Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 102 Bawa Suamiku Pergi

“Aku ingin pergi, siapapun tidak bisa mengahalangiku!”setelah Cinta mengatakan kalimat sombong ini, semua orang terkejut dengan sikap dingin dan tatapan tajam dari matanya.

Cinta memegang erat tanganku dan berkata: “Ayo pergi.”dia menarik tanganku berjalan keluar dari restoran.

Tangannya sangat licin, seperti terbuat dari air, tapi pada saat ini ada sekelompok pria ganas bergegas ke hotel dan menutup jalan pintu restoran.

Lalu Johan berkata dengan dingin dari belakang: “Aku ingin lihat, hari ini aku bisa tidak menghalang kamu.”

Cinta segera berdiri di depanku, dan tiba-tiba mengeluarkan sebuah pisau. Melihat pisau ini hatiku terasa sakit, aku tahu pisau ini mungkin dia persiapkan untuk dirinya sendiri.

Aku senang memikirkan ini. Aku menepuk bahunya dan mengisyaratkan jangan gugup, lalu memandang sekeliling dan berteriak: “Semuanya keluar!”

Kak Toba berteriak “Habisi mereka”setelah itu, Kak Toba dan kawan-kawan mengeluarkan pipa baja dari bawah meja di kedua sisi, dan dengan cepat mendatangiku dan Cinta, lalu bersama-sama menghadapi sekumpulan orang itu.

Pada saat ini, semua orang menatapku dengan takjub, tampaknya saat ini di mata mereka, aku bukan lagi seorang pecundang, melainkan tuan rumah dari pernikahan ini.

Aku menepuk bahu Kak Toba dan berkata: “Jangan pantang menyerah.”

Kak Toba berbalik tersenyum cerah dan berkata: “Aku tahu.”

Begitu kata-katanya diucapkan, kedua belah pihak langsung berkelahi. Teman-teman yang dibawa Kak Toba adalah teman-temannya yang paling bisa bertarung, jadi aku tidak takut mereka kalah ditambah mereka memiliki senjata.

Dengan cepat Kak Toba dan teman-teman bukakan jalan untuk aku dan Cinta meninggalkan restoran.

Sebuah mobil melaju kencang di depan kami, kebetulan mobil ini diatur Leo. Setelah aku dan Cinta masuk dan meminta supir mengantar kita pergi ke stasiun Nanjing. Mobil ini melaju kencang, berbelok masuk ke gang kecil, lalu muncul sebuah mobil lagi, aku dan Cinta turun mengganti mobil, dan melanjutkan perjalanan ke stasiun.

Kami melakukan ini tentu saja untuk mengelabui, jika tidak dengan kekuasan Johan mungkin dengan cepat bisa mencari mobilku berada dimana.

Aku memandang jalan di depan dengan gugup, dan Cinta tiba-tiba berkata: “Takut?”

Kata-kata Cinta membuat wajahku merah lalu menatapnya berkata: “Bisakah tidak takut? Tadi sepanjang proses aku menganggap diriku seperti pria hebat, memaksa diriku untuk tidak kencing dicelana, jika tidak mungkin sekarang aku sudah tidak bisa berjalan.”

Cinta tersenyum setelah mendengar kata-kata ini dan berkata: “Kelihatan jelas, hanya saja, kamu membawaku pergi meninggalkan Nanjing, tidak pernahkah kamu memikirkan pacarmu itu?”

Kepalaku sakit lalu tersenyum pahit: “Kak Cinta, jangan membuka luka lamaku, aku mencoba yang terbaik untuk meyakinkan diriku menerima kenyataan bahwa kita sudah putus.”

Cinta mengerutkan kening dan bertanya, “Karena aku?”

Aku sibuk mengatakan tidak, dan kemudian tidak tahu harus mengatakan apa.

Cinta berkata: “Sekalipun bukan karena aku, takutnya jika bukan demi membawaku pergi, kamu pasti akan mencarinya untuk rujuk?”

Aku tidak mengatakan apa-apa, Cinta menghela nafas dan berkata: “Tebakanku benar ya? Menurutmu pantaskah?”

Aku menatap Cinta dan berkata: “Kak bersediakah kamu ikut bersamaku pergi meninggalkan kota?”

Cinta tertegun dan tiba-tiba tersenyum: “Aku bersedia.”

Aku setengah tidak percaya: “Kalau begitu aku tidak rugi.”

Setelah terdiam beberapa saat, aku berkata: “Aku sudah menuliskan sepucuk surat untuknya, mengatakan semua padanya, jika dia bisa memaafkanku, tunggu ketika aku kembali ke Nanjing menghabisi mereka semua, aku akan kembali mengejarnya, jika tidak bisa memaafkanku, anggaplah aku seorang pria yang tidak tahu berterima kasih, dan mulai saat itu juga kita akan menjalani kehidupan kita masing-masing, jika suatu hari nanti dia menikah, aku akan memberikan sebuah hadiah untuknya.”

Berani melepaskan berani mendapatkan, sama juga dengan berani bertaruh berani kehilangan, ketika aku memutuskan untuk berjuang menyelamatkan Cinta, aku juga sudah membuat persiapan untuk kehilangan Felicia.

Cinta tiba-tiba mengatakan: “Jika suatu hari ini nanti dia benar-benar sudah menikah dengan orang lain, aku bersedia menikah denganmu.”

Aku menatapnya dengan takjub, seluruh wajahnya memerah dan berkata: “Kamu juga boleh menolaknya.”

Aku tertawa, memandangi wajahnya yang cantik dan tidak tahan untuk berkata: “Siapa yang menolaknya dia bodoh.”

Cinta tersenyum dan tidak mencari tahu apakah yang aku katakan ini benar atau tidak.

Pada saat ini, supir tiba-tiba mengatakan: “Kak, mobil kita diblokir.”

Suaranya sedikit gugup, aku buru-buru memandang keluar mobil, dan melihat ada persimpangan jalan, beberapa mobil tiba-tiba keluar dan memaksa mobil kami berhenti.

Supir ini berkata: “Tidak benar, jalan yang kita lalui jelas-jelas sangat pelosok, dan kita juga sudah mengganti mobil, mengapa mereka bisa menunggu disini, seolah dari awal sudah mempersiapkannya.”

Mendengar ucapan ini, aku tiba-tiba terdiam dan tersirat ide buruk dibenakku.

Perlu diketahui kak Toba mengatur semua ini dengan sangat baik, mengatur orang-orang di setiap persimpangan untuk mencegah Johan karena takut dia bertindak sangat cepat, tidak hanya itu, mobil pertama yang membawa kami pergi kejalan besar, terus melaju kencang demi menciptakan kesan melarikan diri. Rencana kita sempurna tidak ada celah, tapi kenapa ada orang di jalan ini yang menunggu kedatangan kita?

Supir bertanya padaku apa yang harus dilakukan? Aku mengerutkan kening lalu mendengar Cinta berkata: “Kalian tunggu dimobil, aku turun nanti segera kembali lagi.”

Setelah itu, dia melepaskan mahkota phoenix yang berat dari kepalanya, lalu melepaskan jasnya, dan ternyata didalamnya dia memakai baju Cheongsam, tidak tahu apakah karena takut panas, kali ini dia memakai Cheongsam yang cukup pendek, hanya menutupi pahanya, lekuk tubuh yang indah tampak jelas menampilkan kakinya yang panjang dan tinggi, seluruh tubuhnya tampak seperti wanita cantik dari Dinasti Ming, orang-orang terpesona tidak tahu apa yang terjadi pada dunia ini.

Cinta melangkah keluar dari mobil, berjalan kedepan mobil itu, mengangkat tangannya dan bahkan memecahkan kaca dengan mudah, tindakannya ini membuatku terkejut. Supir itu berteriak marah dan ingin membuka pintu, tapi dihadang oleh Cinta hanya dengan satu tendangan, lalu Cinta mencekik lehernya dan menariknya keluar, kepala pria itu ditarik keluar dari jendela oleh Cinta, hampir saja sepotong pecahan kaca menusuk nadinya.

Pria itu bergerak ketakutan.

Cinta melihat sekeliling dan berteriak: “Keluar semuanya!”

Supir dan aku tampak sangat bersemangat, aku tidak berencana keluar dari mobil, karena aku tahu begitu aku turun akan merepotkannya, jika karena diriku terjadi apa-apa dengan Cinta, maka aku akan menjadi orang yang berdosa.

Para supir itu keluar dari mobil dan dengan cepat mengepung Cinta dalam lingkaran, satu tanganku memegang pipa baja dan satu tangan lainnya memegang pegangan pintu mobil, jika Cinta kalah aku akan bergegas turun.

Tapi apa yang kupikirkan terlalu banyak, karena selanjutnya Cinta berhasil mengalahkan beberapa orang, tapi aku bisa melihatnya, beberapa orang ini sama sekali tidak menggunakan kekuatan yang sebenarnya, mereka hanya bersembunyi di sana sepanjang waktu, hatiku mengatakan ini tidak baik, aku tahu orang-orang ini pasti berusaha mengulur waktu.

Ketika aku hendak mengingatkan Cinta terdengar suara klakson dari belakang, aku menoleh melihatnya hanya ada sebuah mobil nikah melaju ke arah kami seperti berpacu ingin menabrak mobil kami, tanpa ada niat untuk berhenti.

Aku berteriak “Gila”, dan memberi isyarat agar supir keluar dari mobil, lalu aku segera melompat turun dari mobil.

Begitu kami berdua turun, mobil kami didorong mobil audy hingga menabrak pantat mobil lain, mobil ini dalam sekejap menjadi sangat mengerikan, jika aku di dalam mobil aku yakin aku sudah menjadi gepeng.

Johan keluar dari mobil audy, dia memandang kami dengan tajam, dan berkata: “Alwi, kamu yakin ingin pergi? Kamu yakin tidak menelepon menanyakan penyakit adikmu kambuh atau tidak? Yakin tidak melihat temanmu setelah tertusuk dua kali masih bisa hidup atau tidak?”

Aku menghela nafas, memandangnya dan berkata: “Kamu dari awal sudah tahu rencanaku? Apa yang kamu lakukan pada adik dan Kak Toba?”

Johan tersenyum berkata: “Iya, aku sudah tahu dari awal, aku hanya pura-pura tidak tahu, aku ingin melihat orang rendahan seperti kalian bisa pura-pura bodoh sampai kapan.”

Selesai mengatakannya dia menatap Cinta dan berkata: “Cinta, kembalilah dan lanjutkan pernikahan, aku akan menganggap apapun tidak terjadi, jika tidak kamu tahu maksudku.”

Cinta mengerutkan kening dan berkata: “Jika aku mengatakan tidak?”

Johan berkata: “Kalau begitu aku hanya bisa menggunakan cara ini untuk menghadapimu. Jika tidak bisa mendapatkanmu, maka aku akan menghabisi nyawamu.”

Ketika Johan mengatakan kalimat ini, nada bicaranya sangat normal, tapi aku merasakan rasa penindasan yang luar biasa.

Saat ini, tiba-tiba aku merasa kita masuk kejalan buntu. Tapi aku tidak kepikiran sebenarnya siapa yang membocorkan rencanaku? Jangan-jangan diantara mereka ada mata-mata?”

Johan berteriak agresif: “Tangkap mereka berdua!”

Sekumpulan orang bergegas menyerang kemari,

Cinta bergegas keluar dari pengepungan, dan segera berhenti di depanku, dan berkata dengan dingin: “Jika ingin menyentuhnya, hadapi aku dulu!”selesai mengatakannya dia langsung menyerang kearah Johan, Johan mundur selangkah, lalu seorang lelaki tua yang berdiri di belakangnya bergegas maju dan langsung bertarung dengan Cinta.

Begitu aku melihat penampilan lelaki tua itu, aku sudah tahu pria tua ini terlatih, aku merinding ketakutan mengingat ucapan Johan, mehalangi semua jalan, tiba-tiba hatiku merasa sedih, orang rendahan tetaplah orang rendahan, bagaimanapun juga tidak bisa membalik keadaan!

Sekumpulan orang ini bergegas menyerangku, aku yang memegang pipa baja asal memukul dan dengan cepat pipa itu direbut oleh mereka, selanjutnya aku ditekan oleh mereka kelantai, Johan menggunakan pipa baja menatapku: “Dengar-dengar dulu otakmu pernah terluka? Aneh ya, jika otakmu terluka seharusnya meninggal, kenapa tidak meninggal?” selesai mengatakannya dia mengangkat pipa baja dan menghantamkannya padaku.

Aku merasa jantungku seakan berhenti berdetak, aku menutup mata menunggu kematian.

Pada saat itu, tiba-tiba terdengar suara ledakan di samping telingaku, aku membuka mataku dan melihat sederet mobil diparkir tidak jauh dari sana, kemudian sesosok orang yang akrab melompat keluar dari mobil, dia mengenakan kamisol dan celana pendek denim tampak sangat seksi dan orang itu adalah Claura.

Claura melihat aku yang terkapar dilantai, dengan dingin mengatakan satu kalimat yang benar membuatku merasa luar biasa.

Dia berkata: “Aku datang membawa suamiku pergi!”

Novel Terkait

The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
4 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
5 tahun yang lalu
Pernikahan Tak Sempurna

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
4 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu