Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 694 Perbedaan Pendapat, Apakah Keputusanku Salah?

Samuel bilang mereka datang. Aku juga menjadi gugup, tak sangka sekelompok orang itu mengetahui jadwalku.

Saat ini, Samuel bilang, “Tujuh orang telah tiba semua di tempat.”

Tujuh orang semua sudah datang? Aku melihat kearah beberapa mobil itu, sehingga aku merinding. Aku tak sangka ketujuh orang ini begitu teliti demi membunuhku. Betapa bahaya diriku di mata mereka? Atau mereka tahu ada orang yang melindungiku, jadi tidak berani bebas beraksi?

Sepertinya ketujuh orang ini benar-benar tidak berani malas demi menyelesaikan misi.

“Pembunuh yang hebat seperti mereka biasa lebih sombong dan percaya diri. Kalaupun mendapat misi yang sama, mereka juga jarang sekali beraksi bersama dan lebih suka beraksi sendiri. Tidak hanya untuk membuktikan dirinya bisa menyelesaikan misi sendiri dan yang terhebat, juga hanya karena pembunuh bayaran yang dibayar bersama, mereka memiliki prinsip, yaitu siapa yang membunuh tujuan terlebih dahulu, siapa yang bisa memperoleh komisi yang banyak. Oleh karena itu, membayar banyak pembunuh, ada baik dan buruknya. Buruknya hanya di orang-orang bertengkar demi uang.” Samuel sambil menyetir mobil, sambil menjelaskan cerita pembunuh.

Aku mengangguk dan tidak terkejut dengan masalah ini, tapi ini membuatku sadar bahwa ketujuh orang ini berbeda.

Samuel lanjut berkata, “Ketujuh pembunuh hebat ini mau bekerja sama, berarti mereka sudah yakin dan bisa menenangkan diri. Demi membunuhmu, bahkan mereka rela membagi komisi secara rata. Kak Alwi, ini bukanlah hal yang baik.”

Aku memandang kearah Samuel, merasa ia sedikit janggal. Meskipun apa yang ia katakan itu benar, tapi sesuai dengan sifatnya, ia seharusnya tidak memberitahu ini semua kepadaku, karena ia tidak ingin aku panik.

Aku bertanya, “Samuel, sebenarnya apa yang ingi kamu katakan?”

Didepan sana ada lampu lalu lintas, Samuel memberhentikan mobil. Ia mengerutkan dahinya dan berkata dengan raut wajah yang suram. Ia bilang, “Kak Alwi, orang itu juga tidak tahu kalau kita semua sudah merencanakan semuanya, jadi sekarang ada saat yang terbaik. Kalau melewati desa ini, tidak ada lagi kesempatan yang baik untuk menyerang mereka. Ketujuh orang ini tidak mudah diserang.”

Aku menyipitkan mataku dan berkata, “Kalau begitu, mari kita beraksi dan bahwa mobil ke tempat yang lebih sepi.”

Siapa tahu Samuel menggelengkan kepalanya dan menolak ideku. Ia bilang, “Kak Alwi, mereka bukanlah pembunuh biasa. Kalau kita tiba-tiba merubah jalur kita, