Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 667 Menolak Kebaikan yang datang

Begitu tiba di kuburan, aku berlutut di depan makamnya orangtuaku, bersujud sampai ke tanah dan berkata, "Ayah, ibu, putra kalian ini tidak berbakti baru hari ini datang menemui kalian. Putra kalian ini tidak berbakti dan sampai sekarang masih belum menemukan mayat adiknya. Tapi kalian tenanglah, aku tidak akan menyerah, aku pasti akan mengambil kembali tubuhnya yang dicuri itu dan bagaimanapun pasti akan membayarkannya!"

Ketika mengatakannya, aku melihat ke arah sisi makamnya Lidia, teringat pada suara dan senyumannya. Aku pun berbisik, "Lidia, kakak sangat merindukanmu ..."

Setelah menaruh barang-barang persembahan untuk leluhur, orang tua serta adikku, dan selesai membakarkan kertas tersebut, aku pun membawa saudara-saudaraku kembali ke rumahku. Setelah kita tiba, aku pun baru menyadari bahwa rumahku dikelilingi oleh orang-orang. Wajah kukenal yang dulunya tidak bersahabat dan memperlakukanku dengan tidak baik itu membawa senyuman menganjung. Semua orang pun berinisiatif untuk menyapaku dan mengundangku untuk makan ke rumah mereka.

Melihat wajah-wajah sombong ini, aku pun dengan lembut berkata, "Semuanya tolong pulanglah. Aku sudah berjanji dengan kepala desa untuk makan di rumahnya.”

Si kepala desa tua ini awalnya menyarankan para penduduk desa untuk kembali dan meminta mereka untuk tidak mengganggu istirahatku. Setelah mendengarkan perkataanku, dia pun segera mengatakan benar dan bilang bahwa makanan di rumahnya sudah hampir siap. Hasilnya, semua orang dengan tidak tela membubarkan diri.

Kepala desa itu dengan tidak enak berkata kepadaku, “Alwi, maafkan atas diriku yang tidak berguna ini. Kepala desa-lah yang telah membuatmu kesulitan. Aku awalnya berpikir bahwa orang-orang ini selalu memandang rendah dirimu dan dengan mulut jahat mereka yang mengata-ngataimu. Makanya aku ingin memberi pelajaran kepada mereka dan membiarkan mereka tahu bahwa kamu adalah Alwi, supaya mereka tidak akan berani bersandiwara di depanmu. Siapa yang akan tahu kalau... mereka ini malah mengakali sendiri untuk berlari kemari. "

Aku tertawa dan berkata, "Kepala desa, tidak ada salahnya. Ayuk kita pergi, aku akan mentraktirmu dan bibi untuk pergi makan ke restoran di kota. Oh iya, masih harus memanggil paman Wang dan paman Li mereka orang."

Paman Wang, Paman Li, dan beberapa paman lainnya adalah teman ayahku yang tidak begitu banyak di desa ini. Mereka juga sangat mempedulikanku dengan adikku, telah banyak membantu kami dan karena itu juga telah banyak dijadikan sasaran orang-orang. Lagipula, dilingkungan dimana semua orang menindas kami, tiba-tiba muncul beberapa orang yang tidak menindas kami. Sehingga terlihat bahwa orang-orang ini tidak cocok dan tentu saja tidak akan disukai.

Kepala desa berkata, "Aku tidak akan sungkan denganmu ya. Tetapi beberapa dari mereka telah pergi bekerja demi mendapatkan uang untuk membelikan rumah bagi putra mereka, sehingga mereka tidak berada di rumah. Kamu pun juga tahu bahwa harga rumah di kota begitu mengerikan, dan anak-anak muda di desa ini pada pergi bekerja keluar dan tidak ada yang rela tinggal di sini dengan hidup bertani, sehingga mereka semua pun pergi ke luar kota. Kecuali beberapa yang yang hidup dengan lumayan, kebanyakan dari mereka hidup dengan sangat keras. Mengandalkan uang mereka yang sedikit itu juga kemungkinan tidak akan dapat membeli rumah di kota. Jika tidak ada rumah, menikah pun belum tentu bisa terwujud. Makanya, banyak orang di sekitar sini pada pergi bekerja demi menghasilkan uang untuk anak mereka.”

Aku mengangguk kepalaku dan mengingat masalah ini dalam hatiku. Seperti kata dalam sebuah pepatah, kebaikan yang kecil akan mendapatkan pembalasan yang besar. Aku tidak akan memperbaiki jalan demi membawakan kehormatan bagi nenek moyangku, tetapi malah melupakan bantuan bertahun-tahun beberapa orang itu. Jika aku melupakannya, maka ini sama saja dengan tidak mengutamakan hal yang penting.

Ketika memikirkan hal ini, aku meminta beberapa hal di telinganya Samuel dan dia pun segera menemukan orang-orang untuk melakukannya.

Karena permintaan tegas dari kepala desa, maka makan siang diadakan di rumahnya. Selain itu, yang dikatakannya bahwa dia tidak akan sungkan denganku bukannya memintaku untuk mentraktirkannya di kota, melainkan memintaku untuk memesan sayur dan ketika pulang, membiarkan istri dan menantunya untuk memasak di dapur.

Aku pun tidak menolak kebaikannya. Sejujurnya, begitu banyak tahun yang berlalu dan aku pun juga merindukan masakan kampung halamanku.

Ketika waktunya makan, aroma masakan kampung halaman yang akrab ini hampir membuatku menangis. Selain itu, karena makan ini, karena kepala desa tua, gambaran diriku yang pernah ditindas sebelumnya, tampaknya sudah perlahan-lahan menghilang dan digantikan dengan beberapa gambaran yang tidak begitu banyak, tapi malah merasakan kehangatan dalam kesedihan itu.

Setelah kami makan dan minum hingga puas, aku memberikan beberapa kertas angpao kepada kepala desa tua. Dalam masing-masing kertas angpao tersebut terdapat sebuah kartu bank. Masing-masing kartu bank tersebut terdapat saldo empat ratus juta rupiah. Tentu saja, ada sebuah kartu dengan saldo yang lebih bayak dari beberapa kartu ini. Kartu itu digunakan untuk menyediakan dana bagi perbaikan jalanan dan jembatan.

Si kepala desa itu berkali-kali menggelengkan tangannya dan berkata, "Ini terlalu banyak. Aku tidak bisa menerimanya. Aku tidak bisa menerimanya. Bahkan jika ini termasuk untuk memperbaiki jalanan, aku juga tidak memiliki kewajiban untuk menyimpan uang ini. Kamu sebaiknya memberikan kepada atasan."

Melihat si kepala desa tua yang polos ini, aku pun tersenyum dan berkata, "Kepala desa, kamu tidak perlu menolaknya. Aku akan mengatakan yang sebenarnya kepadamu. Ketika aku datang kemari, aku sudah menyapa para atasan itu dan meminta mereka untuk jangan menggangguku dan juga untuk jangan ikut campur dalam masalah ini. Sejak awal, aku berencana untuk membuatmu yang bertanggung jawab penuh. Dari beberapa kartu ini, yang satu ini untukmu, dan yang lainnya aku akan merepotkanmu untuk diberikan kepada paman Wang mereka orang. Uang ini tidak seberapa, tetapi uang ini tidak akan menjadi masalah untuk membayar uang muka putra mereka. Satu lagi, beri tahu mereka bahwa jika putra mereka ingin mencari pekerjaan di Nanjin, minta mereka untuk menghubungiku saja. Jika aku dapat membantu, aku pasti akan membantu. "

Ketika kepala desa melihatku bersikap begitu tegas, dia pun juga tidak menolaknya. Orang tua ini pun menangis dan berkata, "Ini… bagaimana mungkin kami berani menerimanya. Kamu dulunya adalah bocah yang tidak menikmati dan tidak bahagia di desa ini. Sepuluh tahun pun berlalu, semua kenangan yang kamu dapatkan di desa ini adalah kenangan yang buruk. Tetapi kamu begitu baik, kamu tidak hanya tidak mencari, tetapi malah membalas kejahatan dengan kebaikan. Aku bahkan benar-benar tidak tahu apa yang sebaiknya kukatakan. "

Aku tersenyum dan berkata, "Siapa bilang aku tidak mencarinya? Aku yang memiliki kekuatan bukankah akan melakukan pembalasan untuk orang-orang ini?"

Setelah si kepala desa mendengarkannya, dia pun terbahak-bahak, menggenggam tanganku dan berkata, "Alwi, terima kasih. Sungguh, meskipun aku tidak tahu apa yang sedang kamu lakukan di luar sana dan juga tahu bahwa diriku tidak pantas untuk mempedulikannya, tapi aku masih ingin mengatakan sbeberapa kata denganmu. Jangan mencemar nama orangtuamu, paham?”

Aku tahu bahwa ketika aku sekaligus mengambil begitu banyak uang, kepala desa pun kurang lebih akan mencurigainya. Tetapi aku tidak menyalahkannya. Bagaimanapun juga, baginya, jumlah uang-uang ini sungguh besar.

Aku tersenyum dan berkata, "Kepala desa, kamu tenang saja, aku pastinya tidak akan mencemar nama orangtuaku. Aku akan membicarakan yang sebenarnya kepadamu, aku ada membuka perusahaanku sendiri di Nanjin, Hangzhou, dan juga di daerah utara. Uang yang kuhasilkan adalah uang yang layak kudapatkan. Kamu ambil saja uang ini, tenang saja! "

Setelah si kepala desa itu mendengarkannya, dia mengangguk dengan puas dan berkata, "Masa depanmu cerah nak."

Jadi dengan begitu, aku lagi-lagi berbincang dengan si kepala desa tua itu. Karena masih ada sesuatu yang harus kulakukan di Nanjin, makanya aku tidak lagi menetap disana. Pada hari itu, aku pun kembali ke Nanjin bersaman dengan Samuel mereka orang.

Sebelum pergi, hampir semua tetangga pada datang kemari. Semua orang dengan ramah mengambil keluar masing-masing barang keluarga mereka dan memberikannya kepadaku. Mereka pun memintaku kembali lagi ketika aku memiliki waktu dan masih ada orang yang meminta nomor ponselku, yang penting ada maksudnya. Melihat senyum palsu para orang-orang ini, Samuel pun berkata, "Aku benar-benar tidak mengerti. Mereka adalah orang-orang yang sama-sama lahir di tanah ini, tapi mengapa perbedaannya bisa sejauh ini? “

Aku pun tahu apa maksudnya, tersenyum dan berkata, "Di mana tempat itu ada orang, akan ada warna hitam dan baik, dimana ada yang baik dan jahat. Hanya saja di dalam desa ini, mana yang baik dan mana yang jahat dapat dengan sangat jelas terlihat dari warna hitam-putih. Pada delapan diagram taichi, warna hitam dan putih juga saling berdekatan, bukan? "

Samuel mengangguk kepalanya dan berkata, "Memang kak Alwi yang memahaminya."

Aku sekilas meliriknya ke samping dan berkata, "Pergilah. Sudah mulai bisa mengejekku, ya?"

“Mana berani aku, " kata Samuel sambil membuka pintu mobil. Aku pun naik ke dalam mobil dan berkata, “Simpanlah barang-barang mereka."

Samuel pun sedikit terkejut. Aku pun langsung berkedip kepadanya dan berkata, "Kemudian berikan kepada kepala desa tua itu atas namaku."

Samuel pun memahaminya, mengangguk dan mulai bekerja.

Ketika penduduk desa ini mendengar bahwa aku telah menerima hadiah mereka, satu per satu dari mereka pun merasa bahagia. Mereka pun segera menyiapkan diri untuk berkata kepadaku agar dapat membantu mereka. Tetapi ketika mereka melihat Samuel memberikan barang-barang tersebut kepada kepala desa, satu per satu wajah mereka menjadi buruk. Meskipun orang-orang ini tidak berpengetahuan, tapi mereka tidak bodoh. Tentu saja mereka tahu bahwa aku sedang memukul wajah mereka, tetapi apa yang bisa mereka lakukan? Tidak peduli seberapa enggan mereka, mereka pun juga tidak akan berani berlari kemari untuk meminta ganti ruginya .

Melalui jendela mobil, aku dapat melihat beberapa orang ini yang marah tapi tidak berani berkata apa-apa. Hatiku pun merasa sangat nyaman. Aku pun berpikir bahwa aku bisa berkata kepada orangtuaku. adikku dan diriku sebelumnya yang telah ditindas oleh orang-orang itu, tapi juga tidak bisa berbuat apa-apa, "Aku sudah membantu kalian membalaskannya. Kebencian ini memang agak telat untuk dikeluarkan, tapi akhirnya bisa keluar juga."

Dalam perjalanan, hatiku terdapat sebuah kebebasan yang tidak bisa kugambarkan. Samuel pun bertanya mengapa aku terkikik.

Aku berkata, "Samuel, aku sebelumnya tidak pernah berpikir bahwa uang itu adalah benda yang begitu bagus. Sebelumnya, aku ingin menjadi kaya, tetapi gagasannya masih sangat sederhana, yaitu jika punya uang, aku bisa membiarkan adikku melewati hidup dengan baik. Hari ini aku baru menyadari bahwa saat kamu beneran memiliki uang, kamu dapat dengan sembrono membantu orang yang ingin kamu bantu, melakukan hal yang kamu inginkan. Selain itu, perasaan seperti itu juga lumayan enak. "

Samuel pun tersenyum. "Kak Alwi, uang itu memang adalah benda yang bagus. Namun, tidak semua orang kaya itu bermurah hati sepertimu."

Aku dengan lembut berkata, "Yang aku inginkan bukanlah kemurahan hati, melainkan kebajikan."

“Kebajikan?”

"Iya." Aku pun mengangguk kepalaku dan berkata, "Orang yang bajik itu akan menjalankan hidup mereka dengan bahagia dan puas dibandingkan orang-orang yang sering membunuh dan melihat darah seperti kami ini."

Saya menggelengkan kepala dan berkata dengan lembut, "Lupakanlah. Bahkan jika aku menginginkannya, kebajikan pun tidak ada hubungannya denganku. Tidak ada gunanya membahas hal ini. Selain itu, aku dilahirkan di neraka dan tidak pernah sekalipun berpikir untuk terbang ke surga."

Samuel terdiam sesaat dan berkata, "Tapi, yang mana adalah neraka dan yang mana adalah surga? Siapa juga yang bisa membedakannya? Di pandangan orang-orang seperti kami, mengikuti kak Alwi itu seakan pergi ke surga."

Aku memandangnya pun berkata sambil tersenyum, "Samuel, aku menyadari bahwa mulutmu semakin lama semakin manis."

Samuel pun tersenyum dan berkata, "Bukankah karena aku telah lama bersama dengan kak Alwi. Semua orang akan terpengaruh dengan apa yang mereka lihat dan dengar, bukan?"

Aku pun tersenyum dan bertanya, "Apakah kamu ini sedang memujiku atau menghinaku? Kenapa aku tidak memahaminya, ya?"

Samuel dengan gembira berkata, "Kak Alwi, aku sungguh tidak ingin dihajar."

“Sial, ternyata kamu sedang menghinaku ya?”

“…”

Setelah kembali dari kampung halaman untuk bersembahyang, aku seakan telah melepaskan beban yang berada di hatiku dan merasa diriku menjadi sangat tenang. Dalam perjalanan pulang, suasana hatiku pun sangat baik. Sampai di Nanjin, aku dan Samuel berkumpul dengan Dony Yun untuk pergi makan.

Dony Yun bertanya, “Perjalanan pulang hari ini lancar, bukan?”

Aku mengangguk kepalaku dan berkata, “Lancar.”

Dony Yun berkata, "Baguslah kalau lancar. Oh iya, aku akan menunjukkan sesuatu kepadamu. Hari ini ada orang yang mengirim ke splendid."

Dia mengatakannya sambil mengambil keluar sebuah dokumen. Aku membuka dokumen itu. Ternyata itu adalah buku pergantian saham Aisyah Club. Aisyah Club pertama kali didirikan oleh Claura. Setelah beberapa kali mengalami kemajuan dan kemunduran, pada akhirnya jatuh ke tangan Dony Yun dan dia pun pada akhirnya memberikannya kepadaku.

Namun, setelah si Alwi palsu berpura-pura menjadi diriku, dia pun menyerahkan Aisyah Club ini kepada Widya. Pada hari ini, buku pergantian saham ini malah telah dikirimkan ke tanganku. Mungkinkah...

Aku dengan hati-hati membalikkan kontrak tersebut dan menyadari bahwa Widya malah memberikan lima puluh persen saham tersebut. Wanita ini, sedang memainkan kebaikan sandiwara yang mana, ya?

Sebelum aku bisa memahaminya, Dony Yun pun berkata, "Langit tidak akan mengecewakan orang yang tekun. Sepertinya ketulusanmu itu telah membuat matanya wanita ini terbuka."

Aku klik lidahku dan berkata, "Mengapa aku merasa bahwa perkataan Dony Yun ada makna yang lain, ya?"

Dony Yun tersenyum dan berkata, "Adakah? Kalau begitu kamu pasti telah salah mendengarkannya."

Melihatnya yang sedang tersenyum, aku pun merasa agak pasrah. Sepertinya dia sama dengan Samuel, sama-sama merasakan bahwa Widya tertarik denganku. Tetapi, apakah ini mungkin?

Aku pun melihat buku pergantian saham tersebut. Widya sudah menandatanganinya dan di dalamnya terdapat selembar kertas. Aku mengambil keluar kertas tersebut dan hanya melihat tulisan diatasnya. "Aku tidak memberikanmu pergantian saham ini dengan kosong. Tetapi, biaya pergantiannya sudah kuterima… Bebek asin itu sangat enak. "

Sebuah Bebek asin untuk menggantikan sebuah klub hiburan yang berharga dua puluhan miliar rupiah? Ini benar-benar adalah transaksi yang menguntungkan.

"Bagaimana? Apa ada sesuatu yang ingin kamu katakan?" tanya Dony Yun dengan wajah penuh senyum .

Aku dengan lembut berkata, "Menurut perasaanku, wanita adalah makhluk yang emosional dan mudah untuk ditipu. Makanya, karena telah menipu mereka, mau itu benaran atau bohongan, mereka pun akan ditipu seumur hidup. Berteman dengan Widya seumur hidup juga lumayan enak."

Juga hanya teman saja.

Novel Terkait

Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
3 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
4 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu