Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 778 Mudah Tertipu

Aku menggunakan kalimat 'Setiap orang menyukai hal-hal yang indah' untuk membela kelakuan pengintipan yang telah kulakukan, sehingga mendapat balik tatapan lesu oleh Widya.

Tentu aku tidak akan lanjut menatap dada Widya, tetapi dengan mengalihkan topik ke boneka tersebut, aku bertanya : "Kamu memberikan boneka yang aku berikan ke kamu kepada Larry, lalu apa kegunaan boneka ini?"

Widya berkata : "Untuk menghindari ditemukan, aku menyuruh orang memasang alat penerima suara di dalam boneka tersebut, isi di alat penyandap tersebut bisa diunggah secara otomatis kedalam boneka tersebut, dengan begitu, apabila suatu hari Larry menemukan ada yang berbeda dari boneka kecil ini, tidak ada nomor telepon yang terhubung, ia juga tidak dapat cek siapa orang di belakang layar tersebut."

Jeda beberapa lama, Widya berkata : " Ia sangat percaya saya, ditambah setiap saat ia selalu membawa boneka kecilnya, saat ke toilet, ataupun sedang bertemu dengan tamu, orang lain juga bisa berkontak dengan boneka kecil tersebut, jadi tidak ada alasan ia untuk meragukan ku."

Aku bersenyum sambil berkata : "Hebat juga kamu, persiapannya sudah cukup matang."

Aku mengambil boneka tersebut dan berkata : "Tetapi begini saja masih belum cukup, kamu harus membuang boneka ini, supaya bisa memastikan benar-benar aman. Sedangkan boneka ini harus dihilangkan secara terbuka."

Setelah dipikir-pikir, sebuah ide terlintas di otakku, Widya menuangkan teh hingga penuh untukku. Sudut bibirnya pelan-pelan terangkat dan menunjukkan sebaris gigi putih cemerlang. Senyuman yang sangat cantik. Ia mengangkat tangannya dan menggunakan jarinya yang lentik mendorong pelan dahiku, serta tersenyum-senyum berkata, "Dasar kamu! Lagi-lagi menaruhkan pikiran buruk padaku?"

Aku memegang jari ia, ia mendekati ku, lalu aku menyadari bahwa suasana menjadi sedikit ambigu dan ingin menarik kembali tanganku. Aku sambil tertawa berkata : " Kamu seharusnya merasa senang, bahwa aku hanya menaruh pikiran buruk di bagian atas tubuhmu, melainkan bagian bawah tubuhmu."

Muka Widya seperti terbakar, aku tertawa terbahak-bahak berkata : "Ternyata Widya juga bisa malu ya."

Widya dengan kesal mendorongku dan membuang muka berkata : " Kamu perhatikan saja, jika tidak saat kamu menikah dengan nyonya Jessi, awas aku bocorkan semua ini ke pengantin wanitamu."

Aku tertawa sambil berkata : "Bilang saja, lagipula dada kamu tidak sebesar ia, Aku rasa ia juga tidak akan berpikir bahwa aku tertarik kepada mu."

Widya menatapku dengan tatapan tercengang, lalu tiba-tiba menyiramkan teh ke arahku. Aku memiringkan badan dan berhasil terhindar dari siraman teh tersebut. Widya berteriak "lihat kaki", tiba-tiba ia berada dihadapanku dan mengambil kesempatan saat aku belum menyeimbangkan tubuh dengan menendangku jurus seribu kaki. Aku bertumpu pada kursi kuno, lalu tubuhku melayang. Saat berhasil menghindari jurus tendangan seribu kaki tersebut, aku menggunakan salah satu tanganku melepaskan sepatu hak tingginya dan sekalian menggelitikkan telapak kakinya.

"Ha...hahaha...haha.... " Widya paling takut geli, seketika tertawa hingga kehabisan nafas, tubuhnya tidak bisa diam bergerak.

Hari ini ia memakai kemeja putih dan rok pendek berwarna hitam, saat mengangkat kakinya pemandangan indah muncul dari bawah rok, aku menelan ludah. Tiba-tiba ia malu dan kesal, berusaha menendangku, alhasil terlalu kuat sehingga kaki yang lain kehilangan tenaga dan tidak bisa berdiri dengan tegak, sehingga tubuhnya tergoyah kebelakang. Aku mengangkat kakinya kesamping, lalu tubuhnya berputar bagai angsa. Setelah ia berhadapan denganku, aku menarik pinggangnya dan menegakkannya.

Widya terlihat begitu berantakan dipelukanku, mukanya memanas. Sambil tertawa membantu ia bangun, aku berkata : " Bila kamu jatuh, aku telah membuat kesalahan besar."

Widya tidak berkata apa-apa, membelakangiku merapihkan rambut dan rok yang tengah berantakan, sesaat baru menengok mukanya. Hanya raut wajahnya kembali normal, dengan cuek berkata : "Mengapa hari ini kamu sangat tidak sopan, jangan bilang memainkanku itu sangat seru?"

Aku menyadari bahwa ia agak marah, dengan maaf berkata : "Maaf, saat aku masuk, aku melihat kamu terdiam seperti kurang senang, maka ingin menghibur kamu, siapa tahu aku keterlaluan..."

Sebenarnya aku sama sekali tidak ada niat buruk kepada Widya. Hanya saja bagian intim seorang wanita untuk pria adalah sebuah narkoba seperti ketertarikan pengidap narkoba terhadap narkoba...

Aku memegang-megang hidungku, dalam hati berkata "Tidak sopan dan abaikan", melihat raut wajah Widya sudah membaik, melalui alis ia terlihat suasana hatinya sudah membaik banyak. Dengan lembut Widya berkata : "Karena bukan sengaja, kali ini aku maafkan kamu, jika diulangi lagi..."

Widya mengepalkan tangannya dan mengayunkannya di hadapanku. Aku tertawa dan berkata, "Iya tahu, lain kali aku pasti tidak berani lagi, hanya saja tadi yang menyelinap dan menyerangku adalah kamu Nona."

Widya memegang-megang hidungnya, mengalihkan topik bertanya : "Apa, apa yang kita bicarakan tadi?"

Dengan serius aku berkata : "Berbincang hingga dada lebih besar daripada kamu."

"Sana mati!" Widya melototi aku dengan kesal.

Aku tertawa terbahak-bahak, dengan serius aku berkata : "Sudah tidak menggoda kamu lagi, kita berbincang sampai bagaimana cara menghilangkan boneka tersebut seperti hal yang biasa. Aku akan merekam video singkat untuk Larry, isi videonya adalah boneka ini, aku akan memeraskannya hingga kepala boneka tersebut terlepas. Agar Larry panik mengira bahwa aku ingin membunuhmu."

Widya berkata : "Kamu sungguhlah jahat."

"Kita juga sama." aku berkata.

Widya terpikir-pikir dan berkata : "Kamu bilang, demi aku Larry dapat berkompromi, lalu membocorkan kelakuan buruk yang dilakukan dia dengan Hensen?"

Aku memandangnya, tertawa sambil berkata : "Menurutmu ?"

Widya berujar dengan pelan : " Sepertinya tidak, Aku masih tahu diri."

Tidak bisa diragukan bahwa Widya memang orang yang sangat tahu diri, walaupun di mata Larry, ia merupakan orang yang sangat penting. Tetapi Larry merupakan lelaki yang penuh ambisius. Di matanya, sehebat apapun Widya bila dibandingkan dengan kedudukan dan kariernya, Widya tetap lebih rendah setingkat. Jika aku mengancam ia dengan menggunakan Widya, agar ia mengatakan kelakuan buruk yang ia lakukan dengan Hensen. Mungkin ia akan menyatakan perasaannya dengan sedih kepada Widya, Lalu membiarkan Widya mati.

Bukannya Larry kejam, hanya saja setiap orang memiliki sesuatu hal yang diinginkannya dengan mempertaruhkan seluruhnya. Pasangan mana pun tidak bisa menjamin bahwa dirinya yang dibutuhkan olehnya. Ada orang yang tidak harus memikirkannya, karena yang mereka harapkan tidak berhubungan dengan orang yang dicintai, tetapi ada juga orang yang harus memikirkannya dan membuat pilihan.

Jika tidak, juga tidak ada banyak pasangan yang saling mencintai berpisah dengan tak berdaya karena berbagai alasan.

Saat memikirkannya, bibir Widya tiba-tiba mendekati samping telingaku dan mengeluarkan aroma wangi sambil berbisik : "Tapi aku tahu bila itu kamu, kamu bisa."

Aku tercengang, lalu melihat kearahnya dan kita saling bertatapan, anehnya tatapan ia penuh dengan keyakinan.

Aku menatap Widya sambil berkata : "Terima kasih atas kepercayaannya."

Widya kembali ke tempatnya, bersandar disana dengan pelan berujar : "Tidak perlu berterima kasih, pada kenyataannya aku lah yang seharusnya berterima kasih kepadamu, saat Felicia sedang diwawancarai, ia bilang kamu yang memberinya kemampuan untuk memperoleh kebahagiaan, begitupula dengan diriku."

Hatiku tercengang, lalu menolehkan kepala ku kearah Widya, namun ia tidak melihatku, melainkan memiringkan kepalanya dan menopang dagu, tidak diketahui apa yang sedang dipikirkannya.

Beberapa topik cukup dibahas secukupnya, bila dilanjut lagi dapat menyebabkan hal yang lebih bahaya daripada suasana ambigu yang disebabkan oleh kontak fisik. Jadi aku segera mengalihkan pembicaraannya bertanya : "Apa kamu sudah pernah ke kuburan?"

Widya sambil menganggukkan kepalanya berkata : "Sudah pernah pergi."

Aku sambil tertawa berkata : "Baguslah bila sudah pernah, karena sudah pernah pergi selesai makan kita mulai beraksi saja."

Kata Widya baik.

Saat ini, Bibi reza mengetuk-ngetuk pintu, Widya berkata : "Masuk."

Ia dan macam gaya gaun khas tiongkok. Ia sambil menggoyangkan pinggulnya masuk kedalam, sedangkan sebaris wanita cantik membawakan makanan sambil tersenyum.

Adegan ini menimbulkan sebuah halusinasi bagiku, seperti kita berdua adalah Tuan Nyonya jaman dulu. Saat ini, kita berdua sedang menunggu para pelayan menaruhkan makanan di meja untuk kita.

Pasti, aku langsung menghilangkan pikiran seperti itu. Kalau tidak ada perasaan kepada Widya, maka beberapa pikiran yang lain seharusnya tidak muncul.

Makan-makan ini berakhir dengan bahagia, di pertengahan Widya bercerita banyak hal yang terjadi di Tianjing, aku juga bercerita banyak hal yang terjadi di Jiangcheng. Kita berdua benar-benar seperti sahabat yang tidak pernah kehabisan topik, saling menceritakan kisah kami.

Tidak, kita memanglah sahabat yang tidak pernah kehabisan topik.

Setelah selesai makan, aku mengikat Widya dengan cara dulu yang memalukan. Lalu dengan bantuan Samuel yang datang terburu-buru, selesailah merekam video mematahkan kepala boneka tersebut. Setelah itu diberikan kepada Larry dengan menggunakan kartu memori.

Telepon dari Larry pun segera muncul di layar ponsel. Aku mengeluarkan alat pengubah suara yang telah diberikan oleh Samuel dan menaruhkannya di sebelah mulutku lalu menekan tombol angkat. Suara teriakan Larry pun terdengar dari ponsel, ia berteriak : "Alwi, apa yang kamu lakukan kepada Widya?”

Aku sambil tertawa berkata : " Larry, aku bukanlah Alwi."

"Tidak perlu pura-pura! bukan kah kamu hanyalah takut bila aku merekamnya dan melaporkannya sebagai bukti, maka itu kamu mengubah suara?" Dengan kesal Larry berkata.

Sepertinya orang ini benar-benar peduli terhadap Widya, jadi seketika marah besar.

Aku terkekeh pelan dan berkata : "Terserah kamu, yang pasti aku bukan Alwi."

Aku tidak mau mengakuinya, lihat apa yang bisa ia lakukan kepadaku!

Aku merasa puas ketika membayangkan seorang Larry yang memasang muka kesal. Aku terus berkata : "Kamu sungguh berani membiarkan wanita bodoh ini datang ke Nanjing di saat seperti ini dan bawahanmu yang tidak menganggap siapa pun itu, apa kamu tahu? Salah satu dari mereka ternyata menemukanku dan mentodong pistol kepadaku, aku ini paling benci orang menggunakan pistol mentodongku."

Di sebrang sana, Larry menarik nafas dalam bertanya : "Bagaimana cara kamu mengetahui mereka?"

Aku tersenyum dingin berkata : "Apa menurut kamu susah? "

Larry membisu padahal ia sudah tahu bahwa aku sangat hebat. Kali ini membiarkan Widya pulang hanya karena ia memaksa ingin pulang. Namun karena ia kelelahan karenaku, terus merasa beruntung. Tetapi hari ini ia sudah mendapatkan pelajaran, yaitu kapanpun tidak boleh merasa beruntung, karena itu mungkin bisa mengambil nyawanya.

Larry bertanya : "Apa yang kamu lakukan kepada mereka?"

"Yang pasti lelakinya membunuh wanita itu..." Aku berkata sampai disini dan mengeluarkan suara tawa yang mesum sambil menoleh melihat Widya yang berada di belakangku. Ia menatapku dengan penuh kekesalan.

Larry berteriak dengan penuh kemarahan : "Dasar kamu, jika kamu berani menyentuhnya, aku akan membunuhmu!"

Aku terkekeh dan berkata : "Percaya diri sekali tetapi faktanya kamu tidak akan bisa bertindak apa pun kepadaku. Yakinlah, aku sama sekali tidak menyentuh wanitamu lagipula jika dibandingkan dengan wanita ini, aku lebih suka pada hal yang bisa kudapatkan dari ia, seperti..."

"Seperti apa?" Larry dengan panik bertanya.

Dengan pelan-pelan aku melontarkan satu kata, kata yang terdengar begitu buruk yaitu, "Uang."

Aku 'menculik' Widya, awalnya memang demi bersembunyi dari orangnya yang ingin membunuhku dan demi mendapatkan boneka. Aku pasti tidak akan melukai Widya, karena menggunakannya untuk mendapat sejumlah uang, merupakan masalah yang pintar dan membuat orang senang.

Sebaliknya Larry tidak kepikiran, dengan bingung ia bertanya : "Apakah benar kamu hanya menginginkan uang?"

Aku terkekeh dan berkata : "Tentu aku juga menginginkan bukti kelakuan buruk yang telah dilakukan oleh Hensen dan kamu, tapi apa kamu dapat memberikannya kepadaku? Tentu aku juga menginginkan saham keluarga Yang tetapi...sangatlah repot, aku takut identitasku terbongkar.

Aku adalah orang yang pintar, Larry cukup mengetahuinya apabila aku tidak memberikan penjelasan yang jelas, ia pasti akan curiga kepadaku. Kini ia telah mendengar apa yang ku katakan, ia terdiam, pasti ia dengan sok tahu mengetahui alasan mengapa aku hanya menginginkan uang, karena uang yang teraman bagiku.

Larry berpikir dengan baik semua hal ini, berkata dengan kesulitan : "Berapa banyak yang kamu mau?"

"Tidak banyak, seratus miliar rupiah saja." Aku dengan tidak tahu malu berkata.

Larry medengus dan berkata, "Bermimpi saja kamu, benar-benar serakah sekali !"

Aku sambil tertawa berkata : "Seratus dua puluh miliar rupiah."

"Kamu..."

"Seratus empat puluh miliar rupiah." Aku pura-pura tidak sabar berkata : "Kamu jangan berpikir lagi untuk menawar denganku, kalau tidak uang yang kuminta akan semakin banyak. Pastinya, aku akan memberimu waktu untuk berpikir.”

Aku memutuskan panggilan sehabis berbincang dengan ia. Lalu aku berbalik badan dan memotret Widya. Sebelumnya Bibi Reza telah merias wajah Widya dengan luka yang terlihat nyata, darah yang terdapat pada bibir sebenarnya adalah darah babi. Sehingga terlihat tidak adanya celah, tentu untuk rambut juga terlihat sangat berantakan. Bukan hanya itu saja, baju yang dipakai Widya juga diiris beberapa kali. 'Luka' yang terdapat di lengan, seperti membuat dirinya terlihat tersiksa parah.

Ia menatap galak ke arah kamera, penampilan ini sangatlah cocok dengan sifat ia tapi juga membuat orang semakin ingin melindunginya, karena dirinya yang didalam foto terlihat melelahkan.

Setelah mengirimkan foto tersebut, semenit kemudian Larry mengirim sebuah pesan yang hanya tertulis "Sepakat!"

Aku bahagia. Aduh, anak ini mudah sekali tertipu!

Novel Terkait

See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
5 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
5 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
4 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
4 tahun yang lalu