Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 27 Pria Bertopeng itu Adalah Aku

Claura berkata bahwa aku si pecundang tidak memiliki kualifikasi untuk menyelamatkan seseorang, jika aku mati pun ya biarkan saja.

Perkataan dia ini sangat tajam bagaikan sebuah pissau, dalam sesaat menusuk. Perkataannya masih dicungkil di hati, dimana sakitnya membuatku seperti kehilangan jiwaku.

Dia bagaimana bisa memperlakukanku seperti ini? Sekalipun dia memandang rendah diriku dan berulang kali membenciku, aku pun ‘demi menyelamatkannya’ terluka. Tidak adakah sedikit rasa terharu di hatinya?

Hatiku terasa sangat sakit, sakitnya bahkan lebih parah dibandingkan saat ditusuk dengan pisau ke dada.

Akhirnya, Claura pun sekali lagi menendang bokongku. Melihatku masih dapat bergerak dan tidak mati, dia pun langsung pergi ke kamarnya.

Aku sedikit kecewa, masih tetap terdiam berbaring di atas lantai.

Tapi dengan cepat aku pun merasa tenang. Claura pasti masih marah. Aku yang sebelumnya memakai topeng itu telah memberinya ‘pelajaran’ dan menolak untuk meminjamkan spermaku. Amarahnya sudah pasti hingga titik puncak dan merasa sangat malu, makannya dia melepaskan amarahnya ke aku.

Aku berpikir bahwa intinya akulah yang membuat dia marah, yang mana membuatku merasa sedikit membaik, dan setidaknya aku telah membuatnya yakin bahwa si pria badut dengan aku bukan orang yang sama. Masalah hari ini semuanya didorong ke Bang Badui. Rencanaku telah sukses.

Jadi aku pun berusaha untuk berdiri, menutupi luka di dada dan pergi meninggalkan rumah.

Aku tidak langsung pergi ke rumah sakit, malahan pergi ke gang yang cukup kecil dan kemudian mengirim sebuah pesan singkat ke Bang Badui.

Aku berkata: Bos Bang Badui, kamu ada dimana. Selamatkan aku, aku akan mati.

Aku meminta pertolongan ke Bang Badui, sewajarnya bukan bersungguh-sungguh ingin meminta bantuan, juga bukan ingin meminta keterangan situasinya, aku hanya ingin melanjutkan sandiwaraku dan membuatnya terlihat semakin realistis supaya dia tidak menghubungkan aku dengan pria bertopeng yang telah membuatnya pingsan itu.

Sesuai dugaan, Bang Badui pun terbangun. Dengan cepat dia membalikkan pesanku dan bertanya aku sekarang berada dimana.

Aku berkata bahwa aku baru saja terbangun, seluruh tubuhku telah tertancap pisau dan kemungkinan akan mati. Aku sangat takut dan berada di gang jalan Ankang.

Bang Badui menyuruhku untuk jangan panik dan berkata bahwa dia dengan cepat akan datang kemari. Aku tahu bahwa dia dengan giatnya datang kemari melihatku, bukan berarti dia mengkhawatirkanku, melainkan ingin memahami masalah tersebut.

Tiga puluh menit kemudian, Bang Badui pun tiba. Dia tentu saja ketakutan dan tidak berdatang sendirian, dan masih juga membawa dua adiknya..

Melihatku terbaring disana seperti anjing yang mati, Bang Badui pun tidak memiliki kecurigaan. Dia mengulurkan tangannya dan menepuk pundakku, kemudian ada orang lain yang membantu mengangkatku ke mobil.

Dia pun membawaku ke klinik terdekat untuk diperban. Disaat itu, semua orang sedang tidur. Adiknya lah yang mendobrak pintu dan memanggil orang untuk memesan. Aku berpikir bahwa orang-orang ini sungguh berkuasa, mirip dengan bandit yang muncul di TV. Mereka terlihat terluka pun juga tidak akan suka pergi ke rumah sakit umum, Aku merasa yang ditakutkan Bang Badui pun sudah ribet, yaitu Claura menelepon polisi demikian, sehingga mereka pun tidak pergi ke rumah sakit pada umumnya.

Setelah selesai diperban, Bang Badui mengetik dan menanyakan situasi apa yang telah terjadi, siapa yang melukaiku dan apa yang bermasalah dengan dirinya.

Jadi aku pun menceritakan cerita yang aku ngarang sendiri. Aku mengetik bahwa aku seharusnya membantu Bang Badui menjaga pintu, dan tiba-tiba ada orang yang menerobos masuk kedalam. Orang ini sangat kuat dan juga memakai topeng badut. Aku pun tidak mengenalnya. Dia pun menghantamku saat dia kemari. Aku bahkan tidak memiliki kesempatan untuk menghindar dan berbicara. Jadinya aku berusaha sebisa mungkin meneriak sebelum aku jatuh pingsan, berharap Bang Badui telah mendengarkannya. Akhirnya aku pun pingsan dan saat terbangun, aku menyadari bahwa diriku telah ditusuk dengan pisau dan dipindahkan ke gang ini. Jadi aku pun saking terkejutnya meminta bantuan ke Bang Badui karena aku sendiri tidak tahu siapa yang dapat membantuku.

Perkataanku cukup masuk akal dan jika dibandingkan dengan situasi sekarang pun terlihat tidak ada cacatnya. Bang Badui dan Claura sama saja, mereka berdua sama sekali tidak mencurigai aku.

Dia menyalakan rokoknya dan meletakkannya ke dalam mulutnya. Kemudian dia mengetik dan berkata bahwa kali ini dia sangat ceroboh. Dia mengira bahwa itu adalah malam yang besar, dan juga masih di rumahnya Claura, dan seharusnya masih aman. Tidak disangka bahwa di sekitar Claura masih ada orang yang diam-diam melindunginya dan dia pun berkata bahwa dia telah melibatkan aku. Bang Badui pun berkata bahwa walaupun telah gagal, dia sebelumnya berjanji tidak akan menyesal telah menjanjikanku beberapa kondisi tersebut. Dia juga berkata bahwa dia masih bisa memberiku waktu untuk beristirahat dirumah.

Aku membuat ekspresi penuh dengan kejengkelan, kemudian dengan penuh kebencian mengetik : Claura telah melihat wajahku, dia pasti ingin memberi perhitungan denganku. Aku bagaimana mungkin masih berani pulang kerumah. Bos Bang Badui, apakah kamu bisa memberiku tempat tinggal?

Bang Badui pun berkata tidak masalah dan kemudian dia membawaku balik ke bar. Dia benar-benar memberiku gudang yang terletak di belakang panggung, yang di dalamnya terdapat ranjang yang sudah rusak dimana menurutku itu sudah cukup.

Melihat Bang Badui sangat perhatian, dengan ditinggalkan masalah yang sebelumnya, dari awal aku saking terharunya ingin menetaskan air mata, aku pun jadi ingin bekerja keras untuknya. Namun, aku tahu bahwa tidak ada yang namanya gratisan di dunia ini. Alasan mengapa Bang Badui memperlakukanku dengan baik adalah dia melihat bahwa aku masih berguna untuk dipakai.

Sesuai dugaan, sebelum berangkat, Bang Badui dengan bersungguh-sungguh mengetik ke aku untuk memintaku dengan segera meminta maaf ke Claura, meminta dia untuk menganpuniku agar aku dapat dengan cepat pulang ke rumah untuk memberikan informasi dan kondisinya Claura kepadanya.

Aku menganggukkan kepalaku, tapi hatiku sudah bulat keputusannya. Untuk sementara, aku harus beberapa hari menetap di bar, jangan balik dulu ke rumah. Walaupun aku di matanya Claura hanya sebuah semut kecil yang tidak diperhatikan, tapi aku ingin dia tahu seberapa aku di tindas dan dihina olehnya hingga menjadi seperti ini. Setidaknya aku masih memiliki opini bahwa aku sepenuhnya bukan tempat untuk menampung amarahnya. Aku masih memiliki perasaan dan bisa kabur dari rumah.

Kemudian aku pun beristirahat. Kemudian aku tinggal di gudang ini selama beberapa hari. Bang Badui memberiku libur. Aku pun juga tidak pergi kerja, aku biasanya menetap disini dan tidak pergi kemana-mana.

Tidur di ranjang yang sempit, aku pun tidak dapat menahankan diri untuk mempikirkan masa depanku. Aku merasa diriku seperti seorang tahanan. Apakah ini kehidupan yang aku inginkan, apakah aku sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk mengubahnya?

Aku berpikir bahwa jika aku tidak mengumpulkan uang demi membayar biaya pengobatan adik perempuaku, aku dari awal sudah akan meninggalkan kota ini. Walaupun aku harus berkerja lebih keras dan lebih letih, aku pun rela menerimanya.

Tapi sekarang sudah tidak mungkin. Aku dengan susahnya bertemu dengan Mawar dan Claura, ibu dan anak yang kaya raya, dan juga telah menderita begitu banyak dan menerima begitu banyak kesalahan. Jika aku tidak memiliki uang yang cukup, aku benar-benar tidak akan tenang!

Tiga atau empat hari lewat dengan begitu cepatnya, tubuhku juga sudah pulih.

Dan pada akhir-akhir ini, Claura dari dulu tidak pernah mengirimkan pesan kepadaku, dia dari dulu tidak pernah menanyakan keberadaanku. Mungkin aku dengan begini akan menghilang dari kehidupannya untuk selamanya. Dia sedikit pun tidak akan memperdulikan aku, benar bukan?

Yang bikin aku penasaran adalah bagaimana dia bisa menjelaskannya kepada Mawar? Dia tidak mungkin telah mencari pria lain untuk melahirkan anak bukan?

Saat mempikirkan ini, aku tiba-tiba sedikit merasa ketakutan. Aku sudah bersiap pergi mencari Felicia untuk mencari informasi situasinya, tapi sayang aku tidak memiliki nomor teleponnya Felicia. Oleh sebab itu, aku harus menunggu dia selesai bernyani dan diam-diam pergi mencarinya.

Bisa dikatakan juga kebetulan bahwa kami berdua saling sepemikiran. Aku belum mencarinya, tapi dia sendiri tiba-tiba mencariku.

Pada malam itu, aku sedang berbaring sambil melamun, tiba-tiba pintu kamar pun terbuka. Aku dengan waspada memutar kepalaku untuk melihat, dan menyadari bahwa Felicia sedang melihat kearah kepalaku. Dia membungkuk setengah badannya, aku juga tidak tahu apakah itu disengaja atau tidak. Aku kebetulan dapat melihat sedikit belahan dadanya, beneran ingin memegangnya!

“Adik perjaka, sudah beberapa hari kita tidak ketemuan, kamu masih saja mesum ya. Matamu sedang melihat kemana hah?”

Dengan cepat suara Felicia pun melembut. Kemudian dia masuk dan menutup pintu kamar.

Aku dengan canggungnya menundukkan kepala dan tidak berani melihatnya.

Dan saat dia berjalan hingga kesebelahku, dia dengan sengajanya menunjukkan dadanya kepadaku dan dengan senyuman tipis berkata : “ Adik perjaka, kamu jangan melihat saja, kemarilah, kakak mengizinkanmu untuk menyentuhnya.”

Bagaimana mungkin aku berani melakukannya hah? Aku pun tetap menundukkan kepala, tapi tidak dapat menahan diri dan tersedak. Karena ruangannya sangat sepi, bahkan saat aku menelan ludah pun terdengar oleh Felicia. Karena itu, senyuman yang menggoda itu pun muncul sehingga membuatku semakin merasa canggung.

Dengan cepat aku pun balik seperti semula. Karena Felicia tahu bahwa aku ini bukan tuli ataupun bisu, makannya aku dengan pelan berkata : “Kak Fel, kamu jangan isengin aku, ada masalah apa kamu datang mencariku?”

Dia pun menunjukkan senyumannya yang begitu menawan, kemudia mengulurkan jarinya yang kurus-panjang dan meyentuh daguku. Dengan suaranya yang manis dan lembut berkata: “Mengapa, jika aku tidak ada urusan apakah tidak boleh pergi mencarimu untuk bermain?”

Aku dengan bombing membalas: “Aku, apa serunya bermain denganku.”

Dia awalnya melihat wajahku sambil tersenyum. Tiba-tiba dia melihat kebawah dan berhenti di bagian terpentingku. Dia berkata dengan penuh godaan: “Adik, dibagian situ kamu pun juga seru loh, kakak ini belum pernah bermain dengannya loh.”

Aku berpikir bahwa Felicia sedang bermain-main saja. Jika beneran ingin melakukan hal begituan dengannya, dia pastinya tidak akan memperbolehkan untuk menyentuhnya. Dia secara khusus hanya bertugas untuk menyalakan apinya dan bukan untuk memadamnya.

Aku yang dikontrol Felicia hanya terdiam saja. Karena jika dia mencariku, dia pastinya akan segera langsung membicarakannya.”

Sesuai dugaan, dia dengan cepat berkata kepadaku: “Baiklah, kakak tidak akan isenginmu lagi. Hari ini aku datang kemari karena ingin meberitahukan suatu masalah.”

Aku dengan sibuknya bertanya ada masalah apa. Dia ada sedikit marah dan berkata kepadaku dengan nada cemburu: “huh, bisa ada masalah apa, masih saja semuanya salah adik. Karena kamu berhasil mengagumkan Claura. Sekarang Claura sudah jarang dengan kakak. Kakak sungguh sangat sedih.”

Aku benar-benar telah dibuat canggung oleh Felicia. Ada perasaan yang sedikit mengganjal di hatiku. Si rubah ini sungguh dapat menggoda orang-orang.

Aku menenangkan diri dan bertanya kepadanya: “Kak Fel, kamu jangan isengin aku lagi. Sebenarnya ada masalah apa? Buruan bicaranya. Nanti kemungkinan Bang Badui akan datang kemari.”

Felicia masih lanjut dengan senyuman menggodanya dan berkata: “Claura akhir-akhir ini telah tertarik dengan seorang pria. Dia adalah penyelamat dan pahlawan baginya. Karena dia, hubungan kami berdua pun semakin menjauh.”

Sesaat aku merasa tegang. Tidak pernah terbayangkan olehku bahwa Claura beneran memikirkan ‘aku’ si badut ini.

Aku berpura-pura terkejut dan bertanya kepada Felicia: “Hah? Siapakah orang itu? Untuk apa kamu memberitahukannya kepadaku? Aku aslinya juga bukanlah suaminya. Sekalipun dia beneran menyukai pria lain, aku pun tidak dapat melakukan apa-apa. Bahkan dari awal pun dia sudah memandang rendah diriku.”

Aku tidak menduga bahwa setelah selesai mengatakannya, Felicia pun tiba-tiba memegang erat leherku dan menarik kepalaku ke depan mukanya dan dengan pelan berkata: “Pahlawan itu adalah kamu.”

Novel Terkait

Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
3 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
3 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Unperfect Wedding

Unperfect Wedding

Agnes Yu
Percintaan
4 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
4 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
3 tahun yang lalu