Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 777 Siapapun Pasti Menyukai Wanita Cantik

Aku tertawa berkata, “Tak apa-apa. Misinya sudah terselesaikan, aku kembali dulu, sudah mengajak orang untuk bertemu.”

Felicia bertanya, “Tidak tinggal untuk makan?”

“Tidak perlu, malam nanti juga makan bersama dengan orang-orang. Aku masih ada urusan penting nanti siang.” ujarku dan berdiri untuk menahan tangan. Aku lanjut tertawa dan berkata, “Maaf semuanya. Siang ini benar-benar tidak bisa. Aku akan bersulang tiga kali untuk malam ini.”

Sutradar terkekeh dan berkata, “Anda terlihat sibuk, jadi kita juga tidak menyuruh Anda menetap.”

Sutradara membuka mulut, lalu yang lain juga tidak memaksaku menetap. Aku bilang pergi dulu sambil tersenyum kepada Felicia. Ia mengangguk dan aku memakai kembali kacamata hitam dan topi dan bersiap keluar melalui pintu belakang. Baru saja keluar, aku dicegat oleh sekelompok wartawan.

Sepertinya mereka sudah mengerti jalanku dan menunggu disana sejak lama. Beberapa pengewal segera mendekatiku untuk mencegat mereka diluat, tapi ini sama sekali tidak bisa menahan keinginan mereka untuk mewawancariku, beberapa pertanya seketika terbuang kearahku.

“Tuan Alwi, apa yang dipikirkan Anda saat menolong orang?”

“Tuan Alwi, apakah Anda akan membawa dua orang ini ke kantor polisi?”

“Tuan Alwi, saat Anda dituduh dan diomeli, apakah Anda merasa marah? Banyak orang yang bilang Anda adalah seorang penjahat, bagaimana menurutmu?”

“Tuan Alwi, saat Felicia mengalami kebahayaan, Anda terlihat sangat panik. Apakah Anda sungguh tidak menyukainya lagi?”

“Pal Alwi...”

Aku mengerutkan dahiku dan memijat pelan ubun-ubunku sambil melihat mulut-mulut para wartawan yang tidak pernah berhenti. Aku membersihkan tenggorokanku. Semua terdiam saat melihatku mau membuka mulu dan memandangiku tenang. Aku berkata, “Kalau kamu adalah orang jahat, maka aku adalah orang baik. Kalau kamu adalah orang baik, maka aku adalah orang jahat.”

Setelah itu, aku pergi dalam perlindungan para pengawalku. Untuk pertanyaan yang lain, aku sama sekali tidak ada nita untuk menjawabnya. Aku tidak ingin menjadi bahan perbincangan orang-orang.

Ada wartawan yang bereaksi lebih cepat datang bertanya, “Kalau begitu, menurut Tuan Alwi, orang yang seperti apa bisa dipanggil orang baik?”

Aku berkata tanpa membalikkan kepalaku, “Orang yang mencintai diri sendiri, mendirikan cinta diatas kepercayaan. Orang yang berbakti, mendirikan kebaktian diatas akal sehat. Orang yang setia, mendirikan kesetiaan diatas prinsip. Orang yang berbagi, mendirikan pembagiaan diatas kemampuanmu.”

Aku langsung memasukki mobil setelah selesai mengatakan. Sedangkan para wartawan itu tidak lagi berani mengejar, satu-satu berdiri disana sambil menulis dengan semangat, mungkin sedang mencatat perkataanku, agar mudah diberitakan.

Aku menginjak tancap gas dan langsung menuju keAisyah club.

Hari ini Widya kembali dari Tianjing. Ia datang untuk berdoa ke pemakaman. Orang Larry melindunginya dalam perjalanan kesini, sedangkan Larry mengira aksi mereka dilaksanakan secara sempurna, sehingga diriku tidak mengetahui apapun, tapi ia tidak tahu kalau aku dan Widya adalah teman seperjuangan.

Setengah jam kemudian, aku tiba diAisyah club. Bibi Reza telah menunggu kedatanganku. Ia tertawa melihat kedatanganku dan berkata, “Aduh, Tuan Alwi, akhirnya Anda sudah tiba.”

Aku berkata, “Bibi Reza, jangan memanggilku seperti itu.”

Bibi Reza tertawa dan menggandeng lenganku berkata, “Ayo jalan.”

Hari ini ia memiliki gaun khas tiongkok berwarna biru akua dengan corak bunga, tubuhnya masih begitu langsing. Saat ia mengalungkan tangannya di lenganku, aku bisa merasakan benjolan di lenganku. Di saat yang sama, juga ada aroma parfum yang menusuk hidungku. Sayangnya aku bukan lagi bocah yang tidak mengerti apapun, kalau tidak sekarang aku akan mudah tergoda lagi.

Bibi Reza memilih jalan kecil yang sepi dan membawaku sebuah ruangan. Aku langsung menemukan Widya yang tenggelam dalam pikirannya setelah pintu terbuka.

Melihatku, Widya melihatku dari atas hingga bawah dan tertawa berkata, “Aku kira kamu akan sangat sedih dan tak sangka kalau wajahmu terlihat begitu ceria.”

Aku berkata, “Aku bukanlah anak yang mudah terkalahkan.”

Widya melirik kearah Bibi Reza. Orang yang dilihat mengerti, lalu terpasang senyuman diwajahnya dan berkata, “Aku menyuruh dapur untuk menyiapkan makanan untuk kalian. Kalian berbincang dulu.”

Setelah Bibi Reza keluar dari kamar, Widya segera menuangkan secangkir teh untukku dan berkata, “Orang Larry telah dibuat pingsan olehku, apa rencanamu selanjutnya?”

“Mereka semua adalah tokoh-tokoh yang hebat. Mereka bisa terjatuh pingsan olehmu, karena kamu sudah mendapatkan kepercayaan mereka. Tapi setelah mereka sadar kembali, identitasmu pasti terbongkar, jadi aku harus membunuh mereka.”

Widya tersenyum tipis dan berkata, “Lalu?”

Aku menatapnya penuh maaf dan berkata, “Lalu harus mengasihanimu.”

“Tak apa-apa, lagipula bukan pertama kali aku begitu kasihan.” ujar Widya tidak peduli sambil tersenyum malas.

Dulu ia selalu mendatarkan wajahku, tapi saat ini tiba-tiba berubah. Aku sungguh merasa tidak biasa. Baru saja ingin bertanya, tiba-tiba ia berkata, “Apakah kamu sungguh baik-baik saja?”

Aku terdiam lalu kembali tersadar. Ia bisa begitu lembut, hanya karena merasa diriku masih sedih, jadi tidak ingin mendatarkan raut wajahnya untuk menganggu suasana hatiku.

Wanita ini biasanya tsundere dan sensitif. Aku tertawa dan berkata, “Aku sungguh baik-baik saja. Widya, aku nanti akan mengirim pesana singkat untuk Larry, bilang kamu berada ditanganku.”

Widya mengangguk dan berkata, “Baik.”

Dari luar terdengar suara ketukan pintu, lalu diikuti suara Samuel yang terdengar. Ia berkata, “Kak Alwi, masalah sudah diurus, hanya saja pihak polisi seperti kurang percaya dengan kita. Teman-teman bilang orang mereka telah mengganti pakaiannya dan keliling di tempat kita, mungkin ingin mencari kesempatan untuk melihat apakah kita mengurung orangnya.”

“Tidak perlu mempedulikan mereka.” ujarku. “Oh iya, masih ada kerjaan yang harus kamu lakukan.”

“Katakan saja, Kak Alwi.”

“Bawa orang pergi untuk membunuh sekelompok orang yang datang bersama Widya. Orang-orang ini berada di...” Aku melihat kearah Widya.

Widya melanjutkan ucapanku dan berkata, “Dirumahku.”

Samuel berkata, “Aku mengerti.”

Ia pergi setelah mengetahui tempatnya. Widya bertanya dengan penasaran, “Apakah kalian menimbulkan masalah lagi?”

Aku berkata, “Bukan kita yang melakukannya, tapi ada orang yang mencari masalah.”

Lalu aku menceritakan semua yang terjadi saat acara pembukaan syuting kepadanya. Ia menyipitkan matanya dan tertawa dingin berkata, “Jadi kamu tidak memberikan orangnya ke pihak polisi?”

Aku tertawa dan berkata, “Bagaimana mungkin? Kalau aku tidak memberikan orang kepada mereka, mungkin mereka sekarang sudah mencari orangnya kepadaku. Aku hanya memberika satu orang kepada mereka. Untuk orang satu lagi, aku berbohong bilang orang itu kabur, karena pihak polisi tidak memiliki bukti aku berbohong, jadi mereka juga tak berdaya.”

Widya mengangkat alisnya dan berkata, “Berani juga kamu ini.”

Aku tertawa dingin dan berkata, “Siapa yang menyuruh mereka keterlaluan, tapi orang yang dikirim ke kantor polisi ini, sepertinya tidak dapat kembali lagi. Aku tidak berharap ia bisa kembali, karena wanita yang berada ditangan kita, bisa saja menjadi kartu yang terbaik.”

Widya tidak lanjut bertanya lagi, karena ia sudah menebak betul apa yang kuinginkan. Dan aku juga tahu bahwa pikiranku sama sekali tidak baik, tapi aku tidak pernah murah hati kepada orang yang pernah ingin melukaiku. Pastinya berbeda kalau orang itu adalah orang yang kupeduli.

Widya saat ini memberikan sebuah boneka untukku dari tasnya. Aku mengangkat alisku dan tertawa berkata, “Jangan-jangan ini hadiah untukku?”

Aku mengangkat boneka. Widya melototiku dan berkata, “Kamu kira aku bisa memberikan hadiah seperti ini untukmu? Dasar bodoh! Ini adalah barang pemberian bedebah itu.”

Bedebah itu? Aku mengangkat alisku dan berkata, “Larry? Sejak kapan gayanya menjadi seperti ini? Atau Keluarga Yang sudah kehabisan uang?”

Widya melototiku lagi dan berkata, “Ini semua karena kamu.”

Aku berkata, “Mengapa disalahkan kepadaku lagi?”

Widya mendengus pelan dan berkata, “Apakah kamu lupa dulu kamu pernah memberiku sebuah boneka yang bisa berbicara?”

Aku mengangguk dan bilang ingat sambil menyeringai kearah Widya, “Jangan-jangan kamu mesih membawa barang itu bersamamu?”

Wajah Widya memerah, terlihat bahwa ia tidak mengikuti kata hati dan berkata, “Saat aku sedang membereskan koper, aku tidak sengaja membawa boneka itu kedalam. Lalu Larry salah paham kepadaku dan mengira aku menyukai barang seperti ini, jadi ia juga membelikan boneka untukku.”

Sebenarnya aku sudah tahu bahwa Widya selalu membawa boneka pemberianku bersamanya. Ia berpura-pura tidak tahu, hanya karena ia tidak menginginkan aku untuk mengetahu rahasia kecilnya. Aku sengaja menahan tawa dan wajahnya semakin memerah, tetapi tatapan matanya berpura-pura untuk tidak peduli. Ia berkata, “Kamu jangan terlalu senang, aku benar-benar tidak sengaja membawanya kesana. Aku tidak begitu kekanakan, hingga menyukai boneka yang berbulu seperti itu.”

Aku tertawa dan berkata, “Apa yang semua kamu katakan itu benar, lalu apa selanjutnya? Larry kira kamu suka boneka yang berbulu, jadi membelikanmu boneka? Kamu seperti tidak bercerita kepadaku untuk mengeluarkan barang ini. Kalau begitu, apakah ada rahasia dari boneka ini?”

Widya berkata, “Untungnya kamu tidak bodoh. Benar sekali, kenyataannya saat aku menerima boneka ini, aku juga memberikan boneka pemberianmu untuk Larry...”

Aku minum seteguk teh dan berkata, “Kamu rela memberikannya?”

Widya lanjut membalas, “Memang ada apa kalau tidak rela? Tidak rela, juga harus kuberikan.”

Aku tersenyum licik kearah Widya. Ia baru menyadari bahwa aku sudah memancingnya untuk mengatakan yang sebenarnya. Seketika ia menjadi kesal, wajahnya memerah dan melototiku berkata, “Maksudku, lagipula boneka itu sudah menemaniku begitu lama, jadi aku memberikannya, tapi aku juga menjadi tidak nyaman.”

Aku menahan tawa lagi dan berkata, “Hmm, aku percaya dengan ucapanmu.”

Widya memutar balik matanya dan menepuk dahinya tak berdaya. Ia sudah malas untuk menjelaskan dan lanjut berkata, “Bukankah boneka itu juga memiliki fungsi untuk merekam suara? Aku menyuruh orang kita untuk memasang alat penyandapan didalamnya, menggunakan fungsi perekan suara untuk berpura-pura. Kalaupun ia merobeknya, ia juga tidak akan menyadarinya. Tapi kurasa...ia juga tidak rela untuk merobek, karena saat aku memberikan barang untuknya, ia menunjukkan kebahagiaannya terhadap boneka itu dan aku juga bilang kepadanya kalau boneka itu adalah barang kesukaanku, sehingga ia harus menjaganya dengan baik.”

Aku tertawa dan berkata, “Hebat juga kamu, Nona Widya. Dengan tingkat kekaguman Larry kepadamu, ia pasti akan membawa boneka itu bersamanya setiap waktu.”

“Awalnya ia tidak melakukan itu, tapi saat beberapa hari aku pergi makan bersamanya, aku sengaja mengeluarkan barang. Alhasil boneka itu ketahuan olehnya. Ia melihat aku setiap saat membawa boneka itu, ia sangat senang. Esok harinya kita pergi makan, aku melihat ia juga membawa boneka berbulu itu didalam tas kerjanya. Ia juga bilang kepadaku bahwa ia menyukai boneka itu.” ujar Widya sambil menggantung penyindiran di sudut bibirnya.

Lelaki dalam hubungan asmara memang sangat bodoh. Larry yang begitu licik pun, juga masih tertipu oleh Widya.

Tapi pusat perhatianku tidak berada diatas sana. Aku mengerutkan dahiku dan berkata, “Kalian pergi makan setiap hari?”

Widya mengangkat alisnya sambil memandangku. Ia menyeringai dan berkata, “Ada apa? Apakah kamu cemburu?”

Saat ini, ia sedang menopang dagu sambil mendekatkan tubuhnya kearahku. Aku memutar kepalaku dan menemukan pemadangan yang berisi dari celah pakaiannya. Aku terus memandang kearah sana dan berkata, “Aku tidak cemburu. Aku hanya takut kamu ‘dimakan’ olehnya.”

Widya tertawa dingin dan berkata, “Apakah ia berani?”

Aku mengerucutkan bibirku dan berkata, “Harus dipuji kalau ia adalah lelaki yang baik, membuatku kagum kepadanya. Berbeda sekali dengan...ku.”

Widya memiringkan tubuhnya dan berkata, “Kamu alihkan pandanganmu dulu dari dadaku.”

Seketika aku malu karena kelakuanku langsung terbongkar, tapi masih berani dengan serius berkata, “Siapapun pasti memiliki pikiran untuk menyukai wanita cantik.”

Novel Terkait

Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
3 tahun yang lalu
The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
4 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu