Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 495 Penyelinapan

Aiko bertanya kepadaku mengapa aku tidak membiarkannya menolong Jessi. Ia bilang ia harus menolong penolong hidupnya.

Setelah mendengar kita, selain mengerti hubungan mereka yang dekat, aku juga mengetahui banyak hal yang belum kuketahui, yaitu kesulitan saat ia melahirkan anak. Aku benar-benar kasihan kepadanya dan merasa bersalah, karena aku tidak muncul saat ia sedang melahirkan anak. Aku tidak dapat memikirkan betapa takutnya dirinya, betapa khawatirnya dirinya. Dan untungnya ada Jessi yang menemaninya, memberinya ia kekuatan dan pertahanan yang cukup.

Meskipun masih ada banyak kata yang ingin kukatakan, tapi aku tahu sekarang bukanlah waktunya. Aku membereskan pikiranku. Aku berkata, “Kalau kamu benar-benar ingin melakukannya, aku tidak akan menahanmu, tapi kamu harus menjamin kepadaku satu hal.”

“Apa?” Aiko mengamil tas hitam yang ia bawakan dan mengeluarkan senapan angin dari dalam. Ia mulai merawat senapan angin. Aku baru menyadari bahwa ia sudah melakukan persiapan untuk bertarung. Ini membuatku merasa kagum kepadanya. Ia memanglah pembunuh, sehingga ia memiliki firasat yang lebih sensitif untuk bahaya dan pertarungan yang akan datang.

Aku berkata, “Jangan terlalu memaksa dirimu. Kaburlah kalau kamu tidak bisa mengalahkan mereka. Ini tidak hanya demi dirimu sendiri, ini juga demi Cecilia. Demi Jessi dan diriku.”

Bulu mata Aiko bergetar pelan dan berhenti gerakan dalam mengelap senjatanya sesaat. Ia lanjut untuk mengelap dan berkata, “Aku tahu apa yang harus kulakukan.”

”Baiklah kalau begitu.” Aku sudah memutuskan dan tidak lagi ragu. Aku semakin ragu sedetik, Jessi semakin berbahaya.

Aku berkata kepada Aiko, “Aku sudah memberi telepon untuk Nody dan menyuruh Chick untuk mematikan seluruh listrik di Harbin. Kita pergi kesana dalam kegelapan.”

Aiko mengangguk. Aku mengambil telepon dan menghubungi Nody. Ia sangat senang setelah mendengar suaraku dan bertanya kepadaku apakah aku mengalami kesulitan. Wajahku sedikit memerah, lagipula saat bertemu dengan kesulitan, aku tidak akan pernah menghubunginya, karena takut identitasku ketahuan.

Aku memberitahu semua masalah kepada Nody. Ia bilang ia akan segera menghubungi Chick, lalu menyuruhku untuk tidak memutuskan panggilan, katanya Sulistio ingin berbicara denganku. Sebenarnya saat aku berbicara, aku sudah mendengar suara Sulistio, mendengar dirinya ingin sekali berbicara denganku dan menyuruh Nody untuk memberikan telepon kepadanya.

Dengan cepat, aku dapat mendengar suara teriakan Sulistio yang semangat. “Kak Alwi, apakah ini benar-benar kamu?”

Awalnya hatiku yang kacau seketika menjadi senang karena mendengar suara Sulistio yang semangat. Aku berkata, “Ini aku, Sulistio. Kudengar berita kamu sudah mau menjadi Ayah. Selamat.”

Sulistio tiba-tiba tertawa kencang dan berkata, “Kak Alwi, ini benar-benar kamu. Benarkan kataku saat raut wajahmu menjadi sedih saat kamu menusukku. Aku berpikir kalau kamu gila, ingin membunuhku tapi juga tidak rela. Haha, ternyata demi menolongku.”

Aku berkata dengan penuh merasa bersalah, “Maafkan aku. Kalau bukan karena diriku, kamu juga tidak menerima hukuman itu.”

“Kak Alwi, jangan mengatakan maaf. Kamu masih hidup, kamu juga tidak menjadi buruk, kamu masih mengingat kita itu sudah cukup. Tidak perlu satu tusukan, kalaupun aku mati, aku juga terima kok.” ucap Sulistio senang, tiba-tiba terdengar suara komplain dari Kak Mondy. Kak Mondy bilang dirinya terlalu banyak omong kosong dan seketika ia tertawa, lalu meminta maaf.

Kebahagiaan mereka berdua seperti terkirim melalui telepon ini. Aku sangat senang dan terharu. Sulistio berkata, “Kak Alwi, aku ada banyak kata yang ingin diucapkan kepadamu, tapi aku tahu kamu tidak memiliki waktu untuk berbicara denganku sekarang, jadi aku tidak akan menganggumu dulu. Hanya saja bagaimanapun itu, kamu harus menjaga dirimu. Aku masih menunggumu kembali. Saat itu aku akan menyambut kedatanganmu dengan arak putih, untuk menghilangkan kotoran batinmu.”

Aku tertawa dan berkata, “Itu pasti. Aku juga harus pergi perayaan anakmu yang sebulan.”

“Hehe, aku menunggunya.”

Setelah memutuskan panggilannya, aku menarik nafas dalam dan mengepalkan tangan dan memutuskan aku harus hidup dengan baik-baik, sama sekali tidak boleh terjadi sesuatu, begitupula dengan Jessi.

Mengingat ini, aku berkata kepada Aiko dengan serius. “Mulailah.”

Aiko mengangguk. Dua menit kemudian, seluruh Harbin memasukki kegelapan. Grand Imperial Spa terdengar suara komplain, banyak orang yang mengira tempat ini mati listrik, tapi ada orang yang menjelaskan dengan cepat bahwa pusat pendukung listrik Harbin terjadi masalah dan meminta semuanya untuk tenang. Sebenarnya ini hanyalah kata-kata atasan untuk menenangkan masyarakat, lagipula seluruh sistem pendukung listrik telah diretas, sangat memalukan kalau ini diberitahu secara umum.

Aku dan Aiko pelan-pelan berjalan menuju villa dalam kegelapan, karena ada banyak ranting pohon dan semak-semak, ditambah malam ini sangat gelap dan penuh dengan beberapa kabut, sehingga kita mudah untuk bersembunyi.

Kita dengan cepat tiba di hutan yang dekat dengan villa. Aiko membiarkanku pergi dan ia bersembunyi. Aku menyuruhnya untuk berhati-hati dan aku pelan-pelan menuju belakang. Saat aku mendekati belakang villa, suara tembakan memecahakan keheningan dalam kegelapan.Orang-orang di sekitar villa menjadi ribut. Aku menaruhkan senapan angin di atas batu besar dan memakai bando kepala di atas kepalaku. Aku meringkuk pelan-pelan di tanah dan menyimpan semua niat untuk membunuh. Aku mengatur pernafasanku dan berusaha mengosongkan pikiranku.

Dalam keadaan seperti ini, jika aku bersembunyi, bahkan Govy tidak sadar dengan keberadaanku.

Aku terus berjongkok. Tak lama kemudian, terdengar lagi suara tembakan. Ada seseorang yang meneriak ‘disana’, lalu aku melihat ada beberapa orang yang memegang pistol dengan teratur dan berpindah menuju tempat dimana Aiko berada. Mereka juga terus menembak. Hatiku sangat khawatir untuk Aiko, tapi aku tetap percaya kepadanya. Aku mengeluarkan pisau kecil dan menunggu waktu. Saat ini, ada orang yang berdiri di depan pintu belakang menuju ke pintu depan. Kupikir semua orang didepan pergi untuk mencari Aiko, jadi orang di belakang pergi menjaga pintu depan.

Aku berputar beberapa putar di tanah dan saat beberapa orang berjalan ke belokan, aku menutupi mulut orang itu, lalu menggunakan pisau kecil menusuk ubun-ubun. Ia bahkan tidak mencoba untuk berjuang. Aku menidurkannya di tanah. Saat ini, orang didepan membalikkan kepalanya, seperti ingin mengatakan sesuatu. Melihat keadaan seperti ini, ia baru saja ingin berteriak, aku langsung mengeluarkan pisau kecil dan maju menekan mulutnya, lalu menusuk tenggorokan dengan pisau kecil. Setelah ia berputar, ia seketika terjatuh kearahku. Aku menarik dua mayat kedalam semak-semak, lalu melepaskan salah satu pakaian mereka dan menggantikan pakaiannya.

Para pengawal disini memiliki pakaian yang sama. Setelah aku memakai pakaiannya dan mengoleskan lumpur di wajahku, ditambah langit gelap, kurasa tidak akan ada orang yang curiga kepadaku. Setelah aku selesai meyiapkan, aku memegang senapan anginku berjalan menuju pintu belakang. Baru saja tiba disana, aku melihat dua orang yang berdiri disana dengan was-was. Melihat kedatanganku, seseorang bertanya apa yang terjadi pada diriku dan bukankah aku harusnya berdiri di depan sana?

Aku berpura-pura berjalan maju. Orang itu bertanya apa yang terjadi padaku, lalu masuk kedalam. Saat ia sedang mendekatiku, ia akhirnya menyadari aku bukanlah temannya. Baru saja ingin berbicara, aku sudah menusuk pembuluh darahnya dengan pisau di tanganku. Pisau itu tertarik dan tajamnya hampirnya mau memotong setengah kepalanya. Ia terjatuh ke belakang. Kebetulan satu orang laginya jalan mendekatiku, hanya saja ia mengetahui identitasku dan segera mengangkat pistol dan ditujukan kearahku. Jika ia benar-benar menembakku, suara tembakkan itu akan menarik perhatian seluruh orang di halaman. Jafi aku segera maju dan memotong jarinya. Di waktu yang sama, aku memberikan pukulan pada mulutnya dan menutup mulutnya untuk tidak berbicara.

Pistol di tangannya terjatuh ke lantai. Ia juga terjatuh karena pukulanku. Aku mengangkat pisau kecil dan menusuk ubun-ubunnya. Menunggu ia kehilangan nafas, aku memindahkan lagi kedua mayat ini ke semak-semak bersama dua mayat lainnya dengan ditimpa. Saat ini, aku dapat merasakan niat pembunuhan yang mendekat.

Hatiku terkejut dan meringkuk dalam semak-semak, tidak berani bergerak. Mataku pelan-pelan menyapu keatas. Saat ini, aku melihat seorang lelaki pucat dengan tinggi yang biasa muncul di depan pintu. Orang itu adalah Andreas.

Disamping Andreas ada seorang lelaki. Ia berkata, “Kamu bilang orang-orang kita masih belum menemukan penembak itu?”

“Baik, Bos. Apakah ini lanjut memanggil orang atau...” tanya bawahan Andreas dengan hormat.

Andreas mengangkat tangannya dan bilang tidak perlu. Ia memandang kearah hutan dan berkata, “Aku sudah lama tidak menemukan penembak yang begitu hebat. Aku ingin sekali mencoba bermain dengannya.”

Mendengar ucapannya, hatiku terjatuh. Aku tidak sangka kalau Andreas bisa turun tangan. Kemampuannya sama sekali tidak bisa diuji, entah Aiko bisa bertahan atau tidak. Andreas menerima senapan angin yang diberikan dari bawahannya. Ia memegang senapan angin dan pelan-pelan berjalan menuju hutan. Sebelum ia pergi, ia menyuruh bawahannya untuk menjaga pintu villa dengan baik. Ia juga bilang bahwa ada orang yang ingin mengalihkan perhatian dan menyuruh bawahannya untuk memeriksa sekeliling.

Sepertinya Andreas memang sangat hebat. Ia bahkan bisa memikirkan kemungkinan itu, tapi sayang sepertinya ia lebih tertarik kepada Aiko. Mungkin kesukaan orang hebat. Biasanya orang hebat bertemu dengan orang yang hebat, pasti bisa memanaskan jiwa mereka dan ingin bertanding dengan orang itu, untuk mendapatkan hasil yang baik.

Aku meringkuk disana terdiam. Setelah kepergian Andreas, bawahannya pergi ke kamar. Saat ia sedang menyiapkan orang-orang, aku baru memanjat ke lantai dua dengan cepat. Tiba di balkon, aku membuka jendela untuk masuk kedalam kamar. Tiba di kamar, aku dapat melihat Jessi dengan wajah pucatnya dan kepala terbalut kain kasa, lalu terbaring di ranjang.

Melihat Jessi yang masih tertidur, hatiku sakit. Aku mendekat dan berbicara, “Jessi? Jessi?”

Jessi tidak bereaksi. Aku tahu lukanya tidak ringan. Hatiku masih kesal. Ia masih saja diinfus dan tidak tahu bagaimana dengan kondisinya.

Aku menenangkan diri dan mengeluarkan bensin dari tasku. Ini sudah disiapkan olehku sebelum datang kesini. Aku berkata kepada Jessi, “Jessi, aku akan datang mencarimu nanti.”

Setelah itu, aku keluar dai balkon. Aku memanjat ke balkon kamar disampingnya dengan mudah. Kamar ini adalah kamar Andreas. Saat ini, wanita berambut kuning emas itu sedang terbaring di ranjang sambil menonton televisi tanpa busana, lalu bersantai. Aku masuk kedalam. Ia hampir saja berteriak saat melihat diriku, tapi setelah melihat pistol di tanganku, ia pelan-pelan menutup mulutnya.

Ia memanglah orang pintar.

Aku berjalan mendekatinya. Ia baru saja ingin berbicara, lalu aku memukulnya hingga pingsan dan menutupi tubuhnya dengan sprei ranjang. Aku mengangkatnya ke bahuku dan juga menuangkan bensin ke tirai jendela, sofa, ranjang dan rak televisi. Aku mengatur dua biji granat dan menaruhkannya di belakang pintu. Saat ada orang yang membukakan pintu kamar ini, granat itu akan meledak.

Setelah melakukan semua persiapan, aku mengangkat wanita berambut kuning emas itu di bahuku dan segera kembali ke Jessi. Baru saja masuk, aku sudah merasakan sesuatu yang bahaya. Seketika sebuah pistol tertujukan kebelakang kepalaku.

Hatiku terkejut. Orang ini hebat sekali, bahkan aku tidak bisa menyadari keberadaannya dan nafasnya.

Novel Terkait

Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
5 tahun yang lalu
Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
4 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
5 tahun yang lalu