Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 595 Menggusarkan, Kamu Tidak Pantas Mendapatkannya

Cecilia seharian tiduran dengan sangat lama. Sampai aku bersiap untuk pergi keluar, dia pun juga tidak terbangun dan tertidur dengan sangat tenang. Melihat wajah kecilnya yang memerah, aku seketika memiliki pemikiran untuk melepaskan segala perselisihan ini dan membawanya pergi ke tempat yang tenang untuk sepanjang hidupnya. Tapi gagasan ini hanyalah lintas yang lewat saja, karena aku tahu harus memikul apa di pundakku.

Aiko memperingati bibi yang datang bersamanya untuk menjaga baik-baik Cecilia bersama dengan Mondy. Kemudian dia pergi bersama kita ke lapangan tinju bawah tanah.

Singkatnya, ada banyak kenangan mengenai lapangan tinju bawah tanah dan bahkan dengan Sanny Club di antara kami. Apalagi aku pernah beberapa kali memberikan Sanny Club padanya. Pada saat itu, Sanny Club diberikan kepadanya untuk menunjukkan cintaku. Tetapi Sanny Club telah tiga kali atau empat kali jatuh ke tangan orang lain. Kemungkinan ini juga menyatakan bahwa kita berdua tidak akan memiliki akhir yang bahagia, kali.

Setelah mobil diparkir di tempat parker yang terletak di luar kantor pusat Sanny Club, Nody berkata, “Alwi, sekelompok orang itu sudah mengubah sisi kesetiaan mereka.”

Aku dengan lembut berkata, “Masalah ini memang sesuai dugaanku.”

Pada saat ini, turunlah beberapa orang dari sebuah mobil yang tidak terletak begitu jauh. Yang memimpin itu adalah Samuel. Dia berdatang kemari dan mengetok jendelanya. Aku menekan tombol untuk menurunkan jendela tersebut. Dia berkata, “Kak Alwi, orang-orang kami berada di dalam beberapa mobil itu.”

Aku mengangguk kepalaku dan berkata, “Biarkan saudara kita berkumpul. Apakah rompi anti-pelurunya sudah dipakai?”

Samuel mengangguk kepalanya dan berkata, “Sudah pakai. Bomnya juga sudah diikat.”

Aku berkata, “Bagus. Kamu pergi menggabungkan pasukan kita.”

Lapangan tinju bawah tanah itu meruakan sebuah tempat yang ditutup sepenuhnya. Tempat itu adalah lingkungan yang sangat ketat dijaga dan sulit untuk diserang, dimana memastikan bahwa orang-orangku tidak akan bisa menghadapi orang-orang disini seperti saat menghadapai orang tua keluarga An. Karena mereka tidak ada tempat persembunyian untuk penembak jitu, makanya aku dari awal berencana untuk membawa mereka kemari dan langsung bertarung dengan Widya.

Orang-orang kami dengan cepat telah berkumpul kemari. Aku pelan-pelan turun dari mobil, berjalan ke depan orang-orang itu, melambaikan tangan, dimana menandakan bahwa kepada mereka untuk pergi ke lapangan tinju bawah tanah.

Sampai di depan pintu lapangan tinju bawah tanah, semua orang yang melihat arti dari pandanganku, melepaskan jaket mereka, dengan sejajar memperlihatkan bom di tubuh mereka. Kemudian, mereka dengan cepat berlari ke dalam tinju bawah tanah tersebut.

Tunggu sampai mereka masuk kedalam, aku pun sekilas menghadap ke arah gedung besar yang terletak di sebelah Sanny Club. Disana paling sedikit terdapat sepuluh penembak jitu yang menghadap ketempat kita ini. Jika barusan orang-orangku tidak melepaskan baju mereka dan menunjukkan bom ditubuh mereka, aku merasa bahwa orang-orang ini dari awal pasti akan menembak di depan pintu. Orang-orangku demi menghindari dari tembakanny, ditambah dengan kelembamannya, pastinya akan mengarah ke pintu masuk tinju bawah tanah. Jika masih ada segelombang penyerbuan yang menunggu kita disana, maka kita sama saja telah dikepung dari dalam dan luar untuk diserang. Pada saat itu tiba, kita akan menjadi seperti daging cincang yang telah dimakan oleh musuh.

Sekarang, orang-orangku sudah sekali menunjukkan begitu banyak bomnya. Pihak lain pun pastinya tidak akan berani untuk bertindak gegabah dan hanya bisa dengan pasrah melihat kita masuk kedalam.

Aku dengan Dony Yun mereka orang seperti biasa tiba di lapangan tinju bawah tanah. Ketika akan masuk, aku langsung melihat Widya memakai gaun merah. Rambut diikat satu yang tinggi, dimana dia berpakaian yang mewah dengan riasan tebal. Dia duduk di atas sebuah kursi kayu besar, sedang menyeduhkan tehnya, satu kaki yang menyilang diatas dengan tubuh yang dimiringkan. Seluruh orangnya tampak seperti rubah iblis yang berjalan keluar dari hutan.

Saat ini, orang-orangku berdiri sebaris dengan meletakkan tangan mereka di belakang. Ditangan setiap orang dipegang sebuah korek api. Orang-orangnya berwajah tenang dan memandang rendah kami. Mereka pun berdiri dengan menahan jarak yang sama dengan orang-orangku, kemungkinan mereka takut bahwa sekali mereka tidak berhati-hati, mereka akan di bom oleh manusia ini.

Ketika melihatku masuk, Widya yang sedang meminum satu cangkir teh, tiba-tiba menyodorkan teh tersebut kepadaku. Dia dengan senyum dingin berkata, “Setelah berbuat perjanjian dengan saling menukar pandangan, kamu malah membawakanku begitu banyak manusia bom ini. Apakah nyalimu ini kecil?”

Aiko pun tepat menggenggam cangkir yang disodorkan ke depanku. Setelah itu, terdengar bunyi gelas pecah. Cangkit teh tersebut malah dipecahkan olehnya.

Matanya Widya pun sedikit tersenyum dan sedikit terkejut. Saat ini, seorang pria berjalan kemari dan menyodorkan secangkir yang baru kepadanya. Aku mengenal pria itu. Pria itu adalah orang kemarin yang berdiri dibelakangnya, dimana dia adalah pria kasar yang ingin menghajarku.

Setelah pria kasar itu menyodorkan gelas tersebut kepada Widya, dia pun langsung berdiri di belakangnya. Dia adalah orang yang memiliki rupa yang buruk, dimana memberikan orang perasaan yang tidak nyaman. Saat bersama dengan Widya, terasa seperti si cantik dengan si buruk.

Aku hanya melihatnya yang saat ini tertarik melihat Aiko. Pandangan matanya pun penuh dengan kekikiran dan berkata, “Si gadis yang memiliki ketrampilan yang bagus ini, siapakah namamu?”

Aiko dengan dingin berkata, “Kamu ingin tahu namaku? Huh, kamu masih tidak pantas untuk mengetahuinya!”

Wajah pria kasar itu sedikit muram dan dengan senyuman dingin berkata, “Betapa angkuhnya nada bicaramu. Semoga nantinya kamu masih bisa melanjutkan keangkuhanmu!”

Aiko sama sekali tidak menanggapinya, mengayunkan roknya yang terdapat serpihan porselen diatasnya dan berdiri disana dengan tenang dan elegan, bagaikan sebuah bunga yang mekar diantara lembah yang dalam dan terpencil. Sangat cantik, tenang dan puas.

Widya dengan tertarik melihat Aiko dan lagi-lagi melihatku. Matanya pun terlihat sedikit mengejek. Ketika dia baru saja ingin membuka mulutnya untuk berbicara, aku pun langsung menutup mulutnya yang mengerikan itu dan berkata, “Kamu barusan bilang nyaliku kecil? Jika ‘nyaliku’ tidak kecil, kemungkinan aku sudah dibunuh oleh orang-orangmu, bukan? Mengapa para penembak jitu itu tidak berani bertindak? Perlukah aku memberitahumu?”

Widya pun sedikit mengerutkan alisnya. Tampaknya dia tidak menyangka bahwa aku akan menyadari rencananya. Dia dengan wajah dingin berkata, “Kamu sudah mengetahuinya?”

Aku tersenyum dengan dingin dan berkata, “Kalau tidak? Apakah kamu masih mengira bahwa aku akan melemahkan pertahananku terhadapmu dan masih bisa percaya bahwa kamu beneran akan melakukan pertarungan yang adil hingga akhir denganku?”

Saat mengatakannya, aku mengeluarkan surat perjanjian yang ditandatanganinya kemarin dari kantongku dan menghadap ke anak buahnya yang sedang bergemetaran itu sambil berkata, “Dengar-dengar kalian semua yang disini adalah orang ahli. Karena kalian adalah orang ahli, pastinya ada aura dan kehormatan seperti orang yang ahli. Yang kukatakan itu benar, bukan?”

Si pria kasar itu dengan suara dingin bertanya, “Apa yang sebenarnya kamu pikirkan?”

Aku berkata, “Kemarin, majikan kalian ini menandatangani perjanjian denganku supaya kedua pihak kami akan memiliki pertarungan yang adil. Jika aku menang, kalian, dan majikan kalian yang cantik ini akan kembali menjadi milikku. Hari ini, aku akan tanyakan sesuatu kepada kalian, apakah kepergian dan penetapan kalian ada alasannya dengan perkataan akhir wanita ini? Jika ada alasannya, aku berharap kalian akan mengeluarkan kehormatan kalian dan melakukan pertarungan yang adil dengan orang-orang kami dan jangan terlibat dalam skema hina yang kubenci itu. Jika tidak ada alasannya, maka aku datang ke sini untuk menantang wanita ini. Kalian hanya cukup berdiri di sana dan menonton pertunjukannya sungguh-sungguh. Kalau tidak, aku pun tidak akan bisa menjamin apakah bom pada tubuh orang-orangku akan tiba-tiba meledak atau tidak."

Setelah orang-orang ini mendengarkan perkataanku, mereka pun menunjukkan wajah yang sedikit marah. Ada seorang yang maju kedepan dan berkata, “Berantem ya berantemlah. Aku masih tidak mempercayainya, apakah kalian segerombolan rakyat ini berpikir dapat mengalahkan kami?”

Aku sekilas melihatnya dengan hina, kemudian memandang Widya. Widya pun sedikit mengangkat alisnya, menyeringai dan berkata, “Aku awalnya berpikir ingin membuat kalian mati dengan cepat, tapi aku tidak menyangka bahwa kalian sangat ingin dipermainkan sedikit hingga mati. Karena demikian, maka aku pun juga tidak akan sungkan.”

Setelah dia mengatakannya, dia perlahan-lahan bangkit berdiri, berlari kearahku, mengangkat tangannya dan berkata, “Temanin aku untuk membuka pertunjukannya, bagaimana?”

Aku dengan lembut berkata, “Kamu ingin mengambil kesempatan dalam situasi yang susah ini? Siapapun tahu bahwa aku adalah pasien yang terkemuka, orang lemah yang akan jatuh ketika dihembus oleh angina. Kamu masih ingin bertarung denganku, kemungkinan karena kamu memiliki pemikiran untuk mengambil kesempatan dalam kesengsaraan seseorang, kan?”

Setelah selesai mengatakannya, aku berpura-pura batuk dengan keras. Ada orang berbisik, “Sial, sandiwaranya lebai banget.”

Aku mengangkat bahuku dan memandang Widya. Dia dengan jengkel berkata, “Karena demikian, biarkanlah satu orang dari sisimu maju kedepan.”

Dia mengatakannya dan memainkan rambut ekor kudanya itu. Wajahnya memiliki sedikit senyuman menggoda dan dengan lesu berkata, “Lagi pula, tidak peduli siapapin itu, pasti tidak akan bisa memenangkannya.”

Dia pun mengatakannya dan memprovokasi ke Aiko. Wanita itu akan memiliki iri hati ketika melihat wanita lain yang lebih cantik darinya. Dari awal Aiko masuk hingga sekarang, pandangan anak buahnya pun hampir semuanya jatuh ke Aiko. Aku pun memperkirakan bahwa pandangan mereka ini sebelumnya jatuh kepadanya. Dan sekarang, tiba-tiba muncul seseorang, dimana orang itu telah merebut sorot perhatiannya, sehingga hatinya pasti merasa sedikit tidak nyaman.

Hanya saja, daripada dengan provokasinya, Aiko pun masijh sangat tenang. Dia dengan dingin berkata, “Kamu masih tidak pantas berhadapan denganku.”

Satu kalimat ini membuat Widya sangat marah. Dia menepuk sebentar kursinya dan bangkit berdiri sambil berkata, “Apa katamu? Huh, aku lihatnya sih kamu yang tidak berani berhadapan denganku, kan?”

Aiko dengan hina memandangnya, tidak berkata apa-apa. Melainkan, si Nody maju selangkah ke depan, tersenyum dan berkata, “Yang dikatakan kak Aiko itu benar. Kamu masih tidak pantas berhadapan dengannya. Cukup aku saja yang menghadapimu.”

Nody sangat hebat. Di dalam tubuhnya tersembunyi kekuatan yang begitu besar, makanya aku sedikit pun tidak cemas bahwa dia akan kalah dari Widya. Tapi Widya malah berani memprovokasinya, dimana ini menyatakan bahwa dia masih ada kekuatan, makanya kita jangan sampai lengah dengannya.

Aku berkata kepada Nody, “Nody, hati-hatilah.”

Nody menolah kepalanya kemari dan tersenyum kepadaku sambil berkata, “Tenang saja. Jika aku bahkan tidak bisa mengalahkan wanita ini, aku juga tidak akan punya wajah untuk ikut denganmu.”

Widya tersenyum dengan dingin dan membiarkan si pria kasar itu turun. Setelah menunggu si pria kasar itu turun, Nody dengan lepas landasnya yang indah, langsung meloncat ke lingkaran bela diri. Gerakannya yang begitu rapi dan indah membuat sejenis pandangan jengkelnya Widya berkurang banyak.

Nody tiba di seberangnya Widya dan bertanya, “Boleh dimulai?”

Widya mengangguk kepalanya. Dia seketika seperti pedang yang terdiam dan langsung bergegas kemari. Dia dengan cepat menyerbu ke arah Widya. Hanya dalam sekejap, dia sudah tiba di sebelahnya Widya dan dengan satu kaki menendang ke arahnya. Widya pun tiba-tiba mundur kebelakang, tapi pada saat ini, Nody seperti burung yang mengepakkan sayapnya untuk terbang. Tubuhnya seketika menghadap kedepan, tertunduk dengan rendah dan sepasang tinjunya mengarah ke perutnya Widya dan langsung membuat dua tinju.

Ternyata tendangannya yang barusan itu hanyalah gerakan tipuan, supaya membuat semua perhatiannya Widya tertuju pada tendangannya itu. Kesempatan yang bagus untuk menghajar pertahanannya.

Widya pun mundur dua langkah. Wajahnya seketika memerah, tidak tahu karena merasa malu atau marah. Dia baru saja berdiri dengan stabil, menghadapi Nody dengan mengejar kemenangannya. Karena dia malah tidak mundur, dia langsung menghadap ke depan. Kedua tinju orang ini saling mengenai. Dan Widya bukannya karena dirinya adalah wanita makanya terluka, tapi reaksinya semakin lama semakin sensitif dan dapat menghindari dengan tepat serangannya Nody.

Nody juga tidak putus semangat, melainkan menjadi tertarik. Dia pun melakukan pukulan yang ganas kepadanya. Kedua orang ini seakan seperti kamu maju, aku mundur atau sebaliknya, dimana pertarungan mereka menjadi seimbang. Perlahan-lahan, aku menyadari bahwa wajahnya Widya menjadi muram karena dia tahu bahwa kekuatannya Nody sangat besar. Dia kemungkinan sudah mencapai batasnya. Hatinya pun seketika terasa sangat puas dan dia pun berpikir dalam benaknya bagaimana dia bisa menjadi angkuh lagi setelah dia kembali nanti.

Segera setelah memikirkan ide ini, Nody pun menendang perutnya Widya. Dia pun seketika ditendang dan berbaring di tanah. Dahinya pun penuh dengan keringat dingin.

Monica dengan gembira menepuk tangannya dan berkata, “Nody, kamu sungguh hebat. Aku mencintaimu.”

Nody yang awalnya terlihat seperti monster yang pada umumnya memiliki tampilan yang garang pun seketika tersipu, mengedipkan matanya ke arah Monica. Yaitu pada saat ini, Widya yang awalnya masih kesakitan dan berkeringat dingin, menggunakan kedua tangannya sebagai penyangga. Tubuhnya pun seperti seekor belut meluncur ke sebelahnya Nody dan dari tangannya terdapat sebuah pisau belati yang entah darimana munculnya. Pisau tersebut langsung menusuk lututnya Nody.

Monica pun berteriak dengan panik dan Nody dengan sangat cepat mundur kebelakang. Tetapi meskipun demikian, betisnya sudah tergores, dan seketika darahnya tertumpah keluar. Widya seperti seekor ular melaju kemari. belati ditangannya pun dengan cepat mengarah untuk menusuk lehernya Nody. Nody pun mengangkat tangannya dan dengan cepat menahan tangannya, menggunakan pukulan tai chi untuk memukul mundur Widya. Dia pun memarah dan berkata, “Mengambil kesempatan seseorang dalam kesulitan adalah hal yang memalukan.”

Widya tersenyum dengan dingin dan berkata, “Mengambil kesempatan seseorang dalam kesulitan? Kalau kamu dalam pertarungan yang mematikan ini masih ada suasana hati untuk menggoda dengan wanita, kamu yang sekarang ini sudah akan mati mati puluhan ribu kali dari awal. Lihatlah!”

Nody dengan dingin berkata, “Wanita sialan. Kamu beneran ingin cari mati ya!”

Dari wajah muramnya Nody, di tambah dengan melihat dari auranya yang dingin, dia sudah marah! Aku pun tersenyum dan berkata, “Nody pasti akan menang.”

Novel Terkait

Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
4 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
5 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
4 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu