Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 546 Ibuku Dipergunakan

Pamanku bertanya kepadaku apakah tingkat kewaspadaanku selalu begitu tinggi? Pertanyaannya yang mendadak membuatku merasa ia salah fokus.

Aku tidak membalasnya, melainkan mengingat pengalamanku waktu kecil, kesulitan yang pernah kulalui, lalu aku tiba-tiba tertawa. Aku menoleh kearahnya dan berkata, “Kalau kamu sudah pernah melalui semua kesulitan yang pernah kujalani, kalau kamu pernah merasakan semua apa yang kurasakan, kamu akan seperti diriku.”

“Aku tidak mempunyai syarat apapun, kalau benar-benar ada, juga hanya satu, yaitu kamu segera selesaikan misimu untuk menolong orang yang kamu cintai dan jangan membuat Ibumu dipergunakan orang lain.”Setelah Pamanku mengatakan itu, ia langsung berbalik badan dan meninggalkan diriku. Sedangkan Dingo meringkuk di depan pintu sambil memandangku sedih, seperti sedang memohonku untuk menetap disini.

Aku panik dan mengejar Paman untuk bertanya. “Apa maksudmu? Apa yang dimaksud Ibuku dipergunakan orang lain? Jelaskan kata-katamu!”

Mungkin karena jalan terlalu cepat, ditambah tenaga tubuhku sudah mencapai batasnya dan kebanyakan pikiran, jadi baru jalan beberapa langkah, pandangan mataku seketika gelap dan terjatuh di tanah. Disamping aku dapat mendengar suara raungan Dingo. Selain itu, aku mendengar suara seseorang yang memanggilku ‘Alwi’ dengan khawatir.

......

Jatuh dalam kegelapan, aku banyak bermimpi hal buruk. Didalam mimpi itu ada suara tangis Ibuku, sedangkan aku terus dikejar orang. Entah siapa orang itu yang mengejarku, aku hanya tahu bagaimanapun aku berlari, aku tidak dapat kabur darinya. Aku hampir tergila karena rasa dikejar ini, hingga terakhir aku berteriak kencang dengan penuh kemarahan, tubuhku seketika bangun karena terkejut, lalu aku mendengar seseorang yang sedang menelpon di dekat jendela.“Kamu tenang saja, Kakak Ipar.”

Lalu orang itu berbalik badan. Ia terkejut melihatku. Aku juga terkejut, karena orang ini bukanlah orang lain, melainkan Pamanku. Pamanku sedang menghubungi Kakak Iparnya? Jangan-jangan orang itu adalah Ayahku? Pikiran janggal itu terlintas di otakku sekilas, lalu tidak disetujui olehku. Keluarga besar mereka begitu banyak orang, bukankah ia memiliki Kakak Ipar itu adalah hal normal. Sedangkan Ayahku, meskipun aku ingin ia hidup, tapi ia sudah tiada di dunia ini.

Pamanku memutuskan panggilan dan berjalan ke hadapanku. Ia bertanya, “Kamu sudah sadar?”

Aku mengangguk kepalaku. Ia bertanya lagi, “Apakah kamu sudah merasa baikan?”

“Sudah baikan.” balasku. Hatiku merasa tidak nyaman kepada perhatiannya kepadaku, karena dari dalam hatiku sudah menolak Keluarga Wei.

Mengingat masalah sebelum aku jatuh pingsan, aku bertanya kepadanya. “Kamu bilang ada orang yang mempergunakan Ibuku, sebenarnya apa yang terjadi?”

Pamanku tidak membalas, melainkan memeluk kedua tangannya dan tertawa memandangku. Aku tidak mengerti apa yang ia ingin lakukan. Ia mengatakan, “Mau aku memberitahumu? Boleh kok. Kamu harus memanggilku ‘Paman’, lalu aku akan memberitahumu.”

Aku tak sangka kalau Pamanku bisa mengeluarkan permintaan seperti ini. Aku selalu merasa dirinya adalah orang yang cuek dan sekarang aku baru menyadari bahwa ia adalah orang yang usil. Entah mengapa dirinya tidak membuatku begitu membencinya.

”Paman.” Aku mengatakan kata itu dengan susah, hatiku merasakan sesuatu yang berbeda. Dulu aku selalu merasa bahwa diriku hanyalah yatim piatu. Sekarang aku tidak hanya memiliki Ibu, tapi aku juga memiliki Paman dan Kakek. Walaupun hubunganku dengan mereka tidak begitu dekat, tetapi teringat diriku tidak sendirian di dunia ini, aku merasa diriku memiliki seseorang yang bisa diandalkan.

Seketika Pamanku memasang wajah penuh kepuasan dan juga terlihat sedikit kelicikannya.

Ia berkata dengan nada sindir. “Andaikan kamu begitu menurut dari dulu.”

Aku melototonya dan berkata, “Aku sudah memanggilmu. Bukankah kamu harusnya menepati janjiku dan memberitahu apa yang terjadi pada Ibuku?”

Pamanku menyimpan ekspresinya dan mengerutkan dahinya. Ia memasang lagi wajah serius saat bertemu denganku. Ia berkata, “Ibumu tidak terjadi apapun, ia baik-baik saja. Selain kebebasan hidupnya dibatasi, ia masih dihormati orang-orang, masih menjadi Ilmuwan Wei yang disukai atasan. Hanya saja ia terlalu bodoh. Demi anaknya, ia dengan bodohnya mengikuti pertarungan kekuasaan yang kotor itu.”

Mendengar ini, hatiku mencelos.

Aku menyuruh Pamanku untuk bercerita dengan jelas. Apakah ‘Alwi’ palsu yang mengancam Ibuku untuk melakukan hal-hal yang berbahaya?

Aku merasa ikut serta dalam pertarungan kekuasaan itu merupakan hal yang sangat buruk, kemungkinan besar bisa mencabut nyawa seseorang. Sedangkan sifat Ibuku itu sangat tenang dan lembut, ia juga sangat sabar. Saat Ayahku mati dengan menanggung beban ketidakadilan, bahkan Ibuku bisa bersabar dan menerimanya untuk menunggu suatu hari nama baik Ayahku kembali. Kupikir ia tidak mungkin berinisiatif ingin mengikuti pertarungan ini. Itu bukanlah hal-hal yang ia inginkan. Lagipula bukankah kebebasan hidupnya juga dibatasi? Bagaimana mungkin ia berhak mengurus masalah itu?

Pamanku menghela nafas dan berkata, “Sebelum aku menceritakannya, aku akan memberitahu latar belakang Ibumu terlebih dahulu.”

Aku terdiam sesaat. Firasatku mengatakan diriku akan mengetahui Ibuku yang berbeda. Aku mengangguk dan nada berbicaraku menjadi lebih hormat kepadanya. “Silahkan Anda mengatakannya.”

Pamaku terdiam sesaat, seperti sedang menyusun kata-katanya. Ia pelan-pelan berkata, “Ibumu adalah Nona Besar Keluarga Wei kita, karena kepintarannya, ia menjadi kesukaan Kakekmu. Demi Ibumu, Kakekmu merubah peraturan anak laki-laki sebagai penerima warisan itu. Kakekmu hanya ingin memberikan seluruh Keluarga Wei untuk Ibumu. Dan karena alasan itu juga, ia sudah bersiap-siap untuk melatih kemampuan Ibumu di berbagai bidang. Yang terpenting itu adalah kemampuan sosialnya. Sedangkan Ibumu dengan kecantikannya juara pertama di Beijing, ditambah sifatnya terbuka dan keahliannya yang hebat, ia memiliki koneksi yang luas.”

Aku tak sangka Ibuku pernah menjadi sosialis yang cantik di Beijing. Teringat Ibuku yang elegan, kupikir bagaimana Ibuku melebihi yang lain. Pamanku bilang Ibuku sangat terbuka, tapi aku hanya melihat ketenangan dan kedamaian pada dirinya yang sudah melalui banyak hal. Kupikir waktu lah yang menghilangkan sifatnya yang terbuka. Tapi entah apapun dirinya, ia masih saja begitu bersinar.

Aku membiarkan Pamanku lanjut bercerita. Ia seperti tenggelam dalam ingatannya, hingga aku mempercepatnya, ia baru tersadar. Ia lanjut bercerita, “Dan pastinya koneksi ini akan pelan-pelan hilang setelah Ibumu menikah, Ibumu diturunkan dari posisi penerima warisan hingga Ayahmu terjadi masalah. Tapi ada beberapa orang yang tidak akan meninggalkanmu setelah kamu kehilangan kekuasaan. Mereka lah teman sejatimu, sahabatmu. Ibumu sangat beruntung, ia memiliki tiga sahabat dan mereka semua adalah tokoh besar.”

“Karena sahabat, mereka selalu menghargai pilihan Ibumu. Ibumu lebih memilih kebebasan hidupnya dibatasi, ia juga tidak ingin melibatkan teman-temannya, apalagi Kakekmu dan kita. Kita semua hanya bisa menghargai keputusannya, lalu terus memperkuat diri, demi menunggu ia berinisiatif untuk meminta bantuan dari kita. Tapi siapapun tidak sangka, setelah kita menunggu kedatangan hari itu, akhirnya hari itu tidak berakhir baik seperti yang kita pikirkan.”

Tiba sini, Pamanku mengerutkan dahinya dan berkata, “’Alwi’ palsu menggunakan koneksi Ibumu dan membuat dirinya memasukki pusat kekuasaan Keluarga Wei. Tidak hanya itu, ia juga mempergunakan koneksi Ibumu untuk menyerang Mark. Kamu juga tidak akan sangka bahwa apa yang kamu lalui hingga hari ini dikarenakan Ibumu menggunakan koneksi temannya yang berada di militer untuk memalsukan bukti kamu mengkhianati tim, agar atasan memberikan perintah untuk membunuhmu.”

Mendengar ini, tubuhku merinding. Aku bertanya dengan tidak percaya, “Maksudmu, semuanya yang kulalui itu dikarenakan Ibuku?”

Pamanku mengangguk dan berkata, “Tapi kamu jangan menyalahkannya, karena ia juga dipergunakan.”

Aku tidak membalasnya, tetapi hatiku merasa sesak. Teringat Ibuku dan ‘Alwi’ palsu sialan itu, hatiku tidak dapat menahan untuk membenci. Aku tahu kalau bukan ‘Alwi’ palsu yang memaksanya, Ibu tidak akan melakukannya, karena ia adalah orang yang tulus. Ia sudah menerima banyak ketidakadilan dan tekanan, tapi ia sama sekali tidak pernah membalas dendam. Selain melatih orang demi melindungi diriku di Nanjin, ia sama sekali tidak pernah melawan atasannya.

Aku coba tanya orang yang sepertinya, bagaimana mungkin melakukan hal seperti itu demi nafsu keinginannya sendiri?

Pamanku berkata, “Aku tahu kamu sekarang sangat marah, tapi kamu jangan menyalahkan Ibumu. Ibumu adalah orang yang baik dan tulus, tapi ia memiliki kekurangan yang mematikan, yaitu kamu. Karena ia merasa bersalah kepadamu dan juga karena kehilangan Ayahmu, ia menganggapmu sebagai kelanjutan kehidupan Ayahmu, jadi ia mementingkan dirimu dan berusaha memuaskan seluruh keinginanmu, sehingga terjadilah akibat yang seperti ini. Jujur ia rela membuang prinsipnya demi adikmu, tapi hanya karena ia menganggap adikmu sebagai dirimu, karena ia terlalu mencintaimu dan ingin memperbaikinya.”

Aku berkata, “Paman, aku sama sekali tidak menyalahkan Ibu. Aku tahu Ibuku sangat mencintaiku. Aku hanya sedang kesal terhadapa diriu sendiri, mengapa tidak membunuh ‘adikku’ itu.”

Pamanku mengerutkan dahi dan berkata, “Meskipun ia sangat buruk, tapi ia...”

“Tapi ia juga saudaraku, bukan?” Aku memotong pembicaraan Pamanku. “Oleh karena itu juga, jadi aku makin ingin membunuhnya, karena entah Ibu tahu walaupun ia bukanlah diriku, Ibu akan tetap membantunya, karena ia juga anak Ibu. Lagipula kamu jangan lupa ia lah yang dicekik saat Ibu sedang menanggung beban yang sulit, jadi Ibuku makin merasa bersalah kepadanya. Jujur kalau ia masih hidup, ia akan berusaha untuk membuat Ibu menolongnya. Bagaimana menurutmu?”

Pamanku menghela nafas. Aku tahu ucapanku mengenai hatinya. Aku tersenyum tidak berdaya dan berkata, “Demi dirinya tidak lanjut mempergunakan Ibuku, hanya satu cara, yaitu membunuhnya.”

”Apakah kamu tidak pernah berpikir untuk menasehatinya?” tanya Pamanku dengan curiga. Mungkin di matanya, aku memang terlalu cuek kepada adikku.

Aku menggelengkan kepalaku dan berkata,“Tidak. Aku tidak pernah berpikir seperti itu, karena ia adalah orang yang sama sekali tidak tertolong, tiada cara lain. Ia sendiri yang memilih untuk memburuk, jangan salahkan aku tidak peduli hubungan ini.”

Aku tahu ‘Alwi’ palsu juga sudah melalui banyak kesulitan seperti diriku, atau mungkin bisa dikatakan ia melalui lebih banyak kesulitan dari dirku, jadi ia menjadi seperti ini, bisa dikatakan juga karena dirinya tertekan, karena dirinya terpaksa oleh kehidupan. Itu adalah pilihannya, aku tidak akan mengeluarkan pendapat apapun dan juga tidak akan berkata bahwa aku menjadi dirinya, aku bisa menjadi orang‘baik’. Tapi setidaknya aku memiliki hak untuk memutuskan bertindak kepada dirinya.

Kita berdua sudah ditakdirkan untuk saling menyakiti, sedangkan aku berharap aku menjadi pihak pemenang yang menyakitinya.

Novel Terkait

Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Dan Rahasia

Cinta Dan Rahasia

Jesslyn
Kesayangan
5 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
3 tahun yang lalu