Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 252 Seluruhnya Menghilang

Surat yang ditinggalkan Ibuku kepadaku berisi cinta sejati Ibuku kepada Ayahku. Aku selalu percaya ia tidak akan salah melihat orang. Jika Ayahku dijebak oleh seseorang, kalau begitu beberapa tentara itu yang aneh. Hanya saja Ibuku tidak memberitahu status tentara ini. Tunggu pertemuan selanjutnya, aku harus bertanya kepadanya dengan jelas, lihat siapa yang berani menjebak Ayahku.

Teringat ini, aku menyimpan surat dengan baik, awalnya ingin kusimpan didalam kantong, setelah Mondy melihatnya, ia mengingatku untuk tidak menyimpan surat ini. Sebenarnya aku tahu kalau tidak aman disimpan seperti ini, hanya saja ini surat yang kuterima satu-satunya dari Ibuku. Aku tidak ingin membuangnya begitu saja. Meskipun begitu, aku tetap membakarnya.

Mondy berkata, “Kamu cukup lelah beberapa tahun ini.”

Aku menggelengkan kepalaku dan berkata, “Yang lelah bukan aku, melainkan Ibuku.”

Tiba-tiba teleponku berdering. Panggilan ini berasal dari Dony. Ia bertanya dimana keberadaanku dan memberitahu pertanyaan yang kutanyakan kepadanya, bahwa ia sudah memeriksanya dengan jelas. Aku melihat waktu dan ini sudah tengah malam jam dua pagi. Aku tak sangak kalau ia belum tidur sekarang, mungkin demi pertanyaanku, ia lagi-lagi berusaha. Aku berkata, “Aku ini mau pulang. Dony, kamu beristirahat terlebih dahulu.”

Setelah memutuskan panggilan, aku mengirim pesan singkat untuk Lidia dan memberitahunya untuk tidak pergi ke rumah sakit beberapa waktu ini, lalu hati-hati jika ingin keluar. Aku juga memberinya pengawal untuk melindunginya, lalu aku baru meninggalkan hotel.

Setelah kembali ke Splendid, Dony sedang bertopang dagu sambil fokus memainkan catur. Aku menaruhkan makanan diatas meja dan berkata, “Dony, kamu selalu begadang bersamaku, tubuh kamu tidak akan kuat. Ayo sini makan, aku sengaja membeli sup pulang.”

Dony duduk didepan meja makan dan memberikan dokumen untukku. “Beberapa hari aku bertemu dengan investor luar kota. Dari mereka, aku mendapat beberapa informasi dan akhirnya aku menemukan orang ini memiliki dendam yang dalam dengan Yesen. Tapi ia selalu menjadi pemimpin di kota tingkat ketiga ini, lebih kecil dari Yesen satu tingkat, jadi sama sekali tidak punya kesempatan untuk beraksi. Aku sudah periksa bahwa kemampuan orang itu sangat baik, tidak terlalu kuno, tapi juga tidak terlalu bawel. Dalam dua tahun ini, ekonomi tempat yang ia urus meningkat jauh, juga melaksanakan beberapa peraturan daerah yang baik bagi warga, sehingga disukai oleh warga sekitar, merupakan salah satu pemimpin terbaik didalam bagian ini.”

Aku melihat dokumennya dan megetahui bahwa nama orang itu Martin, merupakan salah pemimpin Yancheng. Di dokumen tertulis prestasinya, tapi dilihat dari biodatanya, ia memang orang yang bertalenta. Aku dengan penasaran bertanya, “Bagaimana ia bisa memiliki dendam dengan Yesen?”

Aku sambil berbicara sambil mendorong sup ke depan Dony, lalu memberikan sendok kepadanya. Ia menerima sendok dan minum sesendok. “Sup merpati dan sarang burung dari toko kesukaanku? Kamu baik sekali.”

Seketika, ia bilang lagi, “Orang-orang ini aku tidak tahu dengan jelas. Aku hanya dengar kalau kemampuan orang ini sangat bagus, sudah seharusnya naik jabatan, tapi Yesen melakukan sesuatu...”

Aku berkata, “Kalau benar, maka dendam diantara mereka berdua cukup besar. Hanya saja ia mau tidak memilih jalur dengan resiko dan harus tahu bahwa masalah ini bukanlah masalah yang mudah.”

Dony berkata, “Kalau mencari ia langsung, mungkin ia tidak berani, jadi kita harus dulu bersiap-siap. Bukankah kamu memiliki orang yang pernah berhubungan dengan Yesen dan memiliki banyak bukti ia melakukan kejahatan? Berikan bukti ini kepadaku. Aku sangat mengenal ini. Kamu tinggal menunggu berita selanjutnya.”

Aku mengangguk dan memberikan flashdisk itu kepada Dony. Dony menyimpan flashdisk itu dalam tas. Ia melihat kearahku dan berkata, “Orangku sudah mencari semalaman, tapi masih saja belum menemukan Aiko.”

Aku berkata dengan nada rendah. “Jika ia ingin bersembunyi, kita tidak akan dapat menemukannya.”

Dony terdiam sambil memandang luar jendela. Ia berkata, “Awalnya aku tidak ingin memberitahumu masalah Aiko memilih satu orang dari sekian orang demi kamu, karena takut kamu merasa bersalah, tapi siapa sangka kalau ia tiba-tiba kembali ke Nanjin. Sangat membuatku terkejut.”

Aku menghela nafas dan berkata, “Itu tidak bermasalah dengan masalah ini, kalaupun aku mengetahui masalah itu, apa yang terjadi di malam ini juga tidak akan berubah.”

Aku lanjut berkata, “Oh iya, malam ini terjadi banyak hal, kurasa kamu belum mengetahui semuanya.”

Dony menyuruhku untuk menceritakannya. Aku menceritakan semua masalah kepadanya, termasuk Ibuku, Ayahku, Claura dan Gunawan. Hanya beberapa orang yang bisa kupercaya di Nanjin, salah satunya adalah Dony, jadi aku tidak menyembunyikan darinya.

Setelah mendengar ceritaku, Dony mengerutkan dahinya dan berkata, “Tak kusangka bahwa ternyata latar belakangmu begitu rumit. Kurasa jika kamu ingin meningkat, selain kekuatan jahat di belakang, pasti juga ada halangan dari atasan. Tapi kamu tenang saja, sesusah apa jalanmu, aku akan terus menemanimu, mau di Nanjin atau di Beijing, tidak akan pernah mundur.”

Dony, ada kalian yang menemaniku, sesusah apapun, aku tidak akan takut.” ucapku sambil tersenyum kearah Dony.

Setelah selesai berbincang sesaat, aku dan Dony kembali ke kamar masing-masing. Pagi hari kedua, aku bangun untuk melatih diri dan kembali dengan penuh keringat, lalu aku pergi mandi. Setelah makan sarapan bersama Dony, ia pergi bersama flashdisk yang kuberikan kepadanya. Aku duduk di meja membuat kerajinan.

Setengah jam kemudian, Sulistio membawa Lidia datang. Aku membuka pintu untuk menyambut kedatangan mereka, lalu berbalik badan memasukki kamar untuk melanjutkan kerajinanku. Sulistio berjalan menuju kearahku dan bertanya dengan penasaran. “Kak Alwi, mengapa kamu ada waktu untuk membuat ini? Bunga ini bagus sekali, namanya apa? Mawar biru bukan?”

Setelah berbicara, Sulistio ingin menjulur tangannya untuk menyentuh bunga. Aku langsung memukul tangannya. “Jangan sampai rusak.”

Sulistio tertawa pelan, lalu bertanya apa yang sedang kulakukan. Aku berkata, “Aku pernah mencari di internet, katanya sekarang sedang tren kotak bunga yang bisa bertahan hidup lama, jadi ingin buat sendiri dan berikan kepada Jessi. Hanya saja ia bukan wanita biasa, jadi tidak tahu apakah ini dapat menghiburnya.”

Saat aku sedang berbicara, aku melirik kearah Lidia. Ia sekarang duduk di ranjang dengan tidak senang.

Aku mengembalikan pandanganku dan menaruh bunga terakhir dalam kotak, serta menutupnya. Sulistio tersenyum dan berkata, “Cantik sekali. Meskipun ini tidak terlalu berharga, tetapi Nona besar tidak kekurangan akan sesuatu. Barang berharga yang kamu beli akan lebih terlihat tidak baik. Kamu membuat ini sendiri dan ini sangat bagus, ditambah bunga ini memiliki arti ‘tidak berubah selamanya’, ia pasti akan sangat bahagia.”

Mengingat Jessi membuat hatiku hangat. “Semoga.”

Setelah itum aku memberikan kotak kepada Sulistio. “Kirimkanlah kotaknya.”

Sulistio mengangguk dan bertanya kepadaku apakah tidak menulis sebuah surat. Aku menggelengkan kepalaku. Baru saja ia ingin mengatakan sesuatu, tapi setelah melihat ekspresiku, ia hanya bisa berbalik badan dan pergi. Setelah kepergiannya, aku duduk disamping Lidia. Aku bertanya, “Kamu sedang tidak bahagia?”

Lidia memanyunkan bibirnya. Aku mengangkat tanganku dan mengelus kepalanya. “Aku tahu kamu suka Claura, kamu ingin aku bersamanya dan juga ingin menemaninya di rumah sakit, tapi kita berdua dan Ayahnya memiliki dendam yang dalam. Pertama, kalau kamu berada didekatnya, mungkin saja bisa dilukai Ayahnya. Kedua, kalau kamu berada di dekatanya, ia akan menjadi susah, bahkan bisa kehilangan nyawanya demi melindungi kamu. Jadi meninggalkannya, lebih baik untuk kita semua.”

Lidia berkata dengan nada kecil, “Semua masalah itu aku tahu, Kak. Tapi bukankah terlalu buruk kalau kita meninggalkan Kak Calura begitu saja? Aku selalu merasa ia terlalu kasihan, ia begitu menyukaimu, tapi terjatuh hingga seperti ini.”

Aku tidak berbicara, tapi dalam hatiku berpikir banyak. Calura melakukan banyak hal yang membuatku terharu, tapi ada beberapa luka yang tidak dapat hilang karena penolongan. Ada beberapa orang yang selamanya sudah harus dijauhkan.

Lidia melihat diriku tidak berbicara, ia menggandeng lenganku dan berkata, “Kak, bukankah kamu sudah mencari orang untuk melindungiku? Aku tidak lagi menjaga Kak Claura di rumah sakit, tapi aku pergi menjenguknya setiap hari untuk sebentar, lalu aku balik, bolehkah?”

Melihat ekspresinya, aku hanya bisa mengiyakannya dan juga berpindah untuk tinggal. Seketika ia menjadi sangat senang dan berkata, “Baik sekali, aku sudah lama tidak tinggal bersama Kakak. Kakak, lain kali aku buatkan makanan untukmu, baik?”

Melihat senyumannya yang tulus membuat hatiku hangat. Aku berkata, “Baik, Kakak sudah lama tidak makan masakan Lidia. Oh iya, ini rumah sahabatku. Tunggu ia kembali, aku akan mengenalkannya kepadamu.”

Aku melihat jam dan berkata, “Sudah saatnya makan. Ayo, Kakak bawa kamu pergi makan, kamu ingin makan apa?”

“Buffet.”

“Baik, kalau begitu buffet.”

Setelah selesai menemani Lidia makan, ia membeli bahan masak untuk membuat sup buat Claura, lalu pergi ke rumah sakit. Sedangkan aku pergi ke perusahaan satpam untuk memberikan rencana pelatihanku kepada Sulistio.

Beberapa hari selanjutnya, aku seperti tidak memiliki pekerjaan. Johan sana juga tidak ada masalah, Nanjin terlihat sangat tenang, tetapi dalamnya sudah kehebohan.

Lima hari kemudian, Gunawan memberitahuku, ia sudah mengundang beberapa teman baik Ayahku ke Nanjin. Semua orang itu ingin bertemu denganku. Aku bertanya kepadanya dimana kita bertemu. Ia bilang di Hotel Rich Carlton. Jadinya kita bertemu malam jam delapan.

Setelah memutuskan panggilan, Dony yang sedang menemaniku berbincang bertanya kepadaku. “Apa yang terjadi? Apakah Gunawan ingin beraksi?”

Aku mengangguk dan berkata, “Malam jam delapan, kita akan bertemu di Hotel Rich Carlton.”

Lalu Sulistio menghubungiku dan aku berkata, “Kebetulan sekali kamu menghubungiku, aku baru saja...”

Aku belum saja selesai berbicara, Sulistio memotong pembicaraanku dan berkata dengan panik. “Bos, sesuatu yang buruk. Nona, Mawar dan Claura hilang semua.”

Novel Terkait

The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
4 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
5 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu