Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 614 Menaklukan Hati Orang

Aku teringat lika-liku yang pernah kualami dan teringat bisa berkumpul dengan sahabatku sendiri, awalnya masih merasa ketidakadilan terhadap dunia ini, tapi kini aku merasa Tuhan saja cemburu karena aku bisa bertemu dengan begitu banyak sahabatku, jadi ingin aku mengalami begitu banyak cobaan berat, memikir seperti itu, hatiku terasa sedikit lebih lega.

Aku berkata, “Kamu benar, tapi jika suatu saat kamu ingin memilih jalan yang berbeda, atau lelah, dan ingin berhenti, aku tidak akan menghalangimu. Sudah, lapar kan, yuk, kita makan.”

Alver tertawa lalu berkata, “Aku tau kamu sibuk, jangan karenaku menghabiskan waktumu, aku bisa memesan makanan sendiri.”

Aku menggeleng kepalaku lalu berkata, “Aku tidak sibuk, lagipula, ada masalah penting pun aku tidak boleh mendiamkan kamu. Sudah, ayok kita makan hot pot, dulu di pasukan tentara, bisa memakan hot pot saja sudah bisa membuat hati gembira.”

Ucapanku membuat Alver kembali teringat kenangannya, ia menarik lenganku lalu berkata, “Yuk, kita makan hot pot.”

“Tunggu sebentar, aku ada sesuatu ingin memberikan kepadamu.” aku berujar, lalu menuju ke arah lemari, membuka sebuah koper, dan mengeluarkan sebuah jam tangan, ia melihat jam tangan itu, lalu mematung sebentar, setelah itu ia tertawa lalu berkata, “Bocah, kamu memberikan jam tangan yang kuberikan kepadamu ke aku? Kamu sangat menghematkan uang.”

Benar, saat Alver ulang tahun, ia memberikanku sebuah jam tangan, dulu aku menggunakan jam tangan yang percis untuk menukar jam tangan yang baru, tapi, aku tidak tega membuang jam tangan ini, tapi menaruhnya di dalam koper, selalu kubawa kemana-mana, memberi kenangan untuk diri sendiri.

Tiba-tiba Alver mengeluarkan sebuah jam tangan di dalam saku celananya, tapi terlihat jelas jam tangan tersebut sedikit hancur, yang disusun ulang, ia berkata, “Jam tangan ini kamu simpan, yang ini biarlah aku simpan, tidak ada yang boleh menghilangnya.”

Aku tertawa lalu berkata, “Baik.”

Ia melihat netraku yang terus-menerus menatap jam tangan yang sedikit hancur itu, dengan sedikit malunya ia berkata, “Saat itu aku mengira kamu mengkhianatiku, sangat marah dan juga sedih, dan aku pun langsung membuang jam tangan tersebut ke tengah jalan, dan hancur tak berkeping, siapa sangka Kak Jessi menyuruh orang untuk menemukan jam tangan ini, dan memperbaikinya, dan mengembalikannya kepadaku.”

Mendengar kata-kata Alver, hatiku menghangat, ia dengan irinya menonjokku, lalu berkata, “Kamu beruntung bisa menemukan wanita seperti itu.”

Aku berkata, “Aku akan mencarikan istri yang cantik untukmu.”

“Kalau beneran kecari, orang tuaku akan sangat berterima kasih denganmu.”

……

Aku dan Alver sambil berbincang bahagia sembari meninggalkan Splendid, siap-siap ke restoran terdekat memakan hot pot, Nody membantu Monica membeli barang, sedangkan Dony dan Anna bertemu dengan mertuanya, semuanya berjalan baik, meskipun sebentar lagi kita akan menghadapi suatu pertempuran, tapi ketenangan sebelum badai juga membuat orang tenang.

Malam ini terasa sedikit sejuk, terlihat bulan sabit. Langit yang mendung seperti dibaluti oleh selapis kabut, menjadi kabur seperti lukisan yang tidak asli. Dibandingkan dengan yang lain, bagai naga panjang yang bergeliut maju kedepan, sedangkan sinar-sinar lampu jalanan disana yang tiada batasnya lebih terang dari biasanya. Hanya saja kecemerlangannya juga kekurangan rasa yang dimiliki bulan.

Aku teringat kenangan dulu saat aku dan Ayah angkat mendaki gunung bersama, berada di puncak gunung melihat bulan, saat itu, langit adalah biru, bulan cerah, tampak gunung terlihat jelas, air berwarna hijau, sedangkan kedua orang tua angkatku begitu baiknya terhadapku, adikku yang begitu polos, saat itu keluarga kami, walaupun tidak kaya raya namun sangatlah bahagia.

Sekarang, hanya sisaku yang kesepian, aku beberapa kali ingin balik ke rumah, tapi tidak menemui jenazah adik, aku bahkan tidak berani menemui kedua orang tua angkatku.

Alver yang melihat aku tengah bengong, ia pun menanyakan apa yang telah aku pikirkan?

Aku berkata; “Aku rindu rumah.”

Alver berkata, “Aku mendengar ceritamu dari Kak Jessi…. Alwi, jangan sedih, saat kamu rindu rumah, lihatlah ke arah Beijing, mikirkan Kak Jessi, dan mikirkan suatu saat kamu akan mempunyai kehidupan yang bahagia, suasana hatimu akan membaik sedikit.”

Aku tersenyum ke arahnya lalu berkata, “Aku tidak apa-apa, jangan khawatir.”

Sembari berbincang, kita sampailah di restoran hot pot, memesan makanan, sembari memakan kita juga sambil mengobrol, setelah kita kenyang, kita pergi ke tempat bermandi menikmati sauna, ketika kembali, tepat Paman Zhang dan Paman Leno sudah tiba, Paman Zhang menatap wajahku, ia merasa sedih sembari menepuk tanganku pelan, lalu berkata, “Anak, kamu menderita selama ini.”

Aku tertawa sembari mengucapkan kalau aku baik-baik saja, mereka mengenang kenangan dulu sesaat, karena sudah terlalu malam, aku pun menyuruh ia segera istirahat.

Setelah balik ke Splendid, Aiko sudah tiba, ia tengah berada di ruang tamu ngobro l bersama Monica, Monica tengah mengambil ipad yang tengah menampilkan foto pernikahannya dengan Nody, Monica terlihat sangat bahagia, Aiko dengan percaya dirinya menatap ke arahnya, netranya menampakkan iri dan tentunya sedih.

Aku membuang muka, berusaha tidak melihat ekspresinya yang telah berubah itu, tapi di dalam lubuk hati merasa tidak enak.

Alver dan Nody tengah bermain dengan Cecilia, Alver terlihat sangat semangat, melihat aku kembali, ia berkata, “Alwi, anak perempuanmu sangatlah cantik.”

Aku tertawa lalu menghampirinya, dengan tidak sabarnya memeluk Cecilia ke dekapanku, lalu berkata, “Cecilia, apakah kamu rindu dengan Ayah?”

Mulut Cecilia mengeluarkan suara yang membuatku semakin gemas dengannya, aku menyatukan keningku dengan kepalanya, lalu berkata, “Dulu aku merasa Widya terlalu berengsek, tapi sekarang aku justru ingin berterima kasih dengannya, kalau tidak ada ia, mungkin Ayah tidak bisa bertemu denganmu lagi.”

Setelah selesai berujar, netraku melirik ke arah Aiko sekilas, lalu berkata, “Kak, terima kasih.”

Saat Alver mendengar aku memanggil Aiko dengan sebutan ‘Kak’, ia terlihat sedikit terkejut, tapi tidak bertanya apapun, dan hal tersebut membuatku merasa bersyukur, karena jika ada seseorang menanyakan hal seperti itu di depanku dan Aiko, kita berdua mungkin akan menjadi canggung lagi.

Aiko berujar pelan, “Kapan orang itu akan tiba?”

Orang yang ia maksud tentunya adalah Galvin.

Aku menggeleng kepalaku, lalu berkata, “Tidak tahu, tapi sejak Widya menceritakan semua masalah ini kepadaku, aku merasa mereka akan segera tiba.”

Aiko mengangguk kepalanya, aku berkata, “Tidak boleh menggunakan pedang.”

