Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 373 Menerima Nasib

Ketika mendengar suara itu, aku berbalik badan, dan aku melihat sebuah mobil porche Paramera terparkir di depan pintu, pelayan hotel segera membukakan pintu mobil itu, terlihat satu kaki keluar dari mobil, dengan celana jeans biasa dan sepatu boots, sementara itu, terlihat sosok wanita ini turun dari mobil.??

Wanita itu mengenakan topi, dengan sweater putih, syal merah dan celana jeans terlihat kakinya yang begitu jenjang.. dia mengangkat topinya, terlihat wajahnya yang begitu menawan, yang membuat semua orang terpana. Dengan pakaiannya sangat biasa, dan sikap yang begitu sopan, membuat orang-orang tidak menyadari kehadirannya.

Aku memandangnya, pada saat ini aku merasa sangat lega, perlahan aku berjalan menghampirinya, mengangkat sedikit topinya, melihat kedua bola matanya yang begitu indah, aku berkata : “Jessi, lama tidak bertemu.”

Jessi tertawa kecil : “Selain pertanyaan klise, apakah tidak ada kata lain yang ingin kamu sampaikan?”

Aku menyentuh hidungnya, dengan tersenyum aku berkata : “Aku sangat merindukanmu.”

Aku tidak menyangka Jessi dan aku mengatakan hal ini secara bersamaan, aku terdiam, atau lebih tepatnya terlalu terkejut, aku pikir dia masih marah sama aku, tapi ternyata tidak, dia juga mengatakan dia merindukanku.

Dengan hati yang begitu bahagia, Jessi berjalan melewati aku, dia menunjukan senyum yang begitu manis, dan berkata : “Aku sudah tahu kamu akan mengatakan ini.”

Aku menoleh dan melihat dia berjalan menuju lobby, dengan bergegas aku menyusulnya, dan berkata : “Apa maksudnya? Jadi tadi kamu sedang menebak kata-kataku, dan ucapan tadi bukan dari hatimu?

Jessi mengangkat alisnya, menurunkan topi, dan memejamkan mata indahnya, kemudian bibir indahnya sedikit terangkat, dan memberiku jawaban yang ambigu, berkata : “Siapa yang tahu?”

Selesai berbicara, dia berjalan ke meja depan, meja itu merupakan meja VIP, dia duduk bersama ibuku, Gerald Su, dan Dony Yun, dan juga Sulistio dan lainnya, aku di belakang Jessi, dengan hati-hati aku bertanya : “Jessi, kamu masih marah sama aku?”

Karena seharusnya hari ini aku yang paling menonjol, tapi semua orang tidak fokus melihat aku, semua orang terpana dengan kesopanan Jessi, banyak yang menatapnya dengan rasa ingin tahu identitas dia, Jessi tidak mempedulikan aku, dia duduk di samping ibuku, ibuku langsung tersenyum dan dengan lembut berkata : “Jessi, kamu sudah datang ya?”

Jessi tersenyum dan berkata : “Bibi, aku tidak berani membuat kamu kecewa.”

Apa maksudnya ini? Apakah Jessi kesini bukan karena undanganku, tapi karena ibuku? Saat ini aku sangatlah cemburu dengan ibuku.

Pada saat ini Jessi tersenyum terhadap Gerald Su, dan berkata : “Paman Su, lama tidak bertemu.”

Gerald Su tersenyum dan berkata : “Iya, sudah lama tidak bertemu, anak ini semakin hebat, tidak heran ayahmu sangat bangga padamu, kamu benar-benar mirip ayahmu.”

Jessi tersenyum dan berkata : “Paman bisa saja, mana mungkin aku seperti ayahku.”

Pada saat ini, aku mendengar orang-orang sedang berbisik, dan aku mendengar seseorang berkata dengan pelan : “Gadis ini bermarga Song, sepertinya tidak asing, dan Alwi melayaninya dengan bagitu baik, jangan-jangan dia yang selama ini di perbincangkan di Beijing, putri tertua dari keluarga misterius Song?”

Dan tiba-tiba seseorang menjawab dengan pelan : “Sudah pasti dia, dengar-dengar dulu banyak yang ingin mencari informasi dirinya, tapi tidak bisa, dan pada akhirnya orang-orang itu meninggal, termasuk Yesen, putranya Johan, mereka satu rombongan, juga Salim dan lainya.

Semua orang memandang Jessi dengan tatapan yang mengerikan, tapi dia tetap dengan tenang dan duduk, seolah-olah mereka sedang membicarakan orang lain.

Sebenarnya jika bukan karena Jessi sendiri yang ingin menyembunyikan identitasnya, dan juga latar belakang keluarga Song, hanya sedikit orang yang mengetahui identitasnya, apalagi dia begitu rendah diri, dan bersedia mengekspos dirinya ke masyarakat, tapi semua karena dia ingin melindungiku.

Memikirkan hal ini, membuat hatiku begitu hangat, aku duduk di depan Jessi, dia mengeluarkan sebuah hadiah, dan menyerahkan kepada Sulistio yang berdiri di sampingnya, dan berkata : “Sulistio, selamat ya.”

Sulistio terlihat terkejut dan menerima, dengan membungkukan badan dan kedua tangannya, dia berkata : “Terima kasih kak, aku merasa sangat terhormat kakak mau datang di acara aku, dan kenapa kakak membawa hadiah segala, hahaha.”

Jessi tertawa dan berkata ; “Sudah seharusnya, tapi kali ini aku tidak memberikan emas, lagipula seseorang sudah memberikannya, jika aku tetap memberikannya, di masa depan akan sulit.”

Aku duduk dan menyiapkan peralatan makan untuk Jessi, aku masih tidak menanggapi perkataan itu, Sulistio hanya tertawa dan berkata lagi : “Benar apa yang di katakan kakak, jika kakak memberikan aku emas lagi, di pernikahan kamu dan kak Alwi nanti, bukankah aku harus mengembalikan dua? Aku khawatir di saat itu aku bangkrut.”

Selesai berbicara, semua orang tertawa keras.

Ibuku tersenyum dan memandang aku, yang lain juga begitu,… karena terkejut, tanganku terpleset, dan seketika mangkuk jatuh ke lantai, cepat-cepat aku mengambilnya, dan pada saat yang sama Jessi juga mengambilnya, tangan kami saling menyentuh satu sama lain, kami saling bertatapan, aku melihat tatapan niat baik darinya.

Pada saat ini, jantungku berdetak kencang bagaikan Guntur, begitu juga tanganku yang tidak bisa terlepas dari tangannya, dia segera menyingkirkan tangannya dariku, dan meletakkan mangkuk tadi di atas piringnya, dengan pelan berkata : “Sudah melewati begitu banyak hal, tapi masih saja tetap ceroboh.”

Ibuku tertawa bahagia berkata : “Bukankah begitu? Jelas-jelas kalian itu seumuran, tapi kenapa perbedaannya begitu besar? Kamu begitu mengerti banyak hal, begitu hebat, jika di bandingkan dengan dirimu, Alwi bagaikan anak kecil, jadi untuk kedepan nanti, kamu harus menjaganya, jika dia melakukan hal yang salah, kamu langsung beritahu dia, didik dia, bibi serahkan semuanya padamu.”

Tiba-tiba aku merasa sangat tertekan, aku bertanya-tanya sejak kapan ibuku dan Jessi begitu akrab? Mendengar dari nada bicaranya, sudah seperti berbicara dengan menantu sendiri.

Yang paling membuat aku terkejut adalah , Jessi dengan patuh menganggukkan kepalanya, dan berkata : “Bibi, aku akan mendengarkanmu.”

Aku melihat Jessi dengan tatapan kaget, tapi dia tidak melihatku, dan terus berbicara dengan ibuku, ada rasa bahagia di dalam hatiku, tapi aku tidak yakin apakah dia benar-benar sudah memaafkan aku, aku tidak bisa menahan kegembiraan di hati ini, perlahan aku menendang kakinya dengan lembut, ekspresinya tidak berubah, tapi dia membalas tendanganku, pada saat ini, hatiku begitu berbunga-bunga.”

Di saat ini, pembawa acara sudah berada di atas panggung, memulai acara pernikahan ini, saat musik di putar dan semua orang melihat calon pengantin berjalan ke panggung.

Hari ini kak Mondy, mengenakan gaun pengantin berwarna putih, dan mahkota, terlihat begitu suci dan indah, begitu dia muncul, semua tamu undangan yang hadir memberikan tepuk tangan yang begitu meriah. Sulistio begitu semangat berjalan menghampirinya, dan berlutut di depannya, dengan lembut berkata : “Mondy, kita sama-sama tidak mempunyai kasih orang tua, tapi aku akan membuat kamu menjadi wanita yang paling bahagia di dunia ini.”

Pembawa acara tersenyum dan berkata : “Kita semua bisa melihat, betapa semangatnya calon pengantin pria menyatakan cintanya, dan kita bisa melihat betapa cantiknya pengantin wanita ini, terima kasih kamu mau menikah denganku.”

Semua orang tertawa, tapi semua begitu tulus memberkati senyum mereka. Bahkan dari semua tamu yang hadir, mungkin ada dari mereka yang tidak menemukan cinta sejati dalam hidup mereka, tapi tetap tersentuh oleh ini, karena di setiap hati orang, pasti ada keinginan dan juga sesuatu yang ingin di capai, bahkan orang yang cuek sekalipun, seperti Gunawan, dia juga pasti ingin mendapatkan seseorang yang bisa menghangatkan hatinya.

Mondy membungkuk dan memeluk Sulistio, dengan lembut dan berkata : “Aku percaya padamu, mulai sekarang, kau adalah kepercayaanku.”

Semua orang memberikan tepuk tangan yang begitu meriah.

Ibuku tidak bisa menahan tangisnya, aku tahu ini adalah air mata bahagia. Aku memandang Jessi, karena tidak ada yang memperhatikan kami, aku menggenggam tangannya, dan dia tidak menolaknya, aku begitu bahagia sampai aku tidak tahu lagi harus berbuat apa, dia melirik aku, dengan pandangan tersenyum mengejek.

Melihat Sulistio dan Mondy berpelukan, semua bersorak, aku berbisik kepada Jessi, dengan pelan aku berkata : “Aku pikir kamu masih marah dengan aku.”

Jessi melirik aku sekilas, dan tersenyum kecil kemudian berkata : “Kenapa dari nada bicaramu terdengar begitu kecewa? Bagaimana, jika aku melanjutkan kemarahanku?”

Aku tersenyum, berkata : “Kecewa? Bagaimana mungkin? Hanya saja aku sangat terkejut.”

Jessi melihat kearah Sulistio dan Mondy berjalan ke panggung, dengan pelan berkata : “Suasananya sangat bagus.”

Aku berkata : “Iya, suasananya sangat bagus, ternyata menikah itu sesuatu yang sangat bahagia, aku jadi merasa ingin segera menikah, bagaimana ini?”

Setelah mengatakan itu, aku memandang Jessi dengan penuh perhatian, dengan sedikit harapan di dalam hatiku, Jessi tersenyum ringan dan berkata : “Di masa depan nanti, kamu tidak boleh melukis orang lain selain aku.”

Aku terdiam sebentar, lalu menganggukkan kepala, dan berkata : “Aku mengerti, aku hanya akan melukis dirimu.”

Benar-benar tidak terpikirkan olehku, Jessi marah padaku hanya karena buku lukis itu, saat ini aku merasa sangat beruntung, ternyata Jessi tidak serumit seperti yang di pikirkan orang-orang, ketika sedang menghadapi masalah seperti ini, dia bagaikan wanita biasa, bagaimana aku membuat dia merasa kecewa, dia tetap bisa tersentuh oleh hatiku.

Aku menggenggam erat tangan Jessi, mendengar Sulistio sedang mengucapkan sumpahnya, bahwa dia akan bersama Mondy seumur hidupnya, dan bersedia menghukum dirinya jika dia melanggarnya. Aku juga berkata kepada Jessi : “Mulai hari ini, aku juga akan bersumpah untuk bersamamu seumur hidupku, jika aku melanggarnya, aku tidak akan bahagia seumur hidupku.”

Jessi melepaskan tangannya dan menutup mulutku, dia berkata : “Aku tidak akan mengikatmu dengan sumpah, jika kamu bisa menepatinya, maka aku akan bahagia, tapi jika kamu tidak bisa, maka aku hanya bisa menerima nasibku.”

Novel Terkait

The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
3 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
3 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
3 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Secret Love

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu