Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 254 Taktik Psikologi

Disaat aku melihat Aiko, aku mengira bahwa aku masih menghayal. Sangat mengherankan bahwa dia akan duduk bersama dengan sainganku, si Johan. Aku bahkan berpikir bahwa dia tidak mungkin kan masih kesal denganku, makannya dia pergi ke sisinya Johan bukan? Tetapi aku pun berubah pikiran dan memusnahkannya karena aku merasa bahwa kakakku pastinya bukan orang seperti itu.

Aiko pun memandangku dengan pandangan mata yang dingin namun menawan. Dia sekali lagi memakai cheongsam barunya, kerah merahnya menutupi leher putihnya dengan luaran mantel putih yang menyaput. Dia terlihat sangat mempesona dengan beberapa kecakapan dan kelembutan, saking cantiknya bahkan membuat orang-orang tidak dapat melepaskan pandangannya.

Aku menekankan perasaan yang bergumul-gumul di hati dan berkata: “Kak, aku telah mencarimu selama beberapa hari ini, bagaimana kamu bisa berada disini?”

Aiko menurunkan pandangan matanya dan dengan pelan berkata: “Aku sepertinya tidak perlu menyapamu saat aku berada dimana.”

Hatiku pun agak dingin dan aku memutarkan pandanganku ke Johan yang sedang terlihat puas. Dia seakan-akan seperti anjing jantan yang telah memenangkan pertarungan, menaikkan lehernya seakan-akan dia merasa sangat puas. Dia menghadapku dan berkata: “Kak Alwi, kita jumpa lagi.”

Aku pergi menarik kursi untuk duduk kemari dan berkata: “Betul sekali, kita jumpa lagi. Kamu masih saja berhati busuk dan turut dikasihani, seperti seekor badut.”

Sesaat raut wajah Johan berubah menjadi dingin. Dia dengan dingin berkata: “Hubungan di antara kami siapakah yang badutnya, apakah kamu tidak dapat melihatnya?”

Setelah dia selesai berbicara, melihat kehadap Aiko yang berada disebelahnya dan berkata: “Aiko sekarang berada disisiku, dan kamu?”

Aku tersenyum sinis dan berkata: “Apakah berada disebelahmu berarti kamu telah menang? Jadi apakah dia pernah berkata bahwa dia menyukaimu? Apakah dia setuju untuk menikahimu? Apakah dia bersedia mengorbankan nyawanya demi melindungi sekelilingmu?”

Semakin aku mengatakannya, raut wajah Johan semakin masam dan hatiku sesaat merasa tenang. Sebenarnya saat aku melihat Aiko muncul di sebelahnya, hatiku pun menjadi bingung. Namun kemudian, saat aku melihat dia tidak menghiraukannya, setengah hatiku merasa tenang. Sekarang aku sedang menggairahkannya, juga hanya ingin memastikan suatu hal, yaitu dia duduk disebelahnya tapi hatinya berada pada jarak sepuluh ribu delapan ratus mil.

Tapi jika dia masih membencinya, mengapa dia harus datang kemari?

Johan adalah orang yang sangat berhati-hati. Jika dia tidak yakin bahwa Aiko tidak akan membantuku dalam situasi ini, dia pastinya tidak akan membawakannya. Jadi, apakah jaminannya?

Aku tidak dapat berpikir begitu banyak, Gunawan pun langsung menutup pintunya. Dengan ini, semua orang-orangku dikunci di luar pintu, tapi aku juga tidak memperdulikannya dan malah langsung bertanya: “Katakanlah, untuk apa kau memanggilku pada hari ini? Apakah karena ingin menggunakan adikku dan tante mawar dengan putrinya untuk memaksaku berkompromi dan mengambil nyawaku kah?”

Yesen dengan dingin berkata: “Anak muda, karena kamu tahu bahwa orang yang kamu peduli berada di tangan kita, kamu masih sesombong ini?

Aku memandang Yesen, menyalakan rokok dan berkata: “Paman Yesen, aku sudah beberapa saat tidak melihatmu, kamu terlihat baik-baik saja. Betul juga, aku dengar-dengar bahwa di Nanjin tidak ada seorang pun yang berani melawanmu. Kamu seakan-akan seperti seorang raja. Bagaimana, beberapa saat ini kamu pasti hidup dengan nyaman kan.”

Yesen menyipitkan matanya dan bertanya apa maksud ucapanku. Aku mengambil keluar USB dan membiarkan Sulistio yang masuk denganku untuk mengambil keluar laptop dan berkata: “Mari kita nonton rekaman pendek ini agar semakin seru ya?”

Aku membuka rekaman yang terdapat di dalam USB, kemudian aku mengarahkan laptop ke Yesen. Yesen melihat tindakan dia yang menerima sogokan terekam dengan jelas, wajahnya pun sedikit memucat. Aku pun menutup laptopnya, tersenyum dengan sinis dan berkata: “Yesen, kamu bertanya apa yang ingin kukatakan bukan? Baiklah, akan ku katakana kepadamu. Yang ingin kukatakan adalah aku, Alwi, sebelumnya dapat mengancammu, sekarang pun aku tetap dapat mengancammu!”

Setelah selesai berbicara, aku tiba-tiba menaikkan suaraku dan berkata: “ Lepaskanlah adikku jika kamu pandai. Jika tidak, pada malam ini aku akan menaruh rekaman ini di situ web seluruh kota ini, agar seluruh seisi dunia ini, agar rekan kerjamu dan juga agar orang-orang atas dapat melihat kamu yang sebenarnya. Jangan ragu-ragu dengan kemampuanku, haker yang berada di bawah pengaruhku sama sekali dapat melakukannya.”

Mendengarkan perkataan ini, wajahnya Yesen pun menjadi suram dan dia dengan amarah berkata: “Apakah kamu menyogok si bajingan Chris itu? Kalian berdua bekerjasama untuk menjebakku!”

Aku tertawa dengan sinis dan berkata: “Aku hanya menanyakan kamu satu kalimat saja, lepaskan atau tidak lepaskan!”

Yesen pun malu dan marah sekaligus, tapi dia terlihat agak bergetar. Saat dia ingin membukakan mulutnya dan bertanya, Johan pun langsung memegang lengannya: “Ayah, kamu jangan ditipu olehnya. Dia sengaja ingin menggemparkanmu. Kamu pikirlah, di tangan kami terdapat orang kesayangan dia, menurutmu nyawa adiknya lebih penting atau tindakan kriminalmu lebih penting?”

Hatiku pun , aku berpikir bahwa Johan bukanlah orang yang biasa, sesaat dia dapat menemukan pokok inti permasalahannya. Benar sekali bahwa sebenarnya rekaman ini kurang mendukung. Tapi rekaman kedua aku berencana menggunakannya saat menunggu Yesen dan Chris sama-sama telah mengalami kerugian, dan kemudian sebuah tusukan sentuhan terakhir. Dilihat dari sekarang, aku terlalu meremehkan kemampuan mereka.

Saat berpikir hingga disini, aku memasukkan tanganku ke dalam kantong dan mempertimbangkan untuk mengeluarkan atau tidak mengeluarkan USB ke-dua itu sekarang dimana USB ke-dua tersebut mengandung rekaman yang ke-dua. Saat memikirkannya, Johan mengeluarkan sebuah laptop dan dengan dingin berkata: “Alwi, kamu seharusnya merindukan adikmu bukan? Bagaimana jika kita melihat apa dia sekarang?”

Hatiku pun cemas. Aku hanya dapat melihat Johan yang sedang menyalakan laptopnya dan menghadap kearah kami. Kemudian, aku langsung melihat di gambar tersebut muncul tiga wanita. Ketiga wanita ini adalah Claura, adikku Lidia dan juga Mawar.

Hanya saja aku tidak menduga bahwa Lidia dan Mawar telah diikat ke tiang dan masing-masing dari mereka terdapat sesuatu yang membaluti mereka. Barang itu pun berbunyi tik tik tik. Aku dengan teliti memperhatikannya dan sesaat hatiku seperti akan copot karena aku mengenal bahwa di tubuh mereka terdapat dua bom……

Dan yang berbeda dengan mereka berdua adalah Claura yang sedang berdiri disana dengan kedua tangannya disekap, di tangannya memegang sebuah remot dan terdapat orang yang mengarahkan pistol di atas kepalanya. Raut wajahnya penuh dengan kepahitan sedangkan raut wajah Mawar dan Lidia pun memucat, apalagi wajahnya Lidia benar-benar buruk. Aku benar-benar mengkhawatirkannya, takut bahwa penyakit lamanya kambuh dan tiba-tiba hatiku terbakar-bakar.

Disaat ini, aku menyadari bahwa ayah dan anak keluarga Ye sedang menatapku, seakan-akan sedang mengamati raut wajahku. Aku tahu bahwa aku sama sekali tidak boleh menunjukkan setengah kekhawatiran dan ketakutanku, makannya aku dengan datar berkata: “Apa? Kalian sedang bermain kah? Biarkan aku menebak, tidak mungkin kan kalian berpikir membiarkan Claura untuk memilih seseorang diantara adikku dengan Mawar untuk diledak kan? Hanya satu permainan untuk hidup. Jika orang itu memiliki hak untuk memilih dan tidak memilih, apakah kalian akan membuat mereka semua mati?”

Melihat aku yang mengatakannya dengan nada yang tenang, ayah dan anak keluarga Ye pun sedikit terkejut. Gunawan pun berkata dengan tenang: “Tidak salah lagi, menurutmu siapakah yang akan dipilih Claura, apakah ibunya atau adikmu?”

Aku melihat Gunawan, tersenyum dan berkata: “Aku tidak tahu, tapi aku tahu bahwa kamu pasti mengira bahwa Claura akan memilih Mawar. Kamu terlalu percaya diri, makannya baru berani memainkan permainan bocah ini dengan bapak dan anak keluarga Ye.”

“ Apa katamu? Ini adalah permainan bocaj? Alwi, jangan berpura-pura, sebenarnya hatimu benar-benar takut bukan?” Gunawan tertawa dengan sinis dan berkata, “Yang kamu katakana tidak salah lagi, aku pasti mengira demikian, dan Claura pasti akan melakukan keputusan demikian. Di depan matanya, seberapa berharganya adikmu, juga tidak seberharga ibunya.”

Aku dengan dingin berkata: “Walaupun dia melakukan sesuai dengan perkiraanmu, memilih untuk mengakhiri hidup adikku, kamu akan menang kah? Gunawan, aku dapat menepuk dadaku dan menjamin bahwa walaupun Claura memilih adikku, setelah masalah ini selesai dia pastinya juga tidak akan hidup dan memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri.”

Gunawan dengan raut dingin tidak mengatakan sesuatu. Aku menunjuk dia dan berkata: “Kamu hanya memaksa putrimu untuk membunuh diri! Pria semacam kau ini pantas saja dibenci seumur hidup oleh Mawar. Tidak heran jika putrimu yang memihakmu berubah dan memihak tante Mawar. Karena kamu pria semacam ini sama sekali tidak pantas dikatakan manusia. Kamu adalah binatang!”

Gunawan pun telah dibuat marah olehku, dia pun ingin menghajarku. Aku dengan senyum sinis berkata: “Kamu ingin memulaikannya? Aku berpikir mungkinkah kamu telah lupa bahwa kamu adalah kegagalan menjadi anak buahku?”

Johan pun mengejek dan berkata: “Paman Gunawan, mengapa kamu harus marah? Si badut ini sedang melalukan permainan taktik psikologi denganmu. Dia ingin mempengaruhimu untuk melepaskan rencana ini dan menghancurkan pikiranmu. Jika kamu marah, berarti kamu telah dipermainkan olehnya dan kamu telah dikalahkan olehnya.”

Mendengar perkataan ini, Gunawan yang awalnya marah lagi-lagi balik dengan raut datar. Dia pun tertawa dan berkata: “Yang kamu katakan tidak salah lagi, sekarang bocah ini tidak tahu apa yang akan dicemaskan. Aku tidak boleh dipermainkan olehnya.”

Dia mengatakannya sambil menunjuk ke wajahku dan dengan sombong menaikkan ujung mulutnya berkata: “Alwi, aku tidak akan dipermainkan olehmu. Kamu si pembawa bencana, kamu yang membunuhi orang tua angkatmu, melukai saudaramu sendiri dan lagi-lagi melukai adik perempuanmu. Siapa yang akan tahu bahwa siapalah yang telah menderita seumur hidupnya. Hahaha!”

Hatiku pasti marah, juga sangat masam. Perkataan Gunawan menusuk hatiku. Aku menggeramkan gigiku, berpikir bahwa aku tidak boleh mengacaukannya, aku tidak boleh marah dan tidak boleh ditipu oleh mereka.

Aku mengeluarkan USB dari dalam kantong, menghantamnya di atas meja dan menghadap kearah Yesen sambil berkata: “Yesen, aku sebenarnya ingin meninggalkanmu satu kesempatan untuk hidup. Sekarang seakan-akan itu tidak diperlukan lagi!”

Setelah selesai mengatakannya, aku sekali lagi menusukkan USB tersebut ke laptop. Aku membukakan gambarnya dan mendorongnya ke depan Yesen agar membiarkannya melihat dengan dekat apa gambar tersebut. Tiba-tiba, Yesen pun terbingung. Kepalanya pun penuh dengan keringat dingin dan menghadapku sambil bertanya: “Kamu……Darimana kamu mendapatkannya?”

Aku menanyakannya: “Penting tidak?”

Wajah Johan pun berubah menjadi muram. Yesen menelen ludahnya dan tidak berani melihat anaknya.

Johan tiba-tiba tertawa dan berkata: “Apa gunanya kamu mengancam ayahku?”

Yesen dengan sedikit keraguan menatap Johan dan aku pun juga menatapnya dengan heran. Dia melihatku dan berkata dengan dingin: “Bagaimana jika ayahku meninggal? Asalkan aku dapat mengirimmu ke jalan kematianmu, aku pun rela membiarkanmu menguburkan ayahku.”

Mendengar perkataan ini, Yesen pun marah dan berteriak: “Johan, apa maksudmu?”

Aku pun juga terkejut. Yang aku lihat, Yesen dan anaknya selalu sejalan dan sepikitan. Jangan katakan bahwa Johan sedang menipuku kah? Dia sengaja mengatakan bahwa dia tidak peduli tentang kematian ayahnya supaya membuatku melepaskan rencana untuk mengancam mereka, sudah tidak ada jalan balik lagi, begitu kah?”

Saat mempikirkannya, Johan pun berkata: “Sekarang permainan barulah dimulai. Alwi, kamu ingin dengan mata kepalamu sendiri melihat kematian adikmu atau kamu ingin disini menghentikannya? Menggunakan nyawamu untuk menukarkan ketiga wanita ini kah?”

Aku melihat kearah Aiko, dia sampai sekarang tidak mengatakan sekata pun. Bahkan ketika Johan berkata ingin aku mati, dia juga tetap tidak mengatakan apapun. Hatiku sesaat merasa sedih.

Melihat aku sedang menatapnya, Aiko pun melihat mataku dan perlahan-lahan berdiri.

Aku pun merasa lega dan mengira bahwa dia akan membantuku. Siapa yang kira bahwa dia akan berjalan lurus menghadap pintu, bahkan Johan pun menanya dia ingin kemana. Dia dengan datar mengeluarkan satu kata: “Toilet.”

Setelah Aiko selesai mengatakannya, dia pun meninggalkan ruangan tersebut. Perdebatan di kamar pun masih berlanjut.

Aku menghadap Johan dan berkata: “Kamu yakin kamu tidak mempedulikan nyawa ayahmu? Kalau begitu aku akan menyuruh anak buahku untuk menaruh dua rekaman indah ini di situs web dan membiarkan semua orang untuk melihatnya dengan teliti untukmu.”

Mendengar perkataan ini, Yesen pun sangat cemas dan dengan sibuk berkata: “Jangan, jangan. Alwi, Jangan begini!”

Aku berkata: “Tidak ada gunanya kamu memohonku, kamu seharusnya memohon putramu.”

Yesen melihat Johan dengan amarah dan Johan berkata dengan wajah dingin: “Yesen, kamu merasa setelah melihat rekaman ini aku akan tetap membantumu kah? Kamu kira aku tidak dapat mengenal pacar tercintaku di dalam rekaman ini kah? Kamu bahkan tidak melepaskan pacarnya anakmu, kamu membunuhnya. Tapi kamu membuat sebuah scenario palsu dimana membuatku percaya bahwa dia telah diperkosa dan dibunuh oleh orang lain. Kamu……Kamu sungguh adalah ayah terbaik!”

Aku pun terkejut. Aku tidak menyangka bahwa wanita di dalam rekaman tersebut memiliki hubungan dengan Johan. Seakan-akan seperti tikus buta yang menabrak sebuah tikus mati.

Yesen dengan raut pahit berkata: “Demi wanita ini kamu ingin membunuhku kah?”

Setelah dia selesai mengatakannya, Johan terus dengan raut datar melihat Gunawan dan berkata: “Gunawan, kamu sekarang masih memerlukan bantuanku, kamu……"

Siapa yang sangka bahwa Gunawan dengan dingin berkata: “Maaf, kak Yesen, kerjasamku dari awal adalah dengan anakmu.”

Rautnya Yesen tiba-tiba muram. Mataku melihat ke Yesen dan bergantian ke wajah anaknya dan berkata: “Sulistio, hubungilah Chick bahwa kedua rekaman tersebut boleh diuploadkan.”

Setelah Yesen mendengar perkataan ini, dia pun panik, menghadapku dan berkata: “Jangan! Alwi, asalkan bukan rekaman ini, malam ini saat meninggalkan tempat ini, aku bisa membantumu menghadapi Gunawan!”

Aku tertawa dan berkata: “Tapi anakmu terlihat……”

Johan dengan dingin menatap menghadap Yesen dan berkata: “Alwi, aku bisa dengan jelas memberitahumu bahwa Yesen si sampah ini tidak memiliki hak untuk menguasai permainan ini. Yesen, kamu kira aku tidak peduli kamu mati atau hidup karena wanita ini kah? Jangan kira bahwa aku tidak tahu jika ibuku telah dipaksa untuk locat dari gedung karena kamu dan wanita bajingan itu!”

Aku akan pergi. Kelihatannya bahwa masalah Johan di dalam keluargha sungguh besar. Hari ini aku telah membukakan matakan. Aku pun berkata: “Johan, seberapa baik atau jahatnya dia, dia tetaplah ayahmu. Mau seberapa banyak perbuatan kesalahannya, kamu juga tidak seharusnya menginginkan dia mati kan.”

Tentu saja hatiku tidak sesuai dengan pikiranku. Yesen adalah sampah, mati sepuluh ribu pun tidak cukup untuk mengampuninya. Aku sengaja menjadi baik saja, supaya mereka berdua dapat berkelahi dan aku dapat mengulurkan waktunya. Sebenarnya dari awal, aku sengaja mengulurkan waktu melalui gambaran ini supaya anak buahku dapat menemukan keberadaan adikku mereka orang yang telah ditangkap disuatu tempat. Sudah sangat jelas bahwa rencanaku berhasi, hanya saja aku tidak tahu apakah anak buahku dapat menemukan tempatnya.

Sesuai dugaanku, Johan dan Yesen beneran sedang dalam perselisihan. Kelihatannya remakan ini benar-benar membuat Johan marah dan membuatnya kehilangan dirinya yang awalnya tenang.

Melihat mereka saling bertengkar, Gunawan pun dengan suara rendah berkata: “ Kalian berdua, sekarang jangan lupa tujuan awal kita yang sebenarnya. Tuan Yesen, jangan membiarkan mereka mengulurkan waktunya. Permainannya sudah dimulai.”

Hatiku pun menjadi cemas. Johan melihat kearahku dan dengan senyum sinisnya berkata: “Mengulurkan waktu ya, kelihatannya aku hampir saja dijebak oleh Alwi.”

Setelah dia selesai mengatakannya, gambar di laptop mereka pun bergerak. Hanya terdengar bunyi dua suara senapan dan dua orang yang menahan Claura pun jatuh tergeletak di tanah……

Hatiku pun sepenuhnya merasa lega……

Novel Terkait

 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
3 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
4 tahun yang lalu