhir seperti ini, seharusnya aku membeli pestisida untuk diminum kita sekeluarga, agar mati bersama.”

Setelah selesai bercerita, Pamanku menangis sambil menutup wajahnya. Pria dewasa dengan umur lima puluh tahun lebih menangis seperti itu, membuat hatiku sangat sedih. Tanteku juga terus menangis, ia bilang bahwa orang itu sengaja menipu Lucas dan juga bilang semua ini berkaitan dengan diriku.

Tidak perlu dikasih tahu siapa teman yang meminjamkan uang kepada Lucas, sudah diketahui pasti ini semua rencana dari Johan. Meskipun tidak direncanakan Johan, apakah Lucas bisa berhenti berjudi?

Bukankah tidak mungkin?

Hanya saja aku tidak akan mengucapkan kata-kata itu kepada mereka. Aku memandang mereka sambil berkata, “Aku akan membantunya sebisa diriku. Kalau bisa ditolong, aku akan menolongnya. Kalau tidak bisa, aku juga tidak merasa bersalah. Dan juga setelah masalah ini berlalu, mau kalian hidup atau tidak, sama sekali tidak berkaitan dengan diriku. Lain kali, hubungan kita sudah berakhir.”

Novel Terkait

Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
4 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
4 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
4 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu