Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 323 Terlalu Logis, Cinta Macam Apa

“Terima kasih telah mencintaiku.”

Aku memandang Jessi, dan mengucapkan kata-kata ini dengan penuh kasih, dia tersenyum lembut dan berkata : “Semangat.”

Aku mengangguk dan memegang tangannya, lampu kuning yang tak terhitung menerangi kami, rumput-rumput bergoyang lembut mengikuti irama angin, dan sungai yang tidak terlihat ujungnya, semua ini tidak mampu menandingi kecantikannya.

Jessi, benar-benar memberikan hal yang baik untukku.

Bersama dengan wanita ini, aku selalu mendapatkan kejutan yang tidak ada habisnya, aku selalu merasa, hubungan diantara seorang pria dan wanita, aku adalah pria yang mencari keuntungan, aku selalu di lindungi dan di rawat olehnya, tapi pada saat-saat tertentu, dia selalu memberikan prioritas buat aku, misalnya, seperti waktu di militer, dia selalu menghargai aku, pada saat aku bilang dia adalah kekasihku, dia mengakuinya sambil tersenyum, walaupun setelah itu, dia dengan gampang membanting badanku, seperti pada saat Desta di permalukan, dia sebenarnya bisa menyelesaikannya sendiri, tapi dia tetap memberikan kesempatan itu padaku, dia ingin semua orang tahu, bahwa kekasihnya adalah seseorang yang hebat.

Harus aku akui, wanita ini bisa memberikan perlindungan dan martabat yang cukup, dia benar-benar sempurna tidak ada kekurangan sedikitpun, tidak ada alasan bagiku, untuk tidak mencintainya.

Pada saat ini Jessi berkata : “Sudah lapar kan? Ayo, kita pergi makan makanan yang enak.”

Aku mengangguk sambil tersenyum, pada saat ini supir sudah datang untuk menjemput kami, kami masuk ke dalam mobil, dan menuju ke restoran Bari-Uma ramen terdekat, kami pun pergi setelah selesai menyantap semangkuk ramen. Kami kembali ke hotel, karena Jessi menginap di hotel sebrang, jadi kami berpisah di depan pintu hotel.

Ketika aku kembali ke hotel, aku melihat seorang pria berpakaian setelan jas dengan sebuah koper berjalan ke arahku dan berkata : “Permisi, apakah dengan Tuan Alwi?”

Aku mengangguk, dia pun tersenyum dan berkata : “Haloo..haloo..aku adalah pemilik hotel ini, jadi begini, tadi Tuan chandra mengirim koper ini kesini, dia mengatakan tadi sore tidak sengaja melukai anda jadi ini sebagai ganti ruginya, berharap anda menerimanya.”

Setelah sampai disini, dia memberikan aku kopernya itu, matanya menatap wajahku begitu seksama.

Ketika aku check in, karena status aku masih ‘buron’, jadi aku menggunakan identitas palsu dari seseorang yang namanya sama dengan aku, karena pada saat itu aku berdiri di belakang Mondy dan lainnya, jadi staff tidak terlalu memperhatikan aku, tapi sekarang, 80 persen pemilik hotel ini mengetahui identitas aku.

Karena identitas buronan sudah di ketahui, aku menyapa pemilik itu dengan ramah, aku menerima koper itu dan berkata : “Terima kasih banyak.”

Pemilik hotel itu tersenyum dengan ramah dan berkata : “Iya, sudah seharusnya, saya tidak tahu apakah Tuan Alwi puas menginap di hotel kami? Apakah ada yang perlu kami tingkatkan? Anda bisa langsung memberitahu saya, saya pasti akan memberikan yang terbaik untuk anda.

Aku tersenyum dan berkata : “Tidak perlu, aku sangat puas menginap disini, kalau begitu sampai disini saja, aku mau permisi untuk istirahat dulu.”

“Oh..iya..iya.. silakan.”

Sampai disini, pemilik hotel pun mempersilakan aku lewat, aku akhirnya sampai di kamarku, setelah masuk aku pun langsung membuka koper itu, seketika, aku melihat seikat-ikat uang merah begitu menyilaukan mataku, walaupun aku sekarang sudah bebas dari kemiskinan, tapi tetap saja jika melihat setumpuk merah-merah begini, aku tidak bisa menahan rasa semangat ini.

Sembari aku menghitung aku berpikir, ini hanya kuku aku saja yang terluka, tapi aku sudah menerima begitu banyak uang, kalau tahu begitu, aku bakalan melukai sedikit lagi jariku, siapa tahu si Chandra akan membawakan uang yang lebih banyak.

Total uang ini, 1 ikat ini ada 20 juta, total ada 100 ikat, berarti jumlah uang keseluruhan ada 2 milliar. Gilaa.. seumur hidup aku, aku baru menyadari jariku begitu berharga.

Setelah selesai menghitung uang, aku segera menelpon Mondy dan memintanya untuk menyimpan 1,6 milliar, sisanya 400 juta di bagikan kepada saudara-saudara yang lain sebagai hadiah. Mondy menolaknya, tapi karena aku mendesaknya, akhirnya dia pun menerima uang itu.

Setelah Mondy pergi, aku melangkah ke balkon hotel, aku melihat kearah sebrang sana, tapi aku tidak melihat sosok Jessi, aku mengeluarkan handphone dan mengirim pesan untuknya, : “Kenapa tidak keluar? Atau jangan-jangan kamu sedang mengintip aku ya? Sayangku, kamu boleh melihat aku sesukamu, tidak apa-apa, aku tidak malu kok.”

Begitu cepat Jessi membalas pesanku : “Aku lagi beresin koperku.”

Aku : “Beresin koper?”

Setelah aku membaca pesan dari Jessi, hatiku terkejut, tapi juga aku sangat cemas dan juga kecewa, kemudian aku pun mengirim pesan lagi : “Kamu mau pergi lagi?”

Dengan cepat Jessi membalas pesanku : “Iya, aku mau pergi, aku sebenarnya Cuma di ijinkan waktu sehari ini saja untuk menemani kamu, waktu sehari ini sudah berakhir, jadi sudah waktunya aku untuk pergi.”

Maksudnya apa? Di ijinkan sehari menemani aku? Siapa yang mengijinkan? Tidak perlu menunggu balasan pesanku, Jessi tiba-tiba mengirimkan aku pesan lagi : “Aku berhasil menjalankan misiku di luar negeri, dan aku mendapatkan hadiah ini.”

Hadiah? Aku sedikit bingung, lalu mencoba untuk mengerti dan membalasnya : “Jadi hadiah kamu, menemani aku sehari ini? Kamu yang mengajukannya sendiri, benarkah?”

Jessi membuat ekspresi yang sangat imut dan berkata : “Iya, pacaran begitu sulit, weiii.. kamu kalau tidak semangat, mungkin akan butuh waktu yang lama untuk bisa bertemu dengan aku lagi.”

Meskipun dengan nada bercanda, tapi aku merasakan kesedihan dan kekesalan di dalam hatiku, aku tidak mengerti, kenapa orang-orang di atas begitu mengawasi aku, bahkan dengan orang yang aku cintai, dan juga orang yang mencintai aku, jika memang benar ayahku seorang pengkhianat, haruskah aku diawasi seumur hidupku? Sama seperti ibuku, apa karena urusan ayahku, dia ‘diawasi’ seumur hidup? Bahkan untuk ketemu anaknya saja tidak di ijinkan?

Setiap kali aku memikirkan hal ini, aku sangat benci, sangat marah, ayahku, dia sering membuat prestasi militer yang luar biasa untuk yayasan Huaxia, semacam festival yang sangat bergengsi. Hanya karena pendahulunya tidak jelas, ketika dia dianiaya, semua seniornya berpikir bahwa dia benar-benar melakukan pengkhianatan, bahkan tidak ada kesempatan untuk membantu dia memperbaiki kesalahpahaman ini.

Dan ibuku, dalam hidupnya dia telah banyak berdedikasi kepada yayasan Huaxia, tapi dia tidak memiliki kebebasan, bahkan dia tidak berani untuk mengakui anaknya sendiri.

Sekarang, aku pun begitu, bahkan untuk menemui kekasihku saja harus dengan darah dan keringat untuk menukarkan kesempatan ini.

Atas dasar apa? Kenapa? Apa karena ayahku seorang ‘pengkhianat’? apa karena aku anaknya? Haruskah anak dari seorang pidana pantas menerima diskriminasi dan perlakuan tidak adil ini sepanjang hidupnya?

Di saat ini, Jessi mengirimkan aku sebuah pesan, menanyakan aku : “Marah?”

Aku : “Tidak.”

Jessi membalas dengan emoji tersenyum, berkata : “Aku tahu kamu marah, tapi Alwi, di dunia ini terlalu banyak hal yang tidak adil, kamu tidak bisa merubahnya, dan hanya bisa menerimanya. Tapi kamu tenang saja, aku akan bersamamu, bekerja keras untuk mengubah ketidakadilan ini.”

Melihat pesan ini, hatiku begitu hangat, dan yang aku butuhkan hanyalah seorang wanita yang tangguh yang bisa menghadapi ini semua. Dan yang membuat aku merasa sangat beruntung adalah, aku bertemu dengan dua wanita ini, baik Jessi maupun Aiko, aku percaya mereka bisa menemani aku melalui ini hingga akhir, semua tujuan hanya untuk kebaikan aku.

Tapi dia sangat menyedihkan….

Tiba-tiba terlintas senyum wajah Felicia, dengan ragu aku mengirim pesan kepada Jessi, dan berkata : “Jessi, ada kamu di sisiku, aku pun tidak takut bahkan langit runtuh sekalipun. Tapi ada satu hal yang ingin aku sampaikan kepadamu, yaitu dua lampu kecil itu…..”

Dua lampu kecil itu aku belikan untuk Felicia, lebih tepatnya, satu untuk dia, dan satunya lagi untukku, karena bentuk wajah kucing dari lampu itu seperti senyumnya Felicia, jadi aku ingin membeli dua unit, aku juga tidak mempunyai alasan lagi, yang aku pikirkan hanyalah ketika Felicia melihat ini dia pasti sangat suka. Selain itu….

Aku menyentuh kalung yang ada di leherku, dan berpikir bahwa kalung ini harus di kembalikan kepadanya, apalagi ini adalah hadiah berharga dari ayahnya untuknya.

Ketika aku sedang berpikir, handphone aku berdering, dan aku baru menyadarinya, masih memikirkan hal yang tadi, pesan yang tadinya belum selesai aku ketik sudah terkirim, dengan gugup aku membuka pesan itu, aku membacanya : “Aku mengerti, aku akan mengembalikan lampu itu, dan lampu yang satunya lagi akan aku bawa ke Beijing, dan memberikan padanya.”

Aku terkejut, aku benar-benar tidak menyangka dia bisa menebak apa yang ingin aku katakan, aku membalasnya : “Bagaimana kamu tahu tujuan aku membeli dua lampu itu?”

Jessi membalas aku dua kata saja : “Dari mata.”

Mata? Aku baru berpikir kembali waktu aku melihat lampu kecil itu, Jessi ternyata ada di dekatku, dan ketika aku melihat ke belakang, ada senyum halus di wajahnya, ternyata dari awal dia sudah mengetahui tujuan aku membeli lampu kecil itu, lucunya aku tidak menyadarinya, dan aku masih khawatir dia akan berpikir bahwa satu lampu itu untuknya, sebenarnya aku sudah berhati-hati tapi tetap tidak bisa menyembunyikan darinya.

Aku menyalakan sebatang rokok, aku melihat kearah kamar Jessi, hatiku benar-benar tidak tenang.

Banyak hal yang membuat aku menyukai Jessi, tapi ada satu yang paling aku suka dari dia, bukan karena dia bisa melakukan segala hal demi aku, tapi dia tidak akan bisa menerima aku memilih beberapa wanita pada waktu yang bersamaan, namun dia akan bersikap baik dengan para pesaingnya, kalau tidak, dengan kemampuan dan kekuatan yang di milikinya, Felicia dan Aiko dari awal sudah di singkirkannya dari aku, dan itu tidak akan membuat aku menjadi aku yang sekarang ini.

Tapi Jessi tidak berbuat demikian, dan dari dia juga aku belajar, yaitu cinta itu sangat indah.

Begitu cepat, Jessi memintaku untuk turun menunggunya di bawah, segera aku mematikan rokokku dan turun ke bawah, sampai di pintu hotel, tidak lama kemudian Jessi sudah datang, dia membawakan satu lampu itu dan berkata : “Aku sudah mau pergi.”

Aku melepaskan kalung yang ada di leherku dan menyerahkan padanya, dia memegang erat kalung itu, dan aku berkata : “Maaf sudah merepotkan kamu, dan juga jangan mengungkit soal aku dengannya, sepatah kata pun jangan, karena dia sudah melupakan aku, jadi anggap saja kami berdua tidak saling kenal.”

Jessi menganggukkan kepalanya, aku mencium keningnya, berkata dengan lembut : “Jessi, aku tidak akan membiarkan kamu menunggu lebih lama lagi, aku berharap di lain waktu, yang kamu tinggalkan untukku bukanlah sekedar bayangan lagi.”

Jessi tersenyum dan berkata : “Akan ada waktunya.”

Aku berkata dengan lembut : “Akan ada waktunya?”

Tidak lama kemudian, sebuah mobil melaju dari jauh, dan kemudian puluhan peluru menembak kearah kami, aku berteriak : “Hati-hati!”

Aku hendak mendorong Jessi, tetapi dia berdiri di depanku dan memelukku, kami pun terjatuh ke lantai, seketika aku melihat darah mengalir dari bahunya, pada saat ini juga, hatiku ikut terluka, amarahku sudah tidak bisa di bendung lagi.

Aku mengamuk melihat mobil itu semakin menjauh, aku menggertakkan gigiku dan berkata : “Cari mati!”

Ketika aku bangun dan ingin mengejar mobil itu, sebuah mobil militer sudah dalam pengejaran, dengan cepat mobil itu di tepikan di pinggir jalan dekat tumpukan sampah, dengan segera, pengawal keluar dan menembaki mobil itu, sementara itu dari mobil turun seorang pria dan dan dua wanita, dengan waktu yang bersamaan mobil itu pun terbakar.

Aku mengenali pria yang turun dari mobil itu, dia adalah Dave. Ternyata Dave juga pengawalnya Jessi, tetapi aku tidak pernah bertemu dengannya, jadi tidak terlalu kenal.

Melihat Jessi terluka, aku gugup dan bertanya : “Jessi, gimana keadaanmu?”

Sambil berkata aku memeluk Jessi, dia tersenyum dan berkata : “Luka kecil saja, bukan masalah besar.”

“Bagaimana tidak masalah?” aku sedikit marah, selesai berbicara hatiku terasa sakit dan juga ingin menangis, berkata : “Bodoh, kamu tidak seharusnya melakukan ini, aku bisa menghindar.”

Jessi tersenyum menawan, dia memegang leherku dan berkata : “Tapi aku takut kamu tidak dapat menghindar, mencintai seseorang, bukankah meskipun sudah tahu dia tidak akan terluka, tapi masih saja mengkhawatirkannya? Terlalu logis, cinta macam apa?

Novel Terkait

Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu