Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 624 Mau memainkan muslihat lagi?

Jessi pura-pura marah, aku pura-pura panik dan meraih tangannya, berkata dengan cemas:”Jessi, aku tidak bermaksud untuk tidak menyalahkanmu, bisakah kamu mendengarkan penjelasanku?”

Jessi tertawa dingin, memandangku dan berkata:”Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi.”

Selesai bicara, dia bangkit dan pergi, sebelum pergi dia menatap Widya dengan dingin, aku melihat Widya membeku, mungkin karena pandangan dingin Jessi yang terlalu mengesankan, maka wanita seperti Widya juga akan takut dan panik yang bisa dilihat dari matanya.

Jessi pergi begitu saja, meskipun aku tahu ini hanya akting, aku merasa sangat sedih, karena aku tahu dia benar-benar sudah pergi, kami berdua tidak sempat mengucapkan salam perpisahan secara baik-baik, memikirkan hal ini aku diam-diam menyalahkan Widya, aku merasa kalau tidak ada dia, aku dan Jessi bisa bersama selama beberapa jam lagi, bahkan biarpun waktunya sangat singkat, tetapi bagiku, bisa bersamanya satu menit saja juga hal yang bagus.

Aku melihat Widya, dia juga melihatku dan bertanya:”Kenapa kamu tidak mengejarnya?”

Aku mengeluarkan sebatang rokok dan mengisapnya dalam-dalam. Beberapa hari ini aku di rumah sakit sama sekali tidak merokok, karena Jessi tidak suka asap rokok yang tajam.

Aku mengisap rokoknya, menghembuskan asapnya, aku segera tersadar dan memandang Widya:”Jika aku mengejarnya sekarang, dia akan tambah marah lagi. Tetapi, mengapa kamu datang ke sini? Datang untuk mempermalukanku ya?”

Widya perlahan-lahan bangun dari lantai, menepuk-nepuk debu yang ada di badannya, mendekati ranjangku dan duduk di atasnya, aku berbaring di ranjang Jessi, aku masih dapat merasakan kehangatan tubuhnya, melanjutkan berkata dengan dingin:”Kalau kamu datang untuk mempermalukanku dan ingin mengatakan bahwa aku lemah, aku tidak akan melayanimu.”

Selesai bicara aku berencana memanggil Sulistio untuk mengantarnya keluar, dia mengerutkan alis dan berkata:”Aku datang untuk minta maaf.”

Aku merasa terkejut, melihatnya sambil tersenyum, dia berkata:”Benar ... ... malam itu aku mabuk, aku melihat kamu sangat bahagia, aku tidak ingin kalah darimu, aku sangat marah, aku menerima kabar dari Galvin, aku merasa marah, lalu melakukan hal seperti itu.”

Berkata sampai di sini, pandangan mata Widya sedikit berkaca-kaca, memandangku dan berkata dengan tulus:”Maafkan aku.”

“Kamu barusan mengatakan, Galvin yang memberitahumu tentang masalah itu?” aku dengan cekatan menangkap poin dari perkataannya.

Widya mengangguk, duduk di sana dengan kesepian, termenung menatap jari kakinya, aku tahu bahwa peristiwa hari ini memberikan pukulan besar padanya, bagaimanapun Nichkhun adalah obsesinya, tidak peduli seberapa kotornya dia, sebelum menonton videonya hari ini, dia selalu berpikir bahwa dia sempurna, tetapi faktanya sangat berbeda dari apa yang dia pikirkan, gambaran orang yang dia cintai tiba-tiba hancur berantakan, aku pikir dia pasti merasakan pukulan yang sangat hebat.

Meskipun aku merasa sedikit simpati dengannya, tetapi ketika memikirkan wanita yang tidak tahu diri ini, berulang-ulang menyakitiku, aku jadi tidak merasa terlalu simpati padanya, lagipula, baguslah kalau dia sudah tahu wujud asli Nichkhun , kalau tidak, dia akan terus melindungi orang jahat itu, dia akhirnya mungkin akan tua dan kesepian sendiri.

Aku pikir, alasan Jessi begitu menyindirnya adalah supaya dia bisa melihat dengan jelas Nichkhun itu, apa yang dilakukan Nichkhun pasti akan mempengaruhi perasaannya, dengan membiarkan perasaannya terhadap Nichkhun tidak begitu dalam lagi maka permusuhan dan kebenciannya padaku akan bisa dihilangkan, dia baru punya kemungkinan menjadi temanku, aku baru bisa memperalatnya.

Aku harus mengatakan bahwa jurus Jessi benar-benar mematikan, melihat tampang Widya yang putus asa, aku tahu bahwa kali ini dia benar-benar hancur.

Aku mencibir dan berkata:”Kamu jelas mengetahui antara aku dan Galvin punya dendam yang dalam, tetapi kamu masih mau diperalat olehnya, kamu tidak sabar untuk mencelakaiku dengan berita yang didapat darinya, Widya, aku harus mengatakan kamu bodoh atau harus menyalahkan diri sendiri karena sangat tidak disukai dan dibenci olehmu? Begitu kan?’

Widya sedikit mengerutkan alisnya, mukanya sedikit pucat dan menjelaskan:”Aku sudah bilang, aku tidak berpikir banyak, jika aku tidak mabuk aku tidak mungkin diperalat orang.”

Aku berkata dengan dingin:”Sudahlah, aku tidak ingin mengungkit masalah itu lagi, aku mau beristirahat, kamu pergilah.”

Widya tidak berkata-kata, juga tidak pergi, aku tertawa geli dan berkata:”Apa maksudmu ini? Kamu ingin menebus kesalahan, dan ingin melayaniku di rumah sakit?”

“Jangan mimpi kamu.” Widya menatapku dengan tajam, berbalik dan bersiap pergi, tetapi hanya beberapa langkah, dia berbalik lagi, melihatku dan berkata:”Kamu benar-benar tidak menyalahkanku?”

Aku menggelengkan kepala, dia masih ingin mengatakan sesuatu, aku berkata dengan tidak sabar:”Karena kamu, Jessi marah padaku, kamu masih belum puas? Masih ingin di sini menyebabkan masalah untukku?”

Mendengar ini, widya mengernyitkan dahinya, melirik televisi sebentar, saat ini DVD masih ada di dalam, dia terpaku dan berdiri di situ, aku berdengus dan berkata:”Buat apa? Demi orang seperti itu, melukai diri sendiri, apakah itu pantas?”

Mata Widya memerah dan memandangku, dia berkata:”Apa yang kamu tahu? Kamu tidak akan mengerti.”

Setelah selesai berbicara, dia berjalan dengan sepatu hak tingginya dan pergi, setelah dia pergi, Sulistio dan Nody yang berjaga di luar masuk ke dalam, mereka bertanya padaku apa yang terjadi, mereka mengatakan melihat Jessi pergi, mereka mau menghentikannya tetapi tidak berani, juga bertanya apakah Widya telah membuat Jessi marah.

Melihat wajah mereka yang penuh kekhawatiran, aku tertawa dan berkata:”Dari raut muka kalian, apakah takut aku akan memilih Widya diantara Jessi dan Widya ya? Jangan bercanda lagi, seorang Widya tidak cukup untuk memancing kemarahan Jessi.”

“Kalau begitu ... ... apa yang terjadi barusan?” Sulistio masih khawatir.

Aku tertawa dan berkata:”Itu hanya akting.”

“Akting?” keduanya sedikit terkejut.

Aku mengangguk, dengan tenang mengatakan tentang semua yang terjadi barusan, setelah mendengarnya, baru mereka merasa lega, Sulistio berkata:”Jadi karena Widya telah membuat Kak Alwi terluka maka Nona besar membiarkan dia merasakan perasaan sedih kembali, bukankah seperti itu?”

Nody tertawa sambil berkata:”Takutnya, Nona besar Jessi ini benar-benar seorang ... ... seorang yang sangat melindungi suaminya.”

“Melindungi ‘kulit’? apa hubungannya masalah ini dengan kulit?” Sulistio bertanya tidak mengerti.

Nody memelototinya dan berkata:”Kita berdua dipisahkan oleh sungai yang besar, Tuan Sulistio, kamu berdiri di sana saja.”

Sulistio juga membalasnya dan berkata:”Kenapa aku merasa ingin menonjokmu ya?”

“Apa gunanya kalau hanya merasa ingin menonjokku? Apakah kamu berani?” Nody menantang Sulistio.

Sulistio berguman dan berkata:”Tidak berani.”

“Baguslah kalau seperti itu.” Nody dengan bangga menonjoknya dan menantangnya.

Sulistio menyerah dan berkata:”Aku tidak sanggup melawanmu, aku menyerah boleh kan? Siapa suruh aku suka mengalah pada yang lebih muda?”

Mata Nody melayangkan pandangan dingin ke arah Sulistio, Sulistio takut jika dia terus berbicara akan ditonjok oleh Nody lagi dan segera mengalihkan topik pembicaraan berkata:”Kak Alwi, kakak ipar menciptakan peluang yang begitu bagus, kesempatan memperalat Widya, kamu bukan hanya tidak menghargainya tetapi malah membuatnya marah dan pergi?”

Aku belum berbicara, Nody memukul kepalanya dan berkata:”Kenapa kamu begitu bodoh ya? Semua orang tahu seberapa besar cinta Alwi terhadap nona besar, pasti Widya juga tahu itu, Alwi demi menolongnya membuat nona besar marah, ini menjadi hal yang mencurigakan, nona besar marah dan pergi, kalau dia masih bisa menenangkan Widya, menurutmu apakah Widya tidak akan curiga?”

Aku mengangguk setuju dan berkata:”Maka, aku marah secara wajar, ini cukup untuk menghilangkan kecurigaannya, membuatnya berpikir bahwa aku marah kepadanya karena masalah Jessi.’

Setelah terdiam sejenak aku berkata:”Bisa terlihat dia merasa bersalah, mungkin karena sudah melewati banyak hal, dia jadi mengerti kesalahannya dan merasa sangat bersalah denganku, dalam beberapa waktu ini aku tidak perlu melakukan apapun, hanya akan menunggunya datang mencariku. Tetapi ... ....”

Aku tersenyum bangga dan mengatakan sebenarnya aku sudah sangat sabar dengan Widya, juga sudah mengikuti kehendaknya, kalau bukan karena dia masih berguna, dia sudah mati ribuan kali karena telah mencelakaiku beberapa kali sebelumnya.

Oleh karena itu, kalau kali ini dia masih tidak sadar juga, aku akan meninggalkannya, lagipula aku sudah berdiskusi dengan Jessi bahwa meskipun tidak ada Widya, operasiku di Tianjing juga akan berhasil, tetapi akan membutuhkan waktu yang lebih banyak.

Sulistio menyalakan sebatang rokok, mengisapnya dan berkata:”Widya ini memang pantas mendapatkannya, dijebak bersama-sama oleh Kak Alwi dan nona besar.”

Mau tidak mau aku memikirkan ketika Jessi marah mewakilkanku, aku menatap jariku dan menggosok cincinnya, hatiku merasa bahagia.

Sulistio penasaran dan berkata:”Aduh, aduh, Kak alwi, kapan kamu memakai cincin ini? Aku belum pernah melihatnya?”

Aku memelototinya dan berkata:”Kakak iparmu baru memberikannya hari ini.”

“Pantas saja Kak Alwi memandang cincin ini dengan nafsu.” Sulistio tertawa terbahak-bahak.

Aku memukulnya dengan keras, Nody tertawa dengan senang dan berkata:”Bagus! Siapa suruh kamu banyak mulut.”

Aku berkata:”Sudah, aku mau keluar rumah sakit, kalian pergi bantu aku mengurus prosedurnya.”

Sebenarnya aku sudah tidak perlu berada di rumah sakit lagi, tetapi karena ada Jessi maka aku terus tinggal di sini, sekarang Jessi sudah pergi, aku tinggal di sini juga tidak ada artinya lagi.

Aku mengurus prosedur untuk keluar rumah sakit, kembali ke spendid, sorenya Jessi mengirimiku pesan, mengatakan dia baik-baik saja di Beijing, aku membiarkan diriku tenang, aku mengumpulkan beberapa buku tentang desain di online, memikirkan bagaimana cara mendesain perhiasan dan gaun pengantin Jessi, aku ingin dia menikah denganku dengan memakai rancangan yang aku buat sendiri, aku ingin dia menjadi pengantin yang paling cantik.

Malam harinya, Widya meneleponku tetapi aku sengaja tidak mengangkatnya, sampai panggilannya yang kelima, aku dengan tidak sabar menekan tombol jawab dan berkata:”Kamu benar-benar tidak tahu malu ya, apakah kamu tidak tahu bahwa aku tidak menjawab panggilan darimu karena aku tidak ingin berurusan denganmu? Apakah mau aku berbicara dengan begitu jelasnya?”

Widya tidak marah tetapi bertanya:”Apakah kamu sudah makan?”

“Gara-gara kamu istriku sudah pergi, apakah menurutmu aku masih punya mood untuk makan?”

Widya berkata:”Colloseum, tempat lama, beri aku muka dan temani aku makan, kalau kamu tidak datang, aku akan menunggumu samapai datang.”

Selesai berbicara, tanpa menungguku berbicara dia menutup teleponnya.

Aku melihat ke arah ponsel, menyipitkan mata dan memikirkan bahwa hati wanita benar-benar tidak bisa ditebak, sebentar Widya menjebakku dan kemudian menunjukkan rasa bersalah, ingin bertemu denganku untuk membayar kesalahannya, ini benar-benar menarik.

Aku tidak buru-buru, mematikan ponselku, mulai menggambar-gambar desain, tidak tahu sejak kapan mulai turun hujan di luar, Sulistio menyuruhku untuk makan malam, aku melihat ke arah jendela, Tuhan benar-benar suka mempermainkan orang, kenapa hujannya harus turun sekarang.

Sulistio melihatku tidak keluar, mencariku di kamar, aku berkata:”Kalian makan saja, aku sudah ada janji.”

Sulistio tiba-tiba menjadi heboh dan bertanya:”Kak Alwi, apakah Widya yang mengajakmu untuk bertemu?”

Aku mengangguk, dia tertawa kencang dan berkata dengan bangga:”Wanita itu benar-benar tidak bisa lepas dari genggaman tanganmu, Kak Alwi, cepat keluar membalasnya.”

“Tidak usah buru-buru.” Aku berkata dengan tenang, serius meneruskan gambarku.

Sulistio tahu dengan watakku jadi tidak mengatakan apa-apa lagi.

Setelah hampir lewat dua jam, hujan ini bahkan tidak berhenti tetapi semakin bertambah deras, Samuel meneleponku dan berkata:”Kak Alwi, Widya sudah meninggalkan Colloseum.”

Aku mengangkat alisku, merasa sedikit terkejut, aku pikir wanita ini lumayan gigih, tetapi aku tidak menyangka ... ...

Pada saat ini, Samuel berkata dengan khawatir:”Aku merasa, wanita ini sedikit sangat aneh.”

Setelah mendengar kata-kata Samuel, reaksi pertama aku adalah terkejut, jangan–jangan wanita ini akan memainkan muslihat lagi.

Novel Terkait

Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
4 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
5 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu