Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 137 Calon Suami

Telepon Jessi berisi pesan singkat dan video, pesan singkat itu menuliskan: Kemampuan pria yang kamu cintai sangat hebat.

Tentu saja aku tahu apa yang dimaksud dengan‘kemampuan’ ini, ditambah video yang belum dibuka, gambar pertamanya sudah sangat memalukan, saat ini wajahku memerah, aku melihat sekitar, melihat Kak Toba dan beberapa pengawal berdiri di kejauhan, tanganku gemetar membuka video ini. Ketika video diputar, terdengar suara desahan Ah**, dicampur dengan suara gesekan, yang tiba-tiba membuatku malu.

Aku menutup video ini dengan terges-gesa, wajahku merah memanas, terkagok-kagok tidak bisa mengatakan apa-apa, benakku terus membayangkan kelinci kecil yang tiada henti bergerak dalam video tadi.

Jessi mengangkat sepasang alisnya dan berkata: “Kedepannya jangan keluar seorang diri, masalah seperti ini, aku tidak berharap terjadi untuk kedua kalinya.”

Seluruh tubuhku gemetar memandangnya dan menyadari wajah tegasnya marah, tatapan matanya yang santai, membuatku bertanya-tanya apa yang ada di pikirannya. Maksud dari perkataannya, tidak berharap aku berhubungan dengan wanita lain? Atau hanya kalimat sederhana yang tidak berharap aku dimanfaatkan orang lain? Dan siapa yang mengirim pesan ini? Kenapa bilang aku adalah orang yang dia sukainya? menjebakku dengan Mawar, apakah demi merusak hubunganku dengan Jessi? Jangan-jangan pelaku dibalik ini adalah penggemar Jessi?

Saat ini Jessi berkata: “Aku selalu mengutus orang untuk diam-diam mengikutimu, kemarin juga sama, tapi lawan tahu hal ini, dia berhasil mengelabui orang-orangku, terkait dirimu yang diculik, aku mengira hanya akan dimintai tebusan, tapi tidak disangka pihak lawan malah mempersiapkan suatu ‘Berkah’untukmu, melihat tampangmu yang mabuk kepayang, bagaimana? Sangat suka wanita itu?”

Ketika Jessi mengatakan ini, dia tersenyum lembut, meskipun senyumannya sangat indah, tapi itu membuatku merasa dingin untuk sementara waktu, aku merasa dibalik senyumannya ada sebilah pisau,ini membuatku tidak berani mengatakan apa-apa.

Aku merenung dan berkata: “Aku hanya menganggapnya sebagai bibiku, siapa sangka akan terjadi hal semacam ini……tapi apakah kamu tahu siapa yang mencelakaiku?”

Aku menatap Jessi penuh berharap, bagiku dia serba bisa, tidak ada yang tidak bisa dilakukannya, yang membuatku kecewa adalah dia menggelengkan kepalanya dan berkata: “Aku tidak tahu, tapi aku sudah menyuruh orang menyelidiki latar belakang Mawar.”

Tampaknya apa yang dipikirkan Jessi sejalan dengan pikiranku, aku bertanya padanya apakah bisa dilacak dengan nomor hp? Dia menggeleng, sudah dilacak seorang hacker mengirim pesan dan video ini melalui telepon orang biasa.

Ternyata begitu, trik orang kota sangat banyak.

Setelah Jessi selesai mengatakan kalimat ini dia mengabaikanku, aku menggaruk kepala, bertanya padanya apakah aku boleh pergi menjenguk Aiko? Dia melirikku dengan sinis dan berkata: “Kamu sangat sibuk ya.”

Aku bisa mendengar dari perkataannya ada maksud lain, aku tidak tahan bertanya: “Jess, apakah……kamu cemburu?”

Jessi mengangat alisnya dan berkata: “Jika aku mengatakan iya, apa yang akan kamu lakukan?”

Dia tersenyum jahat seperti seekor rubah, tapi senyumannya sedikit lebih mengesankan daripada senyuman Felicia yang membuatku merasa kedinginan. Aku bertanya-tanya apakah aku sudah gila, hingga berani mengujinya.

Jessi yang melihat diriku tidak mengatakan apa-apa, tatapan matanya tiba-tiba berubah menjadi dingin, dia menopang pipinya dengan satu tangan, memandang kejauhan dan berkata: “Pergilah, ingat mandi, jika tidak, dengan bau tubuhmu itu, akan membuatnya berpikir tidak-tidak.”

Aku mencium diriku dan menyadari tidak ada bau menyengat, hanya ada aroma parfum, itu sangat menyegarkan, entah kengapa Jessi mengatakan ini bau? Apakah hidungnya rusak?

Aku sambil memikirkannnya sambil pergi meninggalkan cafe, sekalian makan kemudian pergi mandi dirumah Kak Toba, mengganti pakaian bersih, lalu pergi ke rumah sakit dengan aura menyegarkan.

Di dalam kamar, Aiko sedang memandang pemandangan dengan bosan, seharusnya dia jarang melihat ini, wajahnya penuh penasaran, ketika melihat aku masuk, dia tersenyum ringan dan berkata: “Apakah kamu yang menggantungkan belanjaan di depan pintu kemarin malam?”

Aku mengganguk canggung mengatakan ‘Hhm’, Aiko bertanya kenapa tidak masuk? Aku memandangnya, dan dia memandangku, aku merasa dia sama dengan Jessi, sama-sama bisa membaca pemikiranku, aku menutupinya dan berkata: “Saat itu aku tiba-tiba ada urusan mendadak, jadi menggantungkan di pintu dan pergi dengan buru-buru.”

Selesai mengatakannya, aku mengalihkan pembicaraan, menanyakan keadaannya, dia mengatakan dirinya baik-baik saja, sambil dengan kesal menaruh rambut berantakannya kesamping telinga.

Aku ingat kemarin rambutnya dilumuri banyak darah, dan sekarang tampaknya sangat lepek, dia wanita pecinta kebersihan, pasti merasa tidak nyaman, tapi karena satu tangannya terluka, dia tidak bisa mencuci rambut. Mengingat ini, aku segera pergi ke kamar mandi mengambil air, mencari baskom dan berkata: “Kak, aku akan mencuci rambutmu,”

Aiko sedikit terkejut, dia sibuk mengatakan tidak perlu, aku tersenyum bertanya kepadanya untuk apa segan padaku, lalu berhati-hati membalikkan badannya dan mulai mencuci rambutnya.

Ini pertama kalinya bagiku mencuci rambut seorang wanita, aku sedikit kaku, tapi untungnya tidak begitu buruk, aku belajar gerakan ini di TV, dan perlahan memijat kulit kepala Aiko, sepasang matanya terus menatap dahiku. Ada bekas luka di dahinya yang panjang, terlihat sangat menyakitkan, membuat wajah cantiknya yang tanpa cacat memiliki bekas luka.

Ketika aku mencuci rambut Aiko, dia memejamkan matanya, mungkin karena aku menatapnya terlalu intens, tiba-tiba dia membuka mata menatapku, mata yang cerah itu seperti lautan luas, yang dalam sekejap menarikku kedalam.

Aiko menatapku dan berkata: “Sedang lihat apa?”

Aku berkata: “Maaf, jika bukan karena aku, dahimu pasti tidak akan ada bekas luka.”

Aku tersenyum dan berkata: “Kulit hanyalah sebuah benda yang bisa di regenerasi, aku tidak mempedulikannya.”

Aku mengatakan tapi aku peduli.

Aiko tersenyum dan bertanya: “Maksudmu jika kakakmu berubah menjadi jelek, kamu tidak akan memanggilku kakak?”

Aku sibuk menjawab tentu saja tidak, aku merasa bersalah melihat dia terluka karena diriku. Berbicara tentang ini, aku memandangnya dan berkata dengan serius: “Aku mempedulikan kakak, karena kakak sangat baik padaku dan bukan karena tampangmu, jadi jika suatu hari nanti kakak menjadi jelek, aku tetap akan memanggilmu ‘kakak’, ketika kamu membutuhkannya aku tetap akan mencucikan rambutmu, memijatmu. Kamu kakakku, kakakku seumur hidup.”

Air mata Aiko mengalir, dia menatapku dan berkata, “Dasar anak bodoh.”

Aku berkata tanpa daya: “Aku bukan anak kecil.”

Aiko berkata dengan santai: “Aku pertama kali membunuh orang diusia delapan tahun, pada saat itu kamu baru mulai belajar berbicara, menurutmu kamu yang didepanku apakah bukan seorang anak kecil?”

Melihat Aiko mengatakannya dengan santai, hatiku perih lalu berkata: “Aku pasti akan berusaha berubah menjadi kuat, tidak akan membiarkanmu menjalani kehidupan menjilati darah di bilah pisau.”

Aiko tersenyum: “Baik, ku tunggu kamu berubah menjadi kuat.”

Setelah itu, dia berkata dengan kecewa: “Kala itu aku mengatakan akan menjadikanmu penguasa di Nanjing, tapi sekarang aku tidak bisa melindungimu.”

Aku menyeka rambutnya yang dicuci, mencium aroma wangi dirambutnya, lalu mengeringkannya sambil berkata: “Tidak apa-apa, tunggu setelah aku berkuasa, aku akan menghadang tiupan angin badai demi dirimu, kamu hanya perlu dengan tenang menjadi boss Sanny, jika bosan pergi habiskan waktu menonton film, jalan-jalan, shopping, jika terlalu sibuk panggil aku untuk membantumu, jalani hidup bahagiamu dengan santai itu sudah cukup.”

Aiko memandang kejauhan dan bergumam: “Tidak pernah terpikirkan olehku bisa melewati hari bahagia seperti itu.”

Aku berkata: “Aku pasti akan membuatmu bisa melewatinya, tapi mungkin sedikit membosankan, tapi setidaknya itu stabil. Yang ku inginkan adalah, orang yang ku sayangi menjalani kehidupan dengan tenang.”

Aiko memajamkan mata, tersemyum menyeringai dan berkata: “Tiba-tiba aku sedikit mengharapkan itu.”

Aku tersenyum dan mengatakan sangat mengharapkan adanya hari itu. Setelah itu, telepon ku berdering, ternyata telepon dari Jessi, aku segera menjawabnya dan bertanya ada masalah apa?

Jessi berkata: “Malam ini jam delapan, di restoran Nanking, aku mengundang semua bawahan lama Paman Lei dan juga artinya rapat Keluarga Song, tiba saatnya aku akan membuatmu berkuasa, sore nanti aku akan menemanimu pergi membeli pakaian.”

Untuk sesaat aku sangat senang, bertanya-tanya begitu cepat sudah bisa berkuasa?

Aku menutup telepon berkata: “Kak, sore nanti aku ada urusan mau pergi sebentar.”

Aiko mengangguk dan aku berkata: “Kak Toba mencari salah satu selingkuhannya kemari untuk menjagamu, sebentar lagi tiba, jika ada yang kamu inginkan, katakan saja padanya.”

Kak Toba sekarang menjalin hubungan mesra dengan boss dari perusahaan EO kemarin, tidak tahu cara apa yang digunakannya, hingga membuat wanita ini terlena, sampai-sampai Kak toba menyuruhnya menjaga Aiko, dia juga menyetujuinya.

Aiko mengerutkan kening seolah ingin menolak, tapi pada akhirnya dia tetap mengangguk setuju dan berkata: “Aku mengerti.”

Aku buru-buru meninggalkan kamar pasien, pergi menemui Jessi, dia menyuruh supir mengantarku pergi ke golden eagle, membeli beberapa set pakaian bermerek, aku ketakutan melihat harga dibaju, tapi Jessi tampaknya sangat senang dan aku tidak enak menolaknya.

Ketika membayar tagihan, penjaga kasir mengatakan: “1miliar 80juta.”

Kalimat ini hampir saja mengejutkanku, awalnya aku berencana mengembalikan baju ini, tapi Jessi berdiri disampingku, dan tampaknya dia sangat puas dengan setelan baju ini, aku berpikir lagipula sebentar lagi akan mempunyai banyak uang, adikku nanti liburan musim panas baru bisa melakukan operasi, jadi beli saja.

Aku menggertakkan gigi mengeluarkan ATM, siapa sangka, Jessi selangkah lebih awal mengeluarkan ATM ke kasir dan menatapku berkata: “Ku belikan untukmu.”

Aku berkata: “Mana bisa?”

Jessi mengedipkan mata dan berkata: “Selama kamu tidak memakai baju yang kubelikan untuk pergi tidur dengan wanita lain itu sudah cukup.”

Wajahku memerah mendengar dia berkata begitu, kasir tersenyum mendengar dan berkata: “Kak, kamu baik sekali pada pacarmu.”

Aku takut Jessi marah dan sibuk menjelaskan: “Aku bukan pacarnya.”

Untuk sesaat kasir terkejut dan berkata: “Maaf.”

Siapa sangka, Jessi tiba-tiba merangkul lenganku dan berkata: “Iya, dia bukan pacarku, tapi calon suamiku.”

Novel Terkait

Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
3 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
3 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
3 tahun yang lalu