Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 689 Permintaan yang Banyak

Suasana hati Kenzie seketika membaik setelah mendengar aku setuju untuk membahas kerja sama kita, bahkan matanya mengeluarkan tatapan yang berbeda. Ia dengan senang berkata, “Baik. Ayo, aku sudah memesan sebuah ruangan diAisyah club.”

Aisyah club? Kebetulan sekali, disana sudah menjadi tempat Widya, tapi hampir semua bawahanku yang menjadi yang terhebat disini, bahkan orangku juga yang menjadi pengawal. Sekarang Widya hanya memiliki nama Ketua Direktur.

Apakah Kenzie sengaja mengundangku atau tidak? Aku melirik kearah Kenzie, ia sedang senang menggosok tangannnya dan berkata dengan licik, “Tuan Alwi, kemarin aku sudah kesana. Pelayan-pelayan disana sangat cantik dan juga ada pertunjukkan opera dengan pakaian jaman dulu. Pertunjukkan sangat seru.”

Aku mengerti maksudnya dan tertawa berkata, “Benarkah? Kalau begitu, malam ini...”

Tanpa menunggu aku selesai bercerita, Kenzie menggunakan nada mesum berkata, “Malam ini aku akan membuat Tuan Alwi kembali dengan puas.”

Aku tertawa dan berkata, “Permintaanku banyak loh.”

“Tak apa-apa, sebesar apapun permintaanmu, aku akan memuaskanmu.” Kenzie terlihat menyalahpahamkan maksudku dan tersenyum dengan mesum.

Seketika wajah Wita memerah dan memandangku kecewa, sambil menggelengkan kepalanya. Tatapan matanya begitu jijik terhadapaku. Aku melirik kearahnya dan berkata, “Sekretaris Wang, kalau kita membahas pekerjaan, pasti membutuhkanmu. Kamu bersiaplah dan pergi bersama kita.”

Wita mengerutkan dahinya setelah mendengar ucapan ini. Ia kelihatan ingin menolak, tapi jiwa bekerja membuat ia kembali mengangguk. Ia berkata, “Aku mengerti.”

Setelah itu, ia kembali ke kantornya. Memandang kepergiannya, aku menjadi penasaran, bahwa Mawar merawat Sekretaris itu dengan baik, entah bagaimana mereka membahas pekerjaan sebelumnya.

Tapi aku menyadarinya dengan cepat, karena saat Wita keluar dari kantor, ia tidak hanya membawa tas kerja, ia juga membawa seorang wanita bersamanya.

Wanita itu kira-kira seratus tujuh puluh sentimeter lebih. Kulitnya putih dan rambut pirangnya tergerai bagai air terjun. Gaun merah yang terbalut di tubuhnya begitu bersinar dan antusias. Kaki jenjangnya yang putih dan dadanya yang berisi. Ia berusaha untuk mempertunjukkan tubuhnya. Bahkan mataku langsung bersinar saat diriku sudah sering bertemu dengan wanita cantik.

Wanita itu berjalan mendekatiku dan mengedipkan matanya. Ia berkata dengan genit, “Halo, Ketua Direktur. Namaku Molly Xu. Aku adalah Manajer Humas perusahaan kita.”

Aku berkata, “Halo.”

Kurasa wanita ini tidak seharunsya dipanggil Molly dan dipanggil Rose. Ia begitu menggoda dan memiliki aura yang seksi, bukankah ia seperti bunga mawar?

Molly saat ini tersenyum kearah Kenzie. Senyuman itu mengandung beberapa godaan dan kegenitan. Ia berkata, “Halo, Direktur Liu. Sangat senang bertemu dengan Anda.”

Kenzie sudah terpesona sejak kemunculan Molly. Tatapan matanya menjadi semangat saat mendengar Molly memanggilnya dengan nada yang menggoda. Ia segera mengelap mulutnya dan berkata, “Halo, Nona Molly. Aku juga senang bertemu dengan Anda.”

Aku bertanya kepada Wita, “Mengapa aku tidak melihat wanita ini sebelumnya?”

Wita berbisik, “Ia ganti pekerjaan, baru saja kembali. Ia adalah ‘alat negosiasi’ perusahaan kita.”

Alat negosiasi? Aku baru pertama kali mendengar kata-kata itu.

Wita melirik kearah Molly sekilas. Ia lanjut bercerita setelah melihat Molly dan Kenzie sedang berbincang ria. “Negosiasi dengan minum-minum, pasti akan terjadi sesuatu, seperti disentuh atau dipaksa minum. Molly ini adalah orang yang ahli mengurus hal-hal seperti itu. Biasanya setelah masalahnya selesai, ia bisa mendapatkan bayaran yang cukup banyak.”

Wajah Wita makin memerah saat ia sedang berbicara. Aku tahu ia sudah berusaha untuk tidak menyingkap semuanya. Kurasa Molly ini bukan hanya Humas biasa. Selain menemani minum, kurasa pasti juga ada beberapa saat tidur bersama pelanggan atau yang lainnya, hanya saja Wita tahu malu, jadi tidak berani langsung mengatakannya.

Masalah seperti ini, bagaimana cara mengungkapnya. Ini semua adalah kemauan sendiri. Perusahaan dan Molly masing-masing membutuhkan sesuatu. Jadi sama sekali tidak apa-apa.

Aku berkata, “Aku sudah mengerti.”

Saat ini, aku dapat melihat Molly sedang menggandeng tangan Kenzie. Kupikir cepat sekali proses mereka. Meskipun aku merasa untuk melawan Kenzie tidak memerlukan Humas, tapi jika Molly itu adalah Manajer Humas perusahaan kita, maka aku harus menggunakan kesempatan ini untuk mengetahui kemampuannya.

Dengan seperti ini, kita semua tiba diAisyah club. Berdiri didepan Club ini, semua kenangan pelan-pelan muncul. Siapa yang pernah terpikir bahwa tokoh kecil seperti diriku, bisa muncul disini dengan status ini? Sedangkan pemilik Club ini, dari Claura menjadi diriku, lalu dariku menjadi Widya. Takdir itu sering berubah, benar-benar lucu sekali.

Aku tidak bergerak, begitupula dengan yang lain tidak berani memasukki Club.

Saat aku selesai berpikir dan bersiap untuk masuk, tiba-tiba pintu terbuka. Sebuah aroma yang berat menerpa kearah, lalu aku terdengar suara yang lembut. “Aduh, akhirnya beberapa tamuku datang.”

Suara itu sangat dikenal, sehingga membuatku semangat.

Aku memandang kearah pemilik suara itu dan hanya menemuka seorang wanita berdiri disana. Wanita itu memiliki gaya rambut seperti Marilyn Monroe, riasan wajah yang tebal dengan gaun hitam ketat yang menunjukkan garis tubuhnya yang sempurna. Jari-jari lentiknya terselip sebatang rokok, sambil membuang asap rokok, sehingga membuat dirinya terlihat cantik. Ia tidak semuda Molly, tetapi karena kedewasaannya ditambah kegenitan dari tubuhnya, benar-benar membuat orang terkagum.

Wajah wanita itu memasang raut wajah terkejut saat melihatku, lalu ia tersenyum. Senyuman mengandung sesuatu yang tidak bisa dikatakan. Bagaimana kuucapkan? Seperti mengeluh dan rasa senang bertemu dengan teman lama.

Benar, ‘teman lama’. Aku kenal dengannya, cukup panjang ceritaku dengannya. Ia adalah Bibi Reza, pemegang bisnis Bar Benz bagian atas.

Bertahun-tahun tidak bertemu, Bibi Reza masih saja begitu berkharisma.

Meskipun ia pernah melakukan sesuatu yang licik kepadaku, sehingga nyawaku hilang, tapi akhirnya ia juga pernah membantuku dan menolong nyawaku. Kalau seperti ini, kita tidak saling berhutang.

Aku tersenyum kearah Bibi Reza dan berkata, “Bertahun-tahun tidak bertemu, apakah Bibi masih mengenal wajahku?”

Bibi Reza menghisap rokoknya dan pelan-pelan membuang asapnya. Ia berkata, “Wajahmu berubah. Seharusnya tokoh kecil sepertiku tidak berhak bertemu denganmu, tapi siapa yang menyuruhmu begitu terkenal. Kalau aku bilang aku tidak mengenalmu, kurasa kamu juga tidak percaya.”

Kenzie dengan penasaran bertanya, “Kak Reza, kalian berdua kenal?”

Bibi Reza menggoyangkan pinggulnya ke hadapanku, lalu meniupkan asap rokok ke wajahku. Ia tertawa dan mengatakan, “Kita berdua tidak hanya kenal, mengingat saat itu, ia juga pernah menyentuh pantatku.”

Semua orang ditempat tercengang mendengar ucapannya, begitupula denganku yang merasa canggung. Bibi Reza tertawa, ia berkata sambil memandangku, “Adik kecil, kamu begitu terkenal sekarang, tapi masih saja mudah merona. Mengingat telingamu yang memerah saat kamu mengintip dada Bibi, sangat malu. Beberapa tahun berlalu, seharusnya kamu sudah pernah bertemu dengan banyak wanita. Mengapa masih mudah malu?”

Aku melirik semua orang sekilas. Aku menemukan semua orang sedang memandangku genit. Aku menjauhkan tangan Bibi Reza yang berada di bahuku, lalu berkata. “Sudah begitu lama tidak bertemu, Bibi Reza masih saja suka menggoda orang. Aku kira kamu akan takut bertemu denganku.”

Bibi Reza tertawa dan berkata, “Aku pasti takut denganmu, tapi dari tatapanmu kepadaku, aku tidak merasa satupun niat jahat. Aku tahu selama ini kamu tidak pernah berubah, tidak suka inisiatif untuk melukai orang lain dan juga tidak juga melukaiku demi kejadian masa lalu. Kalau begitu, mengapa aku harus takut?”

Hatiku agak terkejut. Aku tak sangka ternyata aku adalah seseorang yang seperti itu di matanya, sehingga itu membuatku tertawa. Aku berkata, “Bibi Reza memang berbeda dengan yang lain, tapi hari ini aku menjadi tamu, apakah Bibi Reza masih ingin berdiri disini untuk berbincang?”

Bibi Reza menepuk tangannya setelah mendengar kata-kataku. “Aduh ingatanku ini. Ayo masuk, Tuan Alwi.”

Aku tertawa memasukkiAisyah club. Sini sudah berbeda jauh dengan beberapa tahun yang lalu, menjadi semakin mewah. Sejalan ini aku bertemu dengan banyak gadis yang memakai gaun gaya tiongkok membawa nampan menuju ke sebuah kedai teh yang tidak jauh sana. Diatas nampan ada sebuah piring yang cantik dan terisi penuh dengan jenis-jenis makanan.

Bibi Reza memperkenalkan kepadaku.Aisyah club kali ini sudah terbagi menjadi tiga halaman. Setiap halaman memiliki temanya. Tema halaman dimana kita berada dipanggil ‘Good Old Days of China’, dimana penuh dengan para gadis masa republik, katanya di kedai teh sana terdapat pertunjukkan gaun gaya tiongkok. Jalan semakin jauh, kita tiba di halaman selanjutnya. Halaman ini dipanggil ‘The Flowers of War’, terdapat dua belas wanita cantik yang bertanggung jawab untuk menyanyi, melukis dengan pakaian tradisional Han. Pelayan didalam juga didandan seperti pembantu tradisional. Sedangkan untuk halaman yang lain, merupakan halaman yang lebih modern dengan panggilan ‘Misty Rain of Jiangnan’.

Ketiga jenis halaman ini menyambut kedatangan berbagai permintaan para pria, ditambah rasa makanan sini sangat enak dan juga menggunakan sistem anggota, sehingga membuat orang yang datang merasa statusnya meningkat dan lebih tinggi dari yang lain, jadi bisnis sangat baik. Disini juga mengembangkan hotel, bisa ditinggal orang, jadi juga ada banyak pelanggan luar negeri yang menyukai sini.

Dengan kata lain, sebenarnya tempat ini hampir sama dengan tempat prostitusi jaman dulu, hanya tidak langsung diucapkan.

Bibi Reza membawaku datang ke kedai teh. Di lantai satu ada seorang wanita yang sedang memainkan sebuah alat musik bernama Pipa, entah postur tubuh maupun wajahnya begitu cantik. Beberapa pria paruh baya duduk dibawah, sambil berbincang sambil mengintip kaki jenjang wanita itu, terlihat mereka sangat santai.

Bibi Reza membawaku ke lantai dua. Ia bilang, sejak ia membantuku, ia segera bersembunyi, lalu entah bagaimana Widya menemukannya, akhirnya menyuruhnya untuk mengurus Club ini. Ia juga menerimanya.

Aku berpikir Widya hebat juga dalam mencari orang. Bibi Reza memang merupakan pengurus yang hebat, apalagi tempat yang seperti ini.

Bibi Reza bilang, “Benar. Kudengar kamu dan Direktur Yang bertengkar dan sudah bermusuhan. Ia menghubungiku, bilang ia tidak akan kembali ke Nanjin untuk sementara. Coba kamu beritahu bagaimana kamu mengatasinya?”

Mengungkit Widya, kita memang sudah lama tidak berkontak dan juga tidak tahu bagaimana kehidupan wanita itu di Tianjin. Meskipun sering terdengar berita kehidupannya yang baik, tapi aku masih sedikit khawatir.

Sepertinya sudah saatnya menghubunginya.

Aku berkata, “Sepertinya Bibi Reza sudah cukup mengenal taktikku. Apakah Bibi perlu bertanya?”

Bibi Reza mengangkat salah satu alisnya setelah mendengar ucapanku. Ia memutar bola matanya dan tertawa berkata, “Kalau begitu aku tidak bertanya lagi, bolehkah?”

Aku tahu ia juga tidak berharap aku akan memberitahunya. Ia hanya ingin menemukan sebuah jawaban, untuk mengetahui apakah aku benar-benar sudah mengatasi Widya dan sebesar apa kemampuanku.

Setelah Bibi Reza membawa kita ke ruangan, ia bertanya apakah membutuhkan orang untuk menemani. Aku baru saja bersiap untuk menolak, tiba-tiba Kenzie berkata, “Pasti, Kak Reza. Apakah kamu lupa? Aku sudah memberitahumu untuk menyisakan wanita tercantik untukku. Tuan Alwi juga bilang permintaannya banyak.”

Novel Terkait

Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
4 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
5 tahun yang lalu