Meskipun aku tahu aku tidak ada hak untuk memerintahnya, tapi aku tetap berbicara seperti itu, karena aku tahu, setelah ia melawan Kobra, bahkan luka lamanya sakit beberapa hari, aku tidak mengharapkan masalah seperti itu terjadi lagi.

Kukira apa yang telah aku ngomongkan Aiko tidak akan mendengarnya, atau menanyakan hak dari mana aku boleh mengaturnya, tapi ia dengan tenangnya membalas, “Iya, baik.”

Aku membuang napas lega, lalu memeluk Cecilia untuk bermain.

Malam ini tidak terjadi apa-apa, hari kedua juga sangat bahagia, malam hari tiba, Nody yang mengurus arena tinju bawah tanah berkata, “Alwi, ada orang datang.”

Tiba-tiba, Samuel menelponku, aku berkata, “Nanti saja baru dibicarakan.”

Setelah itu aku mengangkat telepon dari Samuel, ia berkata, “Kak Alwi, sobat kita menelpon, bilang ada beberapa mobil dengan plat Tianjing menuju ke arah sini.”

Aku berkata, “Mengerti, Nody juga sudah mendapatkan informasi tersebut. Berapakah mobilnya?”

“Lebih dari yang dibayangkan, sekitar dua-puluhan.”

Hatiku mencelos, memikir jika di setiap mobil terdiri dari satu orang, pasti ada dua-puluh orang, jika aku memperkirakan di setiap mobil yang terdiri dari dua orang. Teringat sampai sini, kepalaku mendadak terasa pening, sepertinya Galvin sangat menginginkan arena tinju bawah tanah. Tapi kalau dipikir ulang, arena tinju bawah tanah ini memang bisa menarik perhatian orang setempat di Nanjin dan juga orang-orang di sekitar kota Nanjin. Arena tinju bawah tanah bisa dikatakan sebagai ‘Gudang Uang’, sehingga banyak orang yang menginginkannya.

“Bawalah kawan-kawan ke sana.” Aku berujar, lalu memutuskan sambungan telepon, berbicara kepada Aiko dan Alver, “Ayok.”

Mereka berdua mengangguk kepalanya, bersama denganku menuju ke arena tinju bawah tanah, karena Dony tidak tenang, ia tidak bekerja, dan mengikuti kita.

Selama dua hari arena tinju bawah tanah tidak mempunyai penonton, ini memang sengaja karena takut Galvin bisa mendadak datang.

Setelah sampai di sana, aku melihat ke arah Widya yang tengah mengobrol dengan bawahannya, tampilannya terlihat bersinar, melihat kedatanganku, ia mengangkat alisnya, lalu tertawa sinis ke arahku, melihat pun senyuman tadi bukanlah senyuman yang baik.

Aku bahkan merasa sedikit ragu, apakah wanita ini hanya ingin membuatku malu, dan sengaja menyuruh bawahannya kalah? Memikir sampai sini, aku memutuskan untuk memancing orang-orang tersebut, tepat di saat itu juga Samuel dan bawahannya tiba, aku bertepuk tangan kepada semua orang yang berada di sini, berniat mereka untuk berkumpul bersama, aku ingin berbicara.

Bawahannya Widya terlihat sedikit tidak ingin, tapi mengaku kekalahannya, mereka mau tidak mau harus menghampiriku, namun memang terlihat jelas mereka sedikit menjaga jarak dengan Samuel, berbeda, seperti sedang memberi tahu kami secara diam-diam, kalau selama ini mereka tidak pernah menganggapku sebagai bossnya.

Aku tidak peduli juga, tertawa lalu berkata, “Semuanya, aku yakin kalian sudah tahu, Tuan besar dari Keluarga Wang Tianjing yang ahli bela diri alias Galvin akan membawa bawahannya untuk bertarung disini. Kalau kita kalah, arena tinju bawah tanah akan menjadi milik Galvin, dan Galvin adalah penerima waris bela diri, ia memiliki peran jago yang tidak kalah banyak dibandingku, mungkin lebih banyak, di dalam situasi seperti ini, ia ingin berada di Nanjin, pasti akan menyuruh bawahan yang ia percayai untuk mengurus arena tinju bawah tanah, boleh juga disebut, kalian yang berada di arena tinju bawah tanah akan kehilangan pekerjaan.”

Aku menatap ke arah Widya yang tampak tak pedulinya itu, tanpa sadar melihat ke arah Widya, lalu tertawa sambil bertanya, “Nona Widya, apa yang akan Anda lakukan terhadap bawahanmu?”

Widya malah balik bertanya, “Bukankah itu adalah bawahanmu? Menyuruh mereka bekerja, bukankah itu adalah kewajibanmju?”

Aku terkekeh lalu berkata, “Kamu nakal sekali, aku hanya ingin mengurusmu, bawahanmu, sudah pasti kamu yang harus mengurusnya.”

Aku memang sengaja menggunakan nada bicara yang sedikit ambigu kepada Widya, ia sedikit mengerutkan dahinya, lalu mendengus pelan, berkata, “Aku masih ada beberapa perusahaan.”

Aku berujar pelan, “Tapi, tidak ada satupun perusahaan yang cocok dengan bawahanmu bukan? Tidak mungkin kamu menyuruh bawahanmu untuk menjadi satpam, bukan? Gaji mereka selama sebulan, menjadi satpam pun selama setahun mungkin tidak akan dapat sebanyak itu.”

Widya mengerutkan dahinya, netraku menatap ke arah bawahannya, menemukan ekspresinya telah berubah, aku yakin mereka tidak memikir sampai sejauh itu, tadi terlihat jelas kalau Widya tidak memperdulikan bawahannya, karena aku membahasnya, mereka mulai khawatir, ada yang mulai melihat ke arah Widya, berharap ia bisa berbicara sesuatu, lagipula mereka mengikuti ia, keuntungan adalah hal yang sangat penting.

Widya mengerutkan dahinya, dengan enggan ia berkata, “Kalau begitu, apakah kamu mempunyai cara?”

Melihat Widya seperti itu, dalam lubuk hati aku merasa senang, memikir wanita ini ingin melawanku, tidak melihat siapa diriku ini, aku tertaawa lalu berkata, “Karena Nona Widya bertanya padaku, aku akan langsung menjelaskannya. Karena kalian sudah mengikutiku, mau kalian ingin atau tidak ingin, aku akan menganggap kalian sebagai bawahanku, selama kalian semua berjuang di malam ini, lalu, jika kita kalah, aku janji ke kalian, aku bisa di Nanjin membangun arena tinju bawah tanah yang baru, meberikan kalian sesuatu yang tidak kalah bagus dibanding sekarang

Mendengar kata-kataku, banyak yang tergoda, semuanya saling menatap, tampaknya penasaran dengan reaksi satu sama lain.

Aku lanjut berujar, “Aku tahu kalian setia terhadap Nona Widya, aku akan memperluas bisnisku, orang yang mengikutiku, akan menjadi penanggung jawab di seluruh kota, kalau kalian ingin bersamaku, kalian akan mendapat perlakuan yang sama seperti kawan-kawanku, kalau kalian tidak ingin, aku juga akan menghargai pilihan kalian.”

Semua terdiam sejenak, ada yang terlebih dahulu berujar, “Aku ingin mengikuti Kak Alwi.”

Mau sehebat apapun bela dirinya, juga pasti takut dengan pisau, tidak peduli seberapa kuatnya mereka, mereka tetap tidak mempunyai jalan keluar, hanya bisa bekerja keras, menjadi petinju, dan mereka tahu bagaimana caranya memilih.

Satu orang yang berujar, orang lain pun juga mengikutinya, ada yang hanya diam, walaupun tidak berbicara apapun, tapi terlihat jelas ia tergoda juga, mau tidak mau harus memilihku.

Widya yang berada di sebelahku wajahnya tampak terlihat kusut, aku tersenyum ke arahnya, lalu berkata, “Sangat berterima kasih dengan Nona Widya karena sudah memberiku satu kesempatan untuk menaklukkan hati orang.”

Novel Terkait

The Break-up Guru

The Break-up Guru

Jose
18+
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Pernikahan Tak Sempurna

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
4 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu