Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 338 Rahasia Miliknya

Kali ini, aku benar-benar adalah raja yang telah kembali, disini sudah tidak ada lagi orang yang bisa membelaku, dan aku juga sudah memutuskan, tidak peduli siapapun yang menjadi orang penting di Nanjin, aku pun tidak akan memberikan dia kesempatan untuk mengecamku.

Sesampainya di Nanjin, aku lebih dulu pergi ke rumah sakit dimana Nody dirawat, saat masuk ke rumah sakit aku langsung menuju ke ruangan dimana dia dirawat, ketika dalam perjalanan menuju ruangannya, aku kebetulan melihat Monica keluar ruangan sambil membawa kotak makan, awalnya aku ingin memanggil dia, tapi aku berubah pikiran dan segera membatalkan niatanku itu.

Setelah menunggu sampai Monica masuk kembali ke ruangan, aku dengan hati-hati berjalan masuk ke ruangannya, sewaktu saudara yang menjaganya melihatku, mereka segera menyapaku, aku hanya diam dan tidak membalas sapaan mereka, berjalan masuk dan dengan suara pelan berkata: "Beberapa hari ini kalian sangat bekerja keras, bagaimana dengan saudara-saudaramu lainnya?"

Salah satu diantara mereka dengan merendahkan suara dan berkata: "Mereka tersebar di setiap sudut rumah sakit, Kak Sulistio juga bilang, meskipun sekarang Salim sudah celaka, tapi siapapun juga tidak bisa menjamin akankah ada Salim lainnya, maka dia menyuruh mereka untuk berjaga-jaga ekstra di rumah sakit menjaga Kak Nody."

Aku tersenyum dan berkata: "Orang itu memikirkan hal ini dengan penuh pertimbangan, eh, bagaimana perkembangan hubungan Monica dengan Kak Nody hari-hari ini?"

Mereka berdua tidak tahu bagaimana aku sangat suka bergosip, mereka saling berpandangan dan salah satu mengatakan: "Kak Nody terus-terusan mengejar wanita, dia membuat Monica menerima banyak kesulitan, sekarang mereka sudah pernah bercumbu dan tidak ada lagi yg dilakukan selain itu, mungkin karena di rumah sakit tidak terlalu nyaman."

Aku berpikir apa yang tidak nyaman dari rumah sakit, saat kaki Robby patah dan terbaring di rumah sakit, gairah itu tidak pernah ada batasnya, bahkan semalaman juga tidak berhenti. Setelh dipikir-pikir, aku juga sungkan untuk membicarakan hal yang tidak sopan ini dengan mereka, aku menyeringai dan berkata: "Kalian berdua ini nakal sekali, kalian diam-diam melihat mereka bercumbu, siap-siaplah ketika Kak Nody tau hal ini, dia bisa mematahkan kaki kalian."

Setelah selesai berbicara, aku menyuruh mereka beristirahat, lalu aku bersembunyi dibalik jendela, diam-diam mengintip dari balik tirai, tak kusadari ternyata dibelakangku ada dua pasang mata yang terkaget-kaget melihatku, aku pun memalingkan muka dan melihat dua penjaga itu sedang memandangiku, pandangan itu seolah-olah berkata: "Kamu juga tidak sedang mencuri-curi pandang kan?"

Aku mengusap-usap hidungku dengan canggung dan mendorong mereka untuk segera pergi.

Mereka berdua tertawa sambil pergi, kemudian aku mengarahkan pandanganku ke ruangan itu kembali. Saat ini, Nody tengah berbaring di kasurnya dan menggoda Monica, Monica membantunya meninggikan sandaran kasur, membuka meja makannya dan juga meletakkan makanannya diatasnya, aku tidak tahu apa yang sedang dia gumamkan disana.

Kemudian, dia memberikan sepasang sumpit kepada Nody, saat Nody tengah mengambil sumpit itu dia juga berkesempatan untuk mengenggam tangan Monica, lalu dia menundukkan kepalanya dan mencium tangan putih kurusnya itu, seketika wajah Monica memerah, melebarkan matanya dan cepat-cepat menarik tangannya kembali.

Nody memandang dia dengan tatapan manja, mereka berdua makan sembari mengobrol, aku rasa mereka sekarang sudah cocok untuk memiliki seorang anak kan? Saat pikiran ini lewat di kepalaku, aku tiba-tiba melihat Monica berdiri dan mencium bibir Nody kemudian, mukanya memerah dan segera keluar dari pintu, aku segera berlari kearah pintu dan saat pintu itu terbuka, aku bersandar di tepi pintu, terkekeh dan berkata: "Hei kakak ipar, kamu mau lari kemana?"

Ketika Monica melihatku, dia terdiam sebentar lalu menyeringai dan mukanya mulai memerah, dia membelalakkan matamya padaku dan bertanya: "Siapa kakak ipar itu? Salah memanggil kah?"

Aku tersenyum dan berkata: "Hmm, kakak mau bersiap-siap untuk melanggar janjikah? Barusan saja kamu terlihat jelas mencium Nody, mungkinkah kamu......."

Sebelum aku selesai berbicara, wajah Monica memerah dan menginjak kakiku dengan sedikit kesal, dia berteriak kesal padaku katanya: "Kamu juga berani-beraninya mengintip!"

Aku mengerang kesakitan, lalu menundukkan kepalaku melihat sepatu olahraga putihku yang diinjaknya dan berkata: "Masih tidak mau mengakui kalau kamu itu kakak iparku? Lihatlah bagaimana kamu sangat perhatian dengan Nody, demi merawatnya, kamu juga tidak memakai sepatu heels kesayanganmu, mengapa begitu, apakah kamu takut suara langkah kakimu membangunkannya dari tidurnya?"

Wajah Monica semakin memerah, dari dalam ruangan, Nody tersenyum dan berkata: “Hei bocah, sudah tau dia itu kakak iparmu, kamu masih saja tidak sopan padanya, awas ya nanti aku bisa memukulmu.”

Aku tidak bisa meyulitkan Monica lagi, aku membalikkan badanku dan membuat sebuah celah antara aku dan Monica, dia mengancamku dengan mebelalakkan matanya padaku, lalu aku lari sekencang mungkin darinya, setelah dia berjalan pergi, dengan semangat aku memasukki ruangan itu, sampai di depan kasurnya aku berkata: “Kamu sakit hati?”

Nody tertawa terbahak-bahak dan berkata: “Tentu saja aku sakit hati, aku sudah susah payah untuk mendapatkan dirinya, kamu jangan membuat dirinya lari menjauh dariku dong, kalau tidak aku akan menghabisimu.”

Aku mendecakkan lidahku dan berkata: “Omong kosong, memangnya sudah berapa lama kamu mengejar dia? Dan jangan lupa, jika bukan aku yang menyuruhnya untuk merawatmu, aku kira sekarang kamu hanya bisa mengejar suster-suster rumah sakit ini saja.”

Mendengar perkataan ini, Nody tertawa keras dan berkata: “Adikku, adikku… aku tau kamu memang orang yang paling menyayangiku.”

Selesai dia berbicara, dia memerhatikan penampilanku dari ujung kepala sampai ujung kaki dna bertanya: “Kamu terlukakah?”

Aku menjawab: “Sedikit, sekarang sudah agak membaik, bagaimana denganmu? Sudah membaikkah? Bagaimana komentar dokter?”

Nody tersenyum dan berkata: “Imunitas tubuhku sudah mulai menguat kembali, kamu masih tidak tahukah? Dokter mengatakan bahwa pemulihan badanku sangat cepat, sebentar lagi aku sudah bisa keluar dari rumah sakit.”

Aku menggelengkan kepalaku: “Ini tidak boleh terjadi, aku tidak mengijinkan kamu keluar dari rumah sakit sebelum badanmu benar-benar membaik.”

Nody ingin membantahnya, tapi aku langsung berkata: “Jangan berbasa-basi kepadaku, keputusan ini harusnya tidak aku beritahukan kepadamu, kalau kakak ipar sudah kembali, aku akan segera memberitahukan ini kepadanya.”

Seketika Nody menunjukkan sikap yang menyerah padaku dan berkata: “Kamu terlalu kejam padaku. Oh ya, bagaimana dengan Kak Aiko? Aku dengar dia terluka, apakah lukanya serius?”

Aku menjawabnya: “Agak serius, untungnya dia bisa menahannya, jika dia adalah wanita lain diluar sana, mungkin dari awal dia hanya terbaring ditempat tidur dan tidak mau bangun.”

Sampai disini, aku menghela napasku, untuk apa aku menghela napas setelah Nody bertanya hal itu? Sebelum aku berbicara, dia menunjukku dan berkata: “Kamu tidak perlu berkata-kata aku pun juga tahu, bukankah kamu khawatir? Tiga wanita disisimu semuanya begitu baik, kamu takut dan sedih jika ada satu saja yang tidak bisa bertahan.”

Hatiku tiba-tiba suram daan aku berkata: “Bukan tiga wanita, tapi dua wanita.”

Mendengarku sedih, Nody mengernyitkan alisnya dan bertanya: “Apa yang terjadi?”

Aku menundukkan kepalaku dan memainkan jariku, mencoba untuk menahan nada bicaraku agar tidak begitu terdengar kacau dan berkata: “Kak Felicia hilang ingatan, dia sudah tidak mengingatku lagi, Kakek Ergi bertanya padaku apakah perlu untuk memulihkan ingatannya kembali, aku menolaknya, aku berpikir, mungkin selamanya dia tidak akan bisa ingat apapun, ini juga karena ulah seorang laki-laki yang tidak berguna sehingga dia masuk rumah sakit”

Nody tidak berkata apapun, dia hanya menepuk—nepuk bahuku untuk menenangkanku, aku tersenyum menatapnya dan berkata: “Jika memang ini takdirnya, aku percaya bahwa ini adalah akhir yang terbaik.”

Di detik ini, pintu ruangan terbuka, aku memutar badanku dan melihat Sulistio langsung menghampiriku, memelukku dengan senang hati dan berteriak: “Alwi, akhirnya kamu kembali.”

Aku membalas pelukan Sulistio, tersenyum sambil berkata: “Hari ini kamu telah bekerja sangat keras.”

Sulistio menggelengkan kepalanya dan berkata: “Belum bekerja keras, demi membantu Kak Alwi mengurus masalah ini, sedikitpun juga tidak bekerja keras, hanya sedikit sungkan saja, tentang masalah Dony Yun itu......”

Berbicara sampai disini, dia tidak tertarik untuk membahasnya dan berkata: “Kamu jangan berbicara padaku masalah dia, aku takut hampir melakukan hal-hal yang tidak baik padanya, berjaga-jaga jika Dony Yun punya rencana yang tidak terduga, bagaimana caranya aku mengatur rencana?”

Aku tertawa terbahak-bahak, dengan lancang berkata: “Kamu tidak punya kekuatan itu, makan aku tidak khawatir sedikitpun.”

Sulistio tiba-tiba mengatakan kata-kata kasar, aku tidak senang dan berkata: “Baiklah, kamu berani memarahiku ya. Dari awal aku sudah punya laporan dari Kak Mondy yang ingin kuberitahukan padamu, tapi sekarang aku sudah tidak ingin memberitahumu lagi.”

Begitu mendengar perkataanku, Sulistio langsung menangkupkan tangannya dan membungkuk-bungkuk padaku serta berkata: “Kak Alwi, eh tidak, Kakek Alwi, aku mohon orang biasa sepertiku mengacuhkan orang penting sepertimu…….”

“Apa-apaan ini?”

“Bukan bukan bukan, orang penting sepertimu mengacuhkan orang biasa sepertiku, jangan marah padaku lagi, harapan kecilku adalah selamanya bisa memberimu sapi sebagai kuda dan pakaian untuk mengiburmu, menggantikanmu untuk berjaga dengan hati-hati dan memberikan semua yang terbaik untukmu sampai mati.”

Melihat Sulistio yang terus merayuku, aku sangat geli dan berkata: “Baiklah, aku masih tidak mempan memberitahumu kah? Sekarang aku……. mungkin Kak Mondy memiliki ketertarikan denganmu.”

Mendengar hal ini, Sulistio terkaget-kaget dan berkata: “Apa yang kamu katakan?”

Aku berkata: “Aku bilang bahwa Kak Mondy mungkin memiliki ketertarikan terhadapmu. Dulu aku pernah membohonginya, ada seorang perempuan yang menyukaimu, dan juga berkata bahwa aku akan membuatmu memerhatikannya, lalu dia tercengang selama setengah hari.”

Begitu mendengar hal ini, Sulistio mendadak termenung, tak berapa lama dengan penuh semangat dia bertanya padaku: “Apakah beberapa hari yang lalu?”

Aku mengangguk-anggukkan kepala, tiba-tiba dia memegang kepalanya dan dengan semangat berkata: “Sudah kubilang, dia beberapa hari yang lalu bagaimana bisa berinisiatif meneleponku baik-baik? Dia juga perhatian padaku, bertanya padaku apakah aku sudah makan, dia juga bilang bahwa cuaca sudah berubah dingin, dan waktu itu dengan bodohnya aku masih bertanya padanya, ‘memangnya kenapa kalau berubah dingin’, lalu dia langsung menutup telepon, ya ampun aku memang bodoh, waktu itu dia pasti ingin mengingatkanku untuk memakai baju tebal.”

Melihat ekspresi bodoh dari Sulistio, aku tidak tahan lagi untuk tertawa terbahak-bahak, berpikir bahwa saat itu Mondy pasti merasa bahwa dirinya telah menyukai seekor babi.

Dengan penuh gairah Sulistio bertanya padaku: “Kak Alwi, menurutmu perlukah aku untuk bertanya sendiri padanya?”

Aku membelalakkan mataku dan berkata: “Kamu gila ya? Kamu ingin seorang anak perempuan lebih dulu mengakui bahwa dirinya suka padamu? Bagaimanapun juga kamu harus serius untuk menyatakan perasaanmu padanya.”

Sulistio sibuk mengangguk-anggukkan kepalanya dan berkata: “Benar benar benar, menyatakan perasaan, aku harus lebuh dulu menyatakan perasaanku.”

Melihat kebahagiaan dirinya, hatiku menjadi lega, beberapa waktu ini, dia dan Nody mendapatkan sebuah kebahagiaan besar, menjadi seorang saudara, aku benar-benar turut senang untuk mereka, setelah ini pasti akan bergulir pada Dony Yun dan Anna, tidak tahu kapan pasangan dengan perbedaan kontras itu memiliki hasil yang positif.

Saat memikirkan hal itu, handphoneku berbunyi, aku melihat sekilas ternyata dari dua orang terdekatku, aku berjalan ke samping, menekan tombol jawab pada telepon lalu mendengar suara orang yang terdengar seperti robot dan berkata: “Apakah kamu mau tau rahasia Aiko? Datanglah ke satu-satunya kafe didepan rumah sakit. Aku tidak punya banyak kesabaran, jadi cepatlah sedikit.”

Novel Terkait

Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
3 tahun yang lalu