Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 297 Bahaya

“Aku sudah datang kesini dan aku tidak berencana untuk keluar hidup-hidup, jadi aku tidak keberatan membawa beberapa orang untuk dikubur bersamaku.”

Setelah aku selesai mengatakan ini, beberapa orang yang masih ingin bangkit dan terus memukuliku tiba-tiba menunjukkan ekspresi ketakutan. Lagi pula, tidak ada yang tidak takut mati, apalagi orang-orang ini tampaknya bukan orang jahat, aku perkirakan mereka semua sedang menunggu untuk keluar.

Aku tidak mengerti. Jika pihak musuh ingin berurusan denganku, kenapa tidak mengatur beberapa orang yang kuat untuk tinggal di sel yang sama denganku, dan malah mengatur prajurit lemah ini untuk menggertakku? Aku benar-benar merasa dihina oleh orang lain, tetapi alih-alih menganggap enteng, aku lebih memperhatikan pergerakan kelima orang ini, dan merasa bahwa rencana ini mungkin memiliki misteri lain.

Aku melewati orang-orang ini, mendatangi tempat tidurku, setelah meletakkan barang-barang, aku berbaring di sana dengan damai memikirkan masalah-masalah, orang-orang juga ini tidak memperhatikanku lagi, mereka terus bergerombol bersama dan bergumam di sana, setelah bicara beberapa saat, memperhatikanku diam-diam, dan meskipun aku berpura-pura seperti sedang berada di dunia luar, telingaku selalu berdiri di sana, ingin mendengar jika orang-orang ini mengatakan sesuatu tentangku.

Pendengaranku selalu bagus, ditambah lagi suara orang-orang ini tidak terlalu kecil, jadi aku segera mendengar mereka berbicara tentang aku dan bertanya-tanya tentang aku. Kelompok orang ini bertanya pada Si Banci, menyebutnya 'Bos', mengatakan atasan menyuruh mereka untuk membuatku sedikit menderita, dan bertanya padanya apa yang harus dilakukan sekarang? Bos itu menatapku, mengumpulkan mereka dan membisikkan sesuatu, kali ini aku tidak mendengar apa pun, tetapi dari pandangan mereka padaku, aku bisa melihat bahwa mereka mendapatkan ide 'luar biasa' untuk melawanku.

Berpura-pura tidak terjadi apa-apa, aku mulai memejamkan mata untuk memulihkan diri. Sudah waktunya makan malam. Si Banci dan yang lain pergi ke kafetaria, aku tidak pergi dan melihat jam tangan. Jika bisa, sekarang Wolf Wang seharusnya sudah bisa mengeluarkanku dari sini dengan penundaan investigasi. Tapi sampai sekarang belum ada yang datang, ini menunjukkan mungkin dia gagal mendapatkan ijin penundaan investigasi. Sepertinya musuh lebih kuat dari yang aku pikirkan.

Aku melihat jam, agar tidak terlalu cepat menghabiskan energi, aku tidak berolahraga.

Apa yang tidak aku duga adalah setelah mereka kembali, Si Banci dan yang lain membawakanku makanan, dan Si Banci juga dengan baiknya berkata kepada aku, "Saudaraku, aku baru saja menyinggung perasaanmu, aku sungguh minta maaf, ini makanan untukmu, aku minta maaf secara formal."

Sesorang dengan cepat berkata, "Ini bukan makanan gratis, bos kami membayar dengan uangnya sendiri. Ada daging, sayuran dan nasi yang harum. Untuk satu porsi makanan ini dia menghabiskan uang beberapa dolar, kamu sungguh tidak tahu berterimakasih."

Setelah dia mengatakannya, yang lain mengangguk-ngangguk, bersama-sama mengulangi apa kata orang tadi.

Aku tersenyum dan menerima makanan itu, mereka sepertinya tidak berpikir bisa semudah ini berbicara denganku, mereka semua menatapku dengan rasa penasaran, dan kemudian wajah semua orang mejadi sedikit bersemangat. Aku membuka tutup kotak makan, ada sedikit aroma yang tercampur dengan samar, bau yang tidak enak tercium keluar. Orang-orang ini mungkin tidak mengira aku akan menciumnya, dan mereka semua masih menatapku, berharap aku akan segera memakannya.

Aku pura-pura acuh tak acuh mengutak-atik makanan menggunakan sumpit, dan aku melihat sesuatu seperti air liur yang lengket di nasi putih, aku lanjut tertawa dan mengutak-atik sayur, jelas-jelas ada keruhan putih di dalam sup, perutku sedikit mual. Aku memandang Si Banci dan bertanya, "Makanan untukku?"

Si Banci mengangguk dan berkata, "Ya, untuk kamu makan. Kami terlalu ceroboh sebelumnya. Ini untuk menunjukkan permintaan maafku. Semua orang dikurung di sel yang sama juga karena nasib, makan makanan ini dan kita akan menjadi saudara, semuanya akan rukun di masa depan. Bagaimana menurutmu?"

Aku tidak mengatakan apa-apa ketika aku melihat makanan itu, dia bertanya dengan cemas mengapa aku tidak memakannya?

Tiba-tiba aku mendongak, mungkin tatapan mataku terlalu tajam, dan beberapa dari mereka mundur selangkah, dan aku langsung melompat dari tempat tidur, memegangi nasi di satu tangan, memegang kerah Si Banci di satu tangannya lagi, dengan dingin berkata, "Kamu benar-benar memperlakukanku sebagai orang bodoh?"

Selesai bertanya, aku menuangkan semua makanan di wajahnya. Makanan ini panas, dan ada sup di dalamnya, dia langsung berteriak. Ketika mereka melihat pemandangan ini, yang lain langsung bergegas menyerbuku. Yang berbeda dari sebelumnya adalah, kali ini mereka mengangkat bangku atau sesuatu. Aku mengangkat tangan untuk menahan bangku, mengangkat kakiku dan menendang orang itu hingga jatuh ke tanah, mengangkat bangku dan mengayunkannya ke belakang, dan itu langsung mengenai kepala orang yang berdiri di belakangku, jeritan datang dari pria itu.

Aku bahkan tidak menoleh ke belakang. Aku membalikkan bangku di tanganku dan langsung menghantamkannya pada orang lain, pria itu juga mengangkat bangku. Ketika dia melemparkan bangku itu ke arahku, aku bersandar mengelaknya, bangku di tanganku menghantam lengannya, dia berteriak kesakitan, dia mundur cukup jauh.

Orang terakhir juga mau menyerangku, tapi ketika aku menatapnya, dia tiba-tiba ragu-ragu, meletakkan barang-barang di tangannya, melangkah mundur selangkah, tersenyum dengan canggung pada aku, mengatakan dia salah, dan tidak akan pernah berani melawanku lagi.

Aku memandangi Si Banci yang berlutut di bawah kakiku, menendangnya ke tanah, menunjuk ke makanan di tanah, berkata, "Kamu sendiri beri tahu aku, apa yang ditambahkan pada makanan ini?"

Si Banci menggigil, tidak berani berbicara. Aku menginjak bahu lelaki yang kepalanya penuh darah itu, berkata, "Dia tidak berbicara, kamu bicara, kalau tidak aku akan membiarkanmu dihukum bersamanya."

Lelaki itu melirik Si Banci dengan hati-hati, Si Banci itu mengerutkan keningnya dengan putus asa. Dia menundukkan kepalanya dan dengan suara kecil berkata, "Boss meludahi dan mengencingi makananmu, takut kamu marah karna tercium bau pesing, jadi ditambahkan banyak air ke urin untuk menipiskan warna dan bau air kencingnya... Dia mengatakan harus membiarkanmu makan air liurnya dan minum air kencingnya, seperti ini dia baru bisa melepaskan kemarahannya."

Ketika Si Banci mendengar ini, dia tiba-tiba dengan marah dan panik berteriak, "Ya Tuhan, Akito! Jelas-jelas Itu idemu untuk menambahkan sesuatu ke makanan, kenapa kamu tiba-tiba berkata begitu? Bukankah ini mencelakakan aku?"

Aku melirik pria bernama ‘Akito’. Dia paling tampan di antara beberapa orang ini. Kulitnya putih bersih, dia juga tidak tinggi. Meskipun dia seperti bajingan, tapi dia persis seperti aktor di lagu Jay Chou yang berjudul ‘Rainbow’. Dia dengan dingin berkata, "Aku hanya bercanda, aku tidak menyangka kamu sungguh-sungguh melakukannya. Bos, aku tidak mengatakannya, kamu keterlaluan."

"Aku akan..."

Si Banci berdiri dan ingin memukul orang. Aku langsung meraih kepalanya dan mengangkatnya, menggunakan lututku menghantam wajahnya. Lubang hidungnya tiba-tiba berdarah, dan dia terus memohon belas kasihan, aku meraih kepalanya, menempatkan kepalanya ke dalam makanan, dengan kejam berkata, "Dalam waktu lima menit, habiskan makanan ini. Jika ada yang tidak makan, jangan berpikir untuk tidur malam ini, aku akan membuatnya menyesal muncul di hadapanku."

Setelah mengatakan ini, aku duduk di sebelah tempat tidur dan mengeluarkan korek api. Si Banci dengan menderitanya berkata padaku, "Kak, aku benar-benar bersalah. Tolong biarkan aku pergi, aku tidak akan berani macam-macam denganmu lagi."

Aku menghela nafas, terlalu malas untuk berbicara omong kosong dengannya, hanya mengucapkan kata-kata: "Makanlah."

Si Banci itu tahu dia tidak bisa melarikan diri, dia berkata pada beberapa orang lain, "Semua tidak mendengarnya ya, semuanya kemari dan makan."

Dua orang melangkah maju dan benar-benar ingin berlutut untuk menemaninya makan, tetapi pada saat ini, aku melihat Akito dengan cemas menggenggam lengan seseorang dan berkata, "Jangan makan."

Aku menyipitkan mataku, melihat Akito menghindari tatapanku, dia berkata pada Si Banci, "Kamu yang memprovokasinya, air liur yang kamu muntahkan, dan air kencing itu milikmu. Kenapa kamu menyuruh kami makan bersamamu? Bos, kamu makan sendiri saja. "

Mendengar ini, Si Banci sangat marah, tetapi karena kehadiranku, dia menggertakkan giginya dan berkata, "Akito, dengarkan aku. Mulai hari ini, aku dan kamu adalah musuh! Kamu di paling belakang!"

Akito mencibir dan berkata, "Menakuti siapa? Apa kamu pikir kamu masih bos di sel kita?"

Setelah dia selesai berbicara, Akito tersenyum pada aku dan berkata dengan rajin, "Bos, menurutmu, betul tidak?"

Aku memicingkan mata dan memperhatikan pria itu dari atas sampai bawah. Kepribadiannya tampak biasa dan bahkan sedikit lemah, tapi ada kecerdasan di matanya. Aku memandangnya dengan malas dan berkata, "Ya."

Mendengar aku mengatakan ini, yang lain segera menunjukkan kesetiaan mereka padaku, dan Si Banci tidak berani mengatakan apa-apa tentang hal itu. Dia menundukkan kepalanya dan mengambil segenggam nasi untuk dimasukkan ke dalam mulutnya. Pada saat ini, aku perhatikan ekspresi Akito penuh kegembiraan, dia tidak bisa menunggu. Setelah Si Banci itu menaruh nasi di mulutnya, aku berkata, "Tunggu."

Akito itu menatapku dengan sedikit kekecewaan, tetapi sekarang ketika aku menatapnya, dia segera menundukkan kepalanya dengan perasaan bersalah, dan aku dengan datar berkata: "Karena aku bosmu, sekarang aku memerintahkanmu untuk menggantikan Si Banci makan. Bagaimana?"

Akito tiba-tiba panik, yang lain menunjukkan ekspresi tidak mengerti, Si Banci itu senang dan dengan cepat melemparkan nasi di tangannya, dan menyeka tangannya di tubuhnya, berkata, "Sudah dengar belum, bos menyuruhmu makan, bukankah kamu sangat mendengarkan bos? Cepat makan!"

Akito mengabaikan Si Banci, dan bertanya sambil tertawa mengejek, "Bos, kenapa kamu ingin aku memakannya?"

Aku berkata, "Tidak ada kenapa, aku hanya melihatmu tidak puas."

Akito dengan tergesa-gesa menunjukkan kesetiaan pada aku, lalu memukul telinga dan mulutnya, mengatakan jika dia melakukan sesuatu yang salah atau mengatakan sesuatu yang salah, tolong marahi dia, aku memandangnya dan berkata, "Apa kamu tidak mau makan? Atau... tidak berani makan?"

Mendengar kata-kata terakhirku, tubuh Akito dari atas sampai bawah menggigil dan matanya penuh ketakutan, aku meremas dagunya dan memaksanya membuka mulut, dan membiarkan Si Banci mengambil segenggam nasi, membuatnya memakannya. Akito mundur ketakutan, menolak untuk makan.

Pada saat ini, beberapa orang yang lain melihat masalahnya datang, Si Banci juga. Dia berkata, "Aneh. Kamu jugu minum bubur yang menampung air kencingku sebelumnya. Kenapa kamu begitu jual mahal sekarang?"

Akito itu menatapnya dengan iri dan benci, dia ketakutan hingga gemetaran. Aku melempar Akito ke tanah dan berkata dengan dingin, "Kenapa? Karena makanan ini beracun!"

Novel Terkait

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
3 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
3 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu