Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 534 Ide Jahat

Aku dan Jessi menemukan kolam terpencil untuk memancing ikan. Dari kejauhan adalah paman pengawal. Dia sedang berdiri dengan tangan belakangnya, seperti seorang yang tidak mudah untuk mendekat dengan orang asing. Selain dia, disekitarnya setidaknya terdapat sepuluh pos penjaga yang terbuka dan pos penjaga tertutup, diperkirakan karena takut ada orang yang akan melukai Jessi. Tampaknya setelah sesuatu terjadi padanya, si atasan dan Mark pun menjadi sangat tertarik padanya.

Jessi tampaknya dari awal sudah terbiasa dengan penjagaan yang semacam ini. Dia dengan sikap biasa saja melemparkan kail ikannya ke dalam kolam tersebut. Kemudian dia mulai mengawasinya dengan tenang. Dia pun tampak sangat sangat keren. Pada saat ini, dia dan pemandangan di sekitar kolam pun terintegrasi. Keindahannya pun bagaikan sebuah lukisann dan dia adalah gadis tercinta yang dikagumi oleh segala pemandangan di gambar tersebut.

Pandangan mata Jessi tiba-tiba sedikit tergoyangkan. Lalu dia mengambil kembali kailnya dan hanya melihat seekor ikan besar tergantung di kail itu sambil mengepak-ngepak. Dia ingin pergi mengambilnya dan aku pun segera menggulung lengan bajuku dan berkata, "Aku saja."

Jessi yang melihatku begitu semangat pun mengangkat alisnya dan dengan bercanda berkata, "Jangan bilang kalau kamu ingin merebut ikanku, kan?"

Aku mengambil ikan itu dan melemparkannya ke dalam keranjang. Aku pun sambil mencuci tangan, sambil berkata, "Kamu aja sudah milikku, jadi masih perlukah aku merebut ikannya?"

Jessi sekilas melirik ke arahku, melemparkan kail ikan kembali lagi ke dalam kolam tersebut, tersenyum dan berkata: "Kurangilah kegatalan di mulutmu. Aku bahkan belum menyetujui akan berhubungan denganmu.”

Hatiku terasa seperti di ejek, apa perbedaannya antara ini dengan janjiku? Aku juga tidak ‘berdebat’ dengannya, melainkan melemparkan kail tersebut ke dalam kolam dan berkata, "Aku paham. Walaupun revolusi belum berhasil, namun kawan-kawan kita masih harus tetap bekerja keras."

Jessi merasa puas, sehingga dia mengedipkan matanya kepadaku dan meneruskan memancing ikannya.

Setelah memancing beberapa saat, satu per satu ikan disana memakan umpannya Jessi, melainkan tidak ada seekor ikan yang menggigit umpanku disini. Melihat senyuman bangganya Jessi, aku mengangkat alisku dan berkata, "Pada tahun ini, tidak hanya orang-orang yang suka melihat wajah orang lain, bahkan ikan pun juga melihat wajah orang lain. Mereka dengan semangat berlari ke arah wanita cantik, tetapi malah tidak mengetahui betapa racunnya wanita ini. Mereka ini melakukan segalanya supaya wanita cantik ini bahagia.”

Jessi berkata sambil tersenyum, "Keterampilanmu saja yang lebih payah daripada orang lain. Bagaimana kamu bisa menemukan masalah dengan ikan-ikan?"

Aku mengelus hidungku dan tertawa. Jessi yang memandang ke langit dan bertanya, "Sudah waktunya untuk makan. Kita selesaikan ya."

Aku menghembus dan berkata, "Baiklah. Tampaknya aku hari ini telah mempermalukan diriku sendiri. Nyonya Jessi, aku nanti akan membuat masakan hidangan gelap, bagaimana?"

Jessi dengan agak bangga bangkit berdiri, meletakkan pancingannya ke bawah, menepuk bagian atas dan bawah tubuhnya sambil berkata, "Mau bagaimana lagi? Tentu saja kamu harus memakan semuanya lah. Kalau tidak, itu akan menyia-nyiakan upayamu. "

Katanya sambil membalikkan tubunya untuk berjalan. Aku melihat sosoknya dan berkata dengan tidak berdaya, "Halo, wanita yang pada umumnya bukankah akan bilang, ‘Asalakan itu kamu yang membuatnya, mau seberapa buruknya aku pasti akan memakan dengan bahagia’ semacam kata ini kan?"

Jessi menoleh ke belakang dan tersenyum. Dalam sekejap, sepasang matanya memancarkan kejernihan air di kolam tersembut. Kelembutannya bahkan dapat menggerakan hati orang-orang. Dia pun bertanya, "Apakah aku merupakan wanita yang pada umumnya?”

Aku dengan cepat memukul mulutku dan berkata, "Kamu bukan. Kamu adalah seorang ratu.”

Jessi memberiku pandangan ‘ini kurang lebih sama’, membalikkan badannya dan pergi. Setelah aku menunggunya pergi, aku baru melepaskan kaitannya. Pada saat ini, kaitanku kosong. Aku merasa bahwa Jessi tidak akan tahu bahwa aku, si pemancing yang hebat ini, demi membuat kesempatan untuk memasak baginya, sama sekali tidak menaruh umpan di kailnya. Aku duduk begitu lama disini. Tentu saja ini merupakan ’jebakan yang diatur olehku dengan sukarela.”

Aku membereskan barang-barangku, menenteng keranjang yang dipenuhi ikan, berbalik badam dan pergi. Setelah menaiki tangga, aku baru menyadari bahwa Jessi sedang berdiri di bawah pohon dan menatapku sambil tersenyum. Aku pun tertegun, dan segera berkata, "Jessi, kenapa kamu tidak pergi duluan?"

Jessi berjalan kemari dan berkata, "Jika aku beneran pergi, bnukankah berarti aku akan melewatkan adegan ini? Si bocah ini lumayan punya skema ya."

Aku berjalan kesana dan memeluk pinggangnya. Dia pun tidak menolakku dan pipinya agak memerah. Aku berbisik, "Apakah kamu menyukai skema ini?"

Jessi dengan iseng mengedipkan matanya dan bertanya, "Menurutmu?"

Aku bibir merahnya yang menggoda itu dan berkata, "Aku tidak tahu. Tapi aku akan segera mengetahuinya."

Aku mengatakannya dan aku menciumi bibirnya. Bibirnya memiliki semacam aroma yang menggoda, dimana dapat membuat orang-orang serakah dan tidak dapat menghentikannya. Walaupun itu adalah ciuman yang hanya menyentuh bibir, juga akan sulit untuk mengendalikan kebahagiaan batinnya.

Namun, aku menahan diriku untuk tidak menjadi serakah dan mundur dari pertempuran ini. memandang Aiko yang menggerutu dengan genit sambil berkata, "Seharusnya kamu menyukainya. Jika kamu tidak menyukainya, kamu tidak akan memberiku kesempatan untuk mendekatimu. "

Jessi berkata sambil tersenyum, "Anggap saja kamu pintar. Aku lapar, cepatlah pergi memasaknya."

Aku mengangguk kepalaku dan berkata, "Aku berharap setiap hari dapat mendengarkanmu berkata kalimat ini."

Lalu aku berjalan pergi dengan menenteng ikan tersebut.

Bos di sini tampaknya tahu bahwa identitas Jessi tidak sama seperti orang-orang pada umumnya. Sikapnya kepada kami pun sangat baik. Ketika mendengar bahwa aku ingin memasak ikan itu sendiri, dia langsung segera meminta koki untuk memberiku tempat kosong. Aku membuat tiga hidangan sederhana seperti, ikan rebus, ikan kecap dan sup tahu kepala ikan yang cukup untuk kami makan. Ketika aku memasaknya, koki di satu sisi pun terpana memandangku dan gadis pelayan sering melemparkan pandangan menggoda kearahku. Hatiku pun merasa bangga dan berpikir bahwa nanti Jessi pasti akan sangat gembira.

Setelah selsai memasaknya, pelayan pun segera membawa sayurannya. Aku menghapuskan keringat di dahiku, berjalan keluar dari dapur dan menyadari bahwa langit menggelap, kemungkinan akan hujan lagi. Aku cepat-cepat mengambil piring terakhir ke ruangan pribadi tersebut. Jessi pada saat ini sedang membaca buku. Ketika dia melihatku, dia pun tersenyum dan berkata, "Hidangan ini dari luarannya terlihat lumayan, hanya saja tidak tahu bagaimana rasanya."

Saya berkata sambil tersenyum, "Kenapa dengan rasanya? Kamu cicipi saja, aku jamin kamu akan merasa puas."

Aku mengatakannya dan duduk, mengambil sumpit dan mengambilkan sepotong ikan yang besar dan menyuap ke mulutnya Jessi. Tampaknya dia tidak terbiasa dengan kemesraan yang seperti ini. Wajahnya sedikit memerah, dan dengan satu mulut memakan ikan ini. Aku pun bertanya apakah itu lezat. Dia mengangguk kepalanya dan berkata bahwa dia tidak menyangka aku masih menyimpan beberapa trik di tanganku.

Kami pun merasa puas dengan makanan ini. Setelah selesai memakannya, kami berdua pun pergi meninggalkan tempat ini dan kembali ke apartemennya. Namun, aku tidak pergi masuk. Bagaimanapun juga, walaupun Claura mereka orang tidak dapat melacaki perjalanan kami berdua, tapi kita yang ‘menghilang’ dalam jangka waktu yang panjang juga pasti akan membuat Claura mereka orang curiga.

Aku berkata, "Aku pergi ya. Jika si Alwi palsu melecehkanmu, kamu beritahulah aku. Aku tidak akan keberatan meletakkan pistol di belakangnya.”

Jessi tersenyum dan tidak menyalahkankan atas perkataanku yang kekanak-kanakan ini. Melainkan, dia mengangguk kepalanya dengan patuh dan berkata, "Baiklah."

Harus dikatakan bahwa Jessi yang bangga itu menjadi jelita, sebagai tambahannya dapat membuat hati orang-orang tergerak. Aku mengelus rambutnya yang lembut dan berkata, "Masih ada barangnya si tua itu. Tolong bantu aku mengatakan kepadanya untuk membiarkannya datang kemari dan mengambil sebentar barangnya. Bilang saja aku akan menjenguk rumahnya ketika aku memiliki waktu.”

Jessi mengangguk kepalanya dan berkata, "Aku paham. Aku akan memberitahunya. Cepatlah pulang. Kamu harus berhati-hati dengan luka di punggungmu itu. Selain itu, kamu harus hati-hati dalam menghadapi Claura mereka orang. Aku pun bisa menutup sebelah mata ketika kalian berdua sedang bermesraan di tempat lain ataupun pergi diam-diam. Tetapi jika kamu melakukannya di depanku, aku tidak akan mengampunimu. "

Aku langsung menunjuk ke langit dan berkata, "Aku berjanji bahwa aku akan mematuhi semua perintahnya nyonya Jessi."

Ketika selesai mengatakannya, aku membalikkan badanku untuk berjalan pergi dan Jessi pun juga mengetuk pintu rumahnya. Ketika aku menuruni tangga, aku tiba-tiba mendengarkan suara kejutan dia, "Bibi Wei."

Sekujur tubuhku pun bergemetaran, lalu aku mendengarkan suara yang begitu familier dan berkata dengan lembut, "Jessi, kamu sudah pulang."

Ibuku malah disini!

Pada saat ini, aku merasa mataku begitu panas. Aku sangat ingin membalikkan badanku dan pergi untuk melihat wajah ibuku, melihat apakah dia sebaik sebelumnya, melihat matan lembutnya yang dapat memnentramkan hati seseorang. Namun, aku tidak bisa. Aku takut saat aku membalikkan badanku, aku tidak akan menahan diri untuk menangis. Aku punya berdiri tegak disana dan memegangi pagar tangga dengan erat. Otakku dengan cepat berputar, tidak mengerti mengapa ibuku bisa berada disini. Bukankah dia sedang ditahan di rumah?

Ibuku sepertinya telah menyadariku dan dengan penasaran bertanya, "Ini adalah?"

Aku seketika menjadi gugup dan Jessi dengan lembut berkata, "Ini adalah teman seperjuangku. Bibi, Kamu mengapa bisa berada disini? Bukankah kamu bilang bahwa yang diatas tidak mengizinkanmu sembarangan keluar, bukan?"

Ibuku tersenyum dan berkata, "Aku dengar-dengar bahwa kamu terluka. Jika aku tidak melihatmu dengan mata-kepalaku sendiri, bagaimana mungkin aku bisa merasa tenang, bukan? Kebetulan aku akhir-akhir ini membuahi prestasi dalam beberapa penelitian, makanya aku mengambil kesempatan ini untuk meminta libur setengah hari dan berpikir untuk datang kemari untuk menjengukmu

Ketika aku mendengarkannya, aku pun merasa lega. Aku mengira bahwa ibuku malah berada dalam kesulitan. Tampaknya ibuku sangat menyukai Jessi dan mengenalinya sebagai menantunya. Makannya dia dapat pergi menemuinya dalam liburannya yang setengah hari ini.

Ketika ibuku sedang mengatakan ini, pandangannya seolah sedang mengarah kepadaku. Aku menarik napas sedalam-dalamnya, perlahan-lahan berbalik kemari dan mengangguk kepada ibuku sebagai ucapan salam. Kemudian aku memandangnya, pandangan matanya terlihat sedikit was-was. Aku sangat akrab dengan pandangan mata itu, karena ketika Hensen Hu menatapku, dia juga menatapku dengan pandangan yang sama. Aku tahu bahwa ibuku menganggapku sebagai saingan putranya.

Hatiku terasa pahit. Ketika aku melihatnya, dia masih terlihat begitu lembut. Hanya saja rambut di pelipisnya sudah berwarna putih. Meskipun tesebar kemana-mana, tapi malah menyakiti hatiku. Asalkan kalian tahu, dia bahkan tidak memiliki sehelai rambut putih ketika aku melihatnya sebelumnya. Aku berpikir bahwa hatinya pasti sangat pahit. Jika tidak, dengan karakternya yang terbuka dan kuat itu, dia tidak mungkin akan tiba-tiba memiliki rambut putih.

Aku sangat sedih. Aku sangat ingin berjalan kemari dan memeluknya, tetapi aku tidak bisa melakukannya.

Jessi berkata, “Kamu pergilah.”

Aku mengangguk kepalaklu, membalikkan badan dan berjalan pergi. Jessi dan ibuku sama-sama masuk ke dalam rumah tersebut. Pada saat mereka menutup pintunya, aku mendengar ibuku berkata, "Jessi, sebenarnya Alwi telah menghubungiku ..."

Walaupun aku tidak mendengar dengan begitu jelas, tapi setengah dari kalimat ini telah telah memicu amarah di dalam hatiku! Aku sangat penasaran, apakah ibuku datang kemari menjenguk Jessi karena "diinstruksi" Alwi palsu? Apakah si pria itu meminta ibuku datang kemari untuk "membujuknya". Si sampah itu, dia selain menggunakan ibuku untuk meminta perdamaian, apakah dia masih juga membuat ide yang lain?

Jika sampai aku mengetahuinya bahwa dia berani menggunakan otak miringnya untuk menyakiti ibuku, bahkan jika identitasku berisiko terbongkar, aku juga tidak akan mengampuninya dan akan membuatnya mati dengan kematian yang memalukan!

Novel Terkait

Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
5 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
5 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
5 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu