Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 726 Dipukul sampai bicara

Jam menunjukkan pukul 21:00, aku dan Samuel beranjak pergi dari taman, baru saja naik ke dalam mobil, dengan spontan dia berkata padaku : “Kak Alwi, aku mendapat kabar dari sana, katanya Pimpinan Perusahaan Asuransi sudah selesai makan.”

Aku mengangkat alisku, meregangkan pinggang dan menguap, kemudian berkata : “Di sini sudah beres, sudah waktunya giliran di sana, tidak mungkin kita terus membuang waktu dan tenaga untuk mengurus orang itu, sangat merugikan sekali.”

Samuel hanya tersenyum tanpa berbicara, ketika melewati lapangan latihan yang sedang dibangun, dia mulai bercerita kepadaku, bahwa dengar dari mereka, pada saat latihan peledakan, dan banyak pergerakkan saat itu, Pimpinan terkaget sampai mengompol di celananya.

Aku tersenyum, dan berkata : “Seperti kata pepatah, dia yang tidak pernah berbuat salah kepada orang lain, tidak akan takut ketukan di malam hari, jika pergerakan hari itu lebih hebat lagi, orang biasa juga tidak akan terkaget, 80% pasti manusia itu berpikir bahwa nyawanya akan dijemput.”

Samuel tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan itu, dan berkata : “Hari itu orang-orang kita mengantarkan celana untuk manusia itu, tapi sepertinya, celana itu tidak akan muat untuk hari ini.”

Aku dan dia saling menatap, kemudian kami pun tertawa.

Kenapa Samuel bisa berbicara demikian, karena malam ini dia sudah menyuruh orang untuk menaruh obat pencahar di dalam makanan Pimpinan itu, aku yakin Pimpinan itu pasti sudah melahap makanan untuk beberapa hari kedepan, apalagi dengan lauk yang begitu menggugah selera, tentu saja, dia tidak mungkin tidak menyadari bahwa ini bisa saja jadi “makan malam terakhir”, tapi memang ada beberapa orang seperti ini, di mana di saat dia merasa putus asa, dia akan menyerahkan semua perlawanannya, jadi dia tidak akan memikirkan apakah ini perjamuan terakhir atau bukan, karena mereka hanya berpikir yang penting sudah makan dan minum dengan cukup, bagaimanapun, sejak dari zaman dahulu, tidak ada yang rela menjadi hantu kelaparan.

Tapi, mati? Tidak, bagaimana aku bisa membiarkan dia mati? Ini terlalu gampang untuknya! Aku ingin menyiksanya, agar dia tahu apa yang arti dari tidak bisa mati, dan tidak bisa hidup, aku ingin melihat dia, sejauh mana dia bisa bertahan menutup mulutnya.

Beberapa hari yang lalu, aku masih tidak yakin dia bisa melewati siksaan kami, tapi setelah sekian lama menahan dan menunggu, sekuat apapun ketahanan orang ini, pasti akan runtuh juga, maka dari itu aku cukup yakin untuk membuka mulutnya.

Kami akan segera sampai di tempat tujuan, kami sudah mendapat kabar bahwa orang-orang kami sudah lebih awal tiba di sana dan menunggu, begitu sampai, kami segera pergi ke ruang tahanan yang ada di ruang bawah tanah, Pimpinan ini dikurung di sebuah ruangan gelap, di dalam terdapat toilet portable, walau bagaimanapun, kami masih mempunyai hati nurani, tidak mungkin membiarkan tahanan buang air kecil atau besar di tanah, maka dari itu, kaki tangan Pimpinan tidak kami ikat, dia masih bisa bergerak bebas di sini, pada jam makan kami akan memberinya makan dan minum, tentu saja di sini sudah ada orang yang mengawasinya selama 24jam, untuk mencegah dia agar tidak bunuh diri, jika dia bunuh diri, bukankah penangkapanku sia-sia?

Tapi hari ini berbeda, hari ini anak buahku mengikatnya di kursi, pada saat aku masuk, aku melihat wajahnya yang tidak enak dipandang, dan aku juga mendengar suara “grucukk..grucukk”, sepertinya suara perutnya yang sedang memberontak.

Usia Pimpinan ini sudah 50 th lebih, tapi perawatannya sangat bagus, bagaikan Lang Xianping (sebuah nama tokoh). Dia bahkan menghadiri pernikahan Dony Yun, dan masih mengenali aku, begitu aku masuk, dia menggertakkan gigi dan memanggilku : “Alwi!”

Aku mengangkat alisku dan berkata : “Sepertinya kamu terawat baik oleh kami, kamu masih sangat energik.”

Saat ini wajahnya terlihat pucat, mungkin dia baru menyadari, bahwa sekarang dia bagaikan seekor belalang yang ada di genggamanku, sewaktu-waktu bisa terinjak mati olehku, raut ketakutan muncul dari matanya, berkata : “aku……kamu……aku……ingin ke toilet!”

Pada saat ini dia benar-benar kehabisan tenaganya, aku rasa dia membentakku tadi karena dia sudah menyadari, bahwa aku sudah menyuruh orang menaruh obat pencahar di dalam makanannya, dan sekarang perutnya sedang memberontak, tapi dia tidak bisa ke toilet, dia mulai panik, dan membuatnya emosi, tapi seketika dia mengendalikan emosinya, dia tidak berani membentakku, dan bahkan dia memohon padaku.

Pimpinan ini, tidak mungkin dia berak di dalam celana kan? Orang seperti dia, pasti tidak ingin mempermalukan dirinya, apalagi di depan musuh sepertiku, mau taruh di mana mukanya? Tapi semua orang juga tahu, sakit perut tidak bisa ditahan, tiba-tiba, terdengar suara kentut dari Pimpinan, dari baunya aku bisa tahu, sedikitnya ada kotoran yang sudah keluar di celananya.

Raut wajahnya berubah, para saudaraku semua menunjukkan ekspresi jijiknya, satu per satu menutup hidungnya, begitu pula aku, berkata : “Astaga, aroma ini.”

Wajah Pemimpin itu sudah mulai menghijau, dia berkata : “Aku mohon, izinkan aku ke toilet.”

Selesai dia berbicara, suara kentut kembali terdengar, cepat-cepat aku berkata : “Cepat buka pintunya, kalau tidak kita semua akan mati di sini, aishh…Pimpinan, kentutmu bagaikan gas beracun!”

Selesai aku berbicara, Samuel dan lainnya pun tertawa, aku melihat wajah Pemimpin itu sudah mau nangis, wajahnya memerah, aku rasa dia tidak pernah dipermalukan seperti ini. Aku merasa sudah cukup aku mengerjainya, melihat dia begitu tidak berdaya, aku pun berkata : “Ingin ke toilet? Ingin pakai celana baru?”

Dia menganggukkan kepala dan berkata : “Ingin.”

“Ingin ya, baiklah, kalau begitu beritahu aku apa yang kamu ketahui.” tawa ku.

Dia menggelengkan kepala, berkata : “Kak Alwi, aku tidak tahu apa-apa, aku hanya seorang pengusaha saja, aku tidak tahu kenapa anda menangkapku, aku dituduh, Kak Alwi!”

Dia bahkan memanggilku Kak Alwi.

Aku tertawa melihat dia, dia tidak bisa berkutik dengan pandangan tajamku, tapi kentut itu, bukan, lebih tepatnya kotoran itu sudah tidak bisa tertahankan, di dalam ruangan ini semua sekutuku menahan, dan memarahinya, wajah Pimpinan itu semakin memerah, bahkan air matanya sudah mulai menggenang di matanya, Samuel berkata : “Kak Alwi tidak mungkin menangkap orang nganggur, kamu pikir jika tidak ada hal penting, kami akan menangkapmu?”

Aku mengecap mulutku, dan berkata : “Oh iya, dari tadi bercengkrama denganmu, aku tidak tahu nama mu.”

Dengan pasrah dia menatapku dan berkata : “Kak Alwi, namaku Arief Yao, aku hanya pengusaha biasa, baiklah, aku akui, aku menerima konsekuensi karma cintaku, aku pernah memelihara mahasiswa, dan juga anak-anak di bawah umur, tapi aku tidak pernah memprovokasi anda.”

Aku tersenyum dingin, berkata : “Tidak akan jujur, jika tidak menghadapi kenyataan yang suram.”

Selesai berbicara, aku menunjuk dia dan berkata : “Tolong carikan aku sebatang kayu, jangan terlalu besar, seukuran dengan jempol kalian saja sudah cukup.”

Seseorang segera mencari kayu untukku, semua orang kebingungan, mereka tidak tahu apa yang hendak aku perbuat dengan kayu tersebut, mereka mengira aku ingin memukul orang dengan kayu itu, dan sementara Arief Yao gemetaran sekujur tubuh, terdengar suara “pu…pu…pu…”, satu ruangan penuh dengan aroma yang mengenaskan ini.

Tidak perlu waktu lama, seorang kembali dengan kayu di tangannya, berkata : “Kak Alwi, ini kayunya.”

Aku melambaikan tangan, aku tidak menangkap kayu yang diberikan, berkata : “Datang dua orang, angkat orang ini, dan lepaskan celana orang ini, pakai kayu ini……sumbat dia.”

Meskipun mereka mengerti instruksi aku, tapi mereka hanya bisa menatap dengan kaget, tidak bergerak, dengan penuh malu Arief Yao berkata : “Alwi! Sialan kamu! Kenapa kamu begitu tega? Orang sudah diare, tapi kamu masih tega nyumbat pakai kayu? Apa kamu masih manusia?”

Sambil berbicara, dia pun menangis, aku tahu, orang ini merasa malu telah dipojokkan olehku, apalagi dengan tekadnya tadi, dia tidak ingin menangis, aku tidak menghiraukannya, kemudian aku meneriaki orang-orang yang terdiam tadi : “Kenapa diam saja? Apa karena kotor?”

Para anak buah sangat patuh, mereka tahu aku tidak bercanda, dan juga tidak merasa jijik dengan perintah ini, satu per satu berjalan ke depan, dan berkata : “Tidak kotor, tidak kotor.”

Tiga orang sudah di depan, satu orang melepas ikatannya, dan dua orang itu membuka celananya, dan dua orang lagi berdiri di sampingku, mereka terlihat seperti mau muntah, jujur saja, aku sendiri merasa sangat jijik.

Arief Yao tidak berdaya, berteriak : “Lepaskan aku! Lepaskan aku! Lebih baik dibunuh daripada dihina! Kalian seperti ini, lebih baik bunuh saja aku…..arg!”

Suara teriakan terakhirnya, bagaikan jeritan seekor babi yang hendak di potong, karena anak buahku sudah bergerak, dia pasti tidak pernah merasa sehina ini seumur hidupnya, dengan acuh tak acuh aku berkata : “Arief Yao, apakah begitu nikmat berak di celana dan disumbat secara hidup-hidup?”

Arief Yao teriak sambil menangis : “Dasar bajingan, lebih baik bunuh saja aku!”

Aku mencibir dan berkata : “Jika kamu benar-benar berani mati, kenapa tidak bunuh diri saja? Aku menguncimu di ruangan ini, selain di hari pertama, aku tidak pernah mengikatmu, kamu bebas, kamu bisa menabrakan diri ke dinding, tapi kenapa kamu tidak melakukannya?”

Rasa sakit Arief Yao bagaikan disayat-sayat, dengan bercucuran air mata dia menatapku, aku melanjutkan cibiranku : “Kamu tidak ingin mati, iya kan? Kamu berharap tuanmu akan datang untuk menyelamatkanmu, iya kan? Tapi sayangnya, tidak ada yang peduli dengan hidup dan matimu, kamu tidak ingin mati, tapi juga tidak bisa melarikan diri, terus apa yang akan kamu lakukan?”

Dia tidak bersuara, aku mengedipkan mata ke orang yang membawa kayu itu, dia melempar kayu itu, kemudian diiringi suara tangisan Arief Yao, aku berkata : “Aku Alwi, aku tidak punya apa-apa, tapi aku punya waktu yang banyak, jika kamu masih saja tidak ingin membuka mulutmu, baiklah, hari ini kita sampai di sini saja, kemudian kamu akan kami ikat, dan jika waktunya makan, kami akan memberimu makan dan juga obat pencahar, jika kamu tidak ingin memakannya, tidak apa-apa, biar kamu kelaparan! Dan kayu ini, akan aku simpan, khusus untuk ‘melayani’ mu!”

Mendengar kata-kata ini, wajah Arief Yao pucat pasi, akhirnya, pada saat dia sudah tidak berdaya, dia berkata : “Aku…aku masih bisa mengatakannya?”

Semua orang menatapku dengan penuh kagum, mereka pasti tidak habis pikir aku bisa membuatnya buka mulut, apalagi mereka sudah mencoba banyak cara tapi tidak membuahkan hasil.

Aku tahu alasan kenapa dia akhirnya buka mulut, pertama karena dia sudah lama ditahan di sini, dia sudah tidak berdaya lagi, dan orang ketika sudah tidak berdaya akan sangat mudah dikalahkan, kedua aku sangat mengerti orang-orang seperti dia, dia sangat menghargai martabatnya, dan aku menjatuhkan martabatnya bagaikan sampah, ditambah lagi dia sudah putus asa, ini adalah jurusku.

Aku menyuruh orang-orangku untuk menghentikan pekerjaan kotor ini, Arief Yang terbaring tidak berdaya di sana, dan dia sangat malu, belum lagi dia tidak bisa menahan kotoran yang terus mengalir. Jangankan sekarang, di waktu biasa saja obat pencahar ini bekerja sangat efektif, membuat orang sangat tidak nyaman, aish…jika kamu tanya kenapa aku bisa begitu paham dengan hal ini? Aku bodoh, aku hanya menebak saja!

Arief Yao sudah mempermalukan keluarganya, tapi mau gimana lagi, setelah beberapa saat kemudian : “aku……aku bekerja untuk Vicky Hu.”

Aku bergumam dalam hati, aku sudah menolak Vicky Hu, dan aku tidak pernah menyangka Vicky Hu yang melakukan ini, tapi sekarang……

Aku mengerutkan keningku dan berkata : “Apa benar yang barusan kamu katakan? Jika kamu bohong, kamu akan tanggung akibatnya!”

Arief Yao tersenyum getir dan berkata : “Benar, aku tidak bohong, jika kamu tidak percaya, kamu bisa ke rumahku dan temukan sebuah catatan di dalam brankasku, di sana ada nomor telponnya, dia menghubungi aku dengan nomor itu, aku tidak berani menyimpan nomor itu di ponselku, dan dia juga menyuruh orang untuk menyadap ponselku, jika bukan karena kepintaranku, aku tidak akan bisa menyimpan nomornya.”

Novel Terkait

My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
3 tahun yang lalu
Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
4 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
3 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
4 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
4 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
3 tahun yang lalu