Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 247 Api Besar

Aku benar-benar tidak menyangka bahwa wanita yang menyerang Claura ternyata adalah Aiko yang aku rindukan. Seketika, aku terkejut, penyesalan dan berbagai emosi yang kompleks muncul di hatiku.

Aiko menghindari tatapan mataku tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dia berbalik dan ingin pergi. Aku buru-buru mengejarnya, tetapi adikku tiba-tiba berlari datang dan memeluk lenganku dengan erat, ia bertanya dengan marah mengapa aku harus mempedulikan Aiko, dia juga mengatakan Claura sedang terluka, ia menyuruhku segera membawanya ke rumah sakit.

Dengan ini, Aiko telah menghilang, aku berbalik dan menoleh ke Claura, melihatnya bersandar pada pilar dengan lemas, wajahnya pucat, ia memegang pistol bius di tangannya, obat bius tadi ditembakkannya dari pistol ini. Aku berjalan kesana dan mengambil topi Aiko. Topi itu sedikit basah dan ada sedikit bekas air, aku teringat tadi Aiko tersiram oleh air, aku semakin merasa bersalah.

Aku datang ke sisi Claura dengan membawa topinya, melihatnya bersandar disana dengan posisi yang aneh sepanjang waktu. Aku bertanya dengan khawatir: "Bagian mana yang sakit?"

Claura berkata: "Aku baik-baik saja, hanya saja kakiku terkilir, itu bukan masalah besar."

"Bisakah kamu berjalan?" Aku berjongkok, menarik kaki celananya ke atas, dan melihat pergelangan kakinya sangat bengkak. Kemudian aku menariknya ke atas lagi, ternyata betisnya juga telah memar.

Aku tahu dia tidak bisa berjalan lagi, jadi aku langsung memeluknya dan mengangkatnya. Dia sedikit terkejut, ia menatapku dengan mata terbuka lebar. Dia tidak merespon untuk beberapa waktu. Aku bilang aku akan membawanya ke rumah sakit, dia tersenyum lembut dan memeluk leherku. Ia mencondongkan kepalanya ke leherku, dan berkata dengan lembut: "Alwi, terima kasih."

Lidia yang berada di samping merasa sangat senang, dia berjalan datang dan mengambil topi puncak di tanganku lalu berkata: "Kakak, aku akan mengambil topi ini untukmu."

Aku meliriknya, matanya mengelak, aku tersenyum, dan berkata: "Ini adalah topi kakakku yang paling penting. Kamu harus menyimpannya dengan baik, tahu tidak?"

Lidia mengangguk dan berkata bahwa dia akan menjaganya dengan baik.

Aku membawa Claura keluar dari tempat parkir bawah tanah. Pada saat ini, Sulistio bergegas datang, ia berkata dengan terengah-engah: "Kak Alwi, aku beritahu kamu, aku baru saja melihat kak Aiko."

Hatiku langsung sakit, aku berkata: "Aku tahu, aku juga melihatnya tadi. Sulistio, kamu telepon Dony Yun dan beritahu dia serta teman-teman lainnya, mereka harus menemukan kakakku, apakah kamu mengerti?"

Sulistio melirik Claura yang aku gendong seketika, lalu ia menatap Lidia. Terlihat cahaya mengerti di matanya, dia menggelengkan kepalanya tanpa daya, ia mengatakan dia akan segera menelepon, lalu aku menggendong Claura naik ke mobil, awalnya aku ingin menyuruh Lidia untuk duduk di sebelahnya. Siapa yang tahu gadis itu sudah duduk di depan, dia memalingkan wajahnya dan berkata: "Kakak, jalannya kurang baik, jadi peluklah kak Claura dengan baik."

Aku berkata dengan tidak berdaya: "Gadis tengik, jalannya tidak akan bergelombang, tenanglah, aku akan merawat kak Clauramu dengan baik."

Ketika aku mengatakan ini, Sulistio sudah naik ke mobil, aku bertanya kepadanya apakah semuanya sudah selesai? Dia mengangguk, mengatakan semuanya sudah selesai, kemudian ia bertanya padaku ke mana kami harus pergi, aku berkata pergi ke rumah sakit terdekat. Dia langsung menyetir mobil tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Dalam mobil sangat sunyi, sepertinya semua orang sedang memikirkan sesuatu, semuanya tidak mengucapkan sepatah kata pun. Otakku penuh dengan kejadian aku melihat Aiko barusan, aku tidak mengerti, mengapa dia tiba-tiba muncul, dan kenapa dia ingin membunuh Claura?

Ketika aku sedang berpikir, Claura berkata: "Ketika meninggalkan Nanjin Aiko pernah berkata, dia akan kembali suatu hari nanti untuk membalaskan dendammu."

Aku langsung tertegun, aku menatapnya dengan terkejut, dia mengatakan kepadaku, setelah berita kematianku tersebar, Aiko telah melukai puluhan orang dengan kekuatannya sendiri, ia hampir membunuh Johan, kemudian Yesen menggunakan hubungannya, ia memindahkan polisi khusus dengan pistol, dan memaksanya untuk berhenti.

Pada saat itu, karena kegigihan Johan, Yesen akhirnya tidak berurusan dengan Aiko. Dia terluka parah waktu itu, ia juga kehilangan aku, dalam keputus-asaan dia meninggalkan Nanjin, tetapi dia memberi beberapa orang 'surat perintah kematian' sebelum ia pergi. Yang dimaksud 'surat perintah kematian' adalah 'pemberitahuan' yang diberikan oleh si pembunuh kepada targetnya. Biasanya, si pembunuh tidak akan melakukan itu, karena musuh akan membuat persiapan karena ini, tetapi si pembunuh yang gila atau cakap tidak akan mempedulikan itu semua.

Dengan kata lain, Aiko bertekad untuk membunuh Claura dan yang lainnya. Dan sekarang setelah dia kembali, dia ingin menyelesaikan rencananya, tetapi ... Dia selalu ingin membalas dendam untukku, aku malah berjabat tangan dengan "musuh" di matanya, bahkan demi Claura aku berurusan dengannya, tidak tahu akan betapa kecewanya dia? Aku kesal, jika aku tidak dihentikan oleh Lidia tadi, aku pasti akan menyusulnya dan menjelaskannya kepadanya, betapa baiknya itu?

Lidia berkata dengan sedikit terkejut: "Jadi ... kakak itu adalah orang yang baik?"

Sebelum aku berbicara, Sulistio berkata: "Tentu saja, kak Aiko adalah orang yang baik. Tanpa dia, kakakmu pasti sudah meninggal berapa kali. Demi kakakmu, bahkan nyawapun dia tidak mau."

Ketika Lidia mendengar ini, dia berkata dengan rasa bersalah: "Aku tidak tahu. Jika aku tahu, aku tidak akan memperlakukannya seperti itu tadi."

Setelah mengatakan itu, dia menatapku dengan cemas dan bertanya: "Kakak, apakah kakak itu pergi karena aku menuangkan air padanya? Apa yang harus aku lakukan? aku harus minta maaf kepadanya."

Aku berkata: "Dia bukan marah padamu ..."

Claura berkata dengan datar: "Dengan kekuatannya, membunuhku adalah suatu hal yang mudah, tetapi dia tidak langsung membunuhku itu karena dia melihat Lidia, terutama ketika dia mendengar Lidia menjawab telepon, dia pasti menyadari bahwa kamu belum mati. Ia ingin melihat orang yang dipanggil 'kakak' oleh Lidia, jadi dia mengulur waktu sampai kamu datang.

Ketika aku mendengar ini, aku semakin merasa bersalah. Aku berkata: "Tetapi jika dia benar-benar menungguku datang, mengapa dia tidak mengenalku ketika dia melihatku?"

"Mungkin itu karena dia salahpaham. Lagi pula, dia tidak tahu hal apa yang terjadi di antara kita, jadi dia tidak bisa mengerti mengapa kamu berusaha keras untuk membantuku. Aku pikir jika kamu dapat menemukannya dan menjelaskannya dengan jelas, dia pasti akan memaafkan perbuatanmu malam ini. Tentu saja, aku juga akan meminta maaf kepadanya. Bagaimanapun, aku sudah membuat banyak kesalahan dan hampir mencelakai kalian berdua." ujar Claura.

Setelah mengatakan itu, dia berkata dengan agak tidak berdaya: "Hanya saja kebencian di antara kami berdua terlalu dalam, aku tidak tahu apakah dia bisa memaafkan aku atau tidak."

Aku sedikit menghela napas dalam hatiku, Claura tidak tahu, aku juga merasakan hal yang sama padanya? Kebencian Aiko pada Claura tidak hanya berasal dariku, tetapi juga karena luka tusukan fatal di bahunya, dia marah karena dia tidak bisa lagi memainkan parang gandanya. Bahkan jika aku bisa memaafkan Claura, aku juga tidak berhak untuk meminta Aiko memaafkannya.

Memikirkan hal ini, aku sakit kepala seketika.

Pada saat ini, adikku menjulurkan kepala kecilnya dan menatapku. Aku yang awalnya sangat cemas, karena tatapannya semuanya langsung menghilang seketika. Aku mengangkat tanganku dan menyentuh kepalanya, aku berkata dengan lembut: "Lidia, apakah kamu menyalahkanku? "

Lidia menggelengkan kepalanya dan berkata dengan imut: "Aku tidak menyalahkan kakakku. Kak Claura sudah menjelaskannya dijalan padaku, ia memberitahuku bahwa kakakku melakukan itu semua demi kebaikanku, jadi kamu menyembunyikan beritamu yang masih hidup. Kakak lebih sedih daripada aku."

Berkata sampai disini, dia mengulurkan tangan kecilnya, aku mengulurkan tanganku, dia memegang tanganku dan tertawa, ia memperlihatkan gigi putihnya yang indah, seperti angin yang sejuk, menyapu semua kabut di hatiku. Dia berkata: "Kakak, kamu masih hidup, itu sangat baik."

Aku memegang tangannya dengan erat dan berkata dengan lembut: "Gadis bodoh."

Melihatnya, hati aku tiba-tiba merasa sedih lagi, aku teringat akan ayah angkatku yang mati demi aku, aku teringat akan ibu angkatku yang membenciku, tetapi masih tetap berusaha membesarkanku dengan sepenuh hati, dan berakhir dengan kematian yang mengenaskan. Aku diam-diam bersumpah dalam hatiku, aku akan membalas kebaikan dan hutang pada mereka ini kepada Lidia.

Pada saat ini, Sulistio mengatakan kami sudah tiba di rumah sakit. Aku keluar dari mobil, membawa Claura keluar dan berjalan masuk ke rumah sakit. Setelah beberapa pemeriksaan menunjukkan bahwa kaki kanannya Claura mengalami patah tulang dan butuh waktu yang lama untuk dirawat di rumah sakit baru bisa sembuh, tetapi dia menolak untuk dirawat, meskipun ia tidak mengatakan alasannya, tetapi aku tahu dia takut dia tidak bisa tinggal bersama Lidia.

Aku bisa menebaknya, Lidia tentu saja juga dapat menebaknya, dia bersikeras berkata: "Kak Claura, kamu harus dirawat di rumah sakit demi aku. Untuk urusan sekolah, kalau tidak aku ajukan saja penangguhan sekolah. Bagaimanapun, aku memang sudah berencana untuk istrirahat selama 1 tahun, dengan begitu, aku bisa menjagamu di Nanjin setiap hari. "

Aku mengerutkan keningku dan berkata: "Tidak, kamu harus kembali ke sekolah. Aku akan mengurus Claura disini."

Lidia menggelengkan kepalanya dan berkata: "Kakak, aku tidak mau, aku ingin tinggal di Nanjin, sambil menemani kak Claura, aku juga ingin menghabiskan waktu bersama denganmu, pelajaran di universitas, aku bisa belajar sendiri. Jika ada yang tidak bisa, aku akan menanyakannya pada guruku dan teman sekelasku. Kamu tidak perlu khawatir itu akan memengaruhi studiku. "

Takut aku tidak setuju, Lidia memeluk lenganku dan terus centil. Aku tahu aku tidak bisa menghentikannya, aku berkata dengan agak tak berdaya: "Baiklah, tetapi aku akan mengatur operasi untuk kamu sesegera mungkin sehingga kamu dapat pulih lebih cepat."

Lidia tersenyum dan berkata: "OKe, kakak adalah yang terbaik."

Aku melihat waktu, sudah tengah malam jam satu lewat. Aku khawatir apakah ibuku akan menungguku dengan cemas atau tidak. Aku berpikir apakah akan lebih baik aku menelpon ke Chick dan bertanya kepadanya apakah ibuku sudah tidur atau belum. Claura berkata: "Apakah ada masalah? "

Aku mengangguk dan berkata: "Ada sedikit."

"Kalau begitu kamu bereskan saja dulu, di sini ada Lidia yang menemaniku." ujar Claura dengan simpatik.

Jujur saja, meskipun kebencian di antara kami sudah tidak ada lagi, tetapi aku sudah terbiasa dengan dia yang gila, dan sekarang dia yang sangat pengertian, itu membuatku benar-benar sedikit tidak terbiasa, bukan hanya aku, bahkan Sulistio yang selalu memperhatikannya ini dari samping pun, menunjukkan ekspresi terkejut, ia melihat Claura seperti melihat monster.

Aku bertanya kepada Sulistio apakah dia sudah memanggil teman-teman yang lain untuk datang atau tidak, dia menjawab sudah, aku memintanya untuk mengatur beberapa orang untuk tinggal di rumah sakit untuk melindungi adikku dan Claura, kemudian kembali ke Jingle Club bersamanya.

Hanya saja ketika mobil belum tiba di Jingle Club, dari kejauhan, aku melihat asap tebal dan api yang sedang berkobar,sebuah firasat buruk muncul di hatiku.

Novel Terkait

Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
3 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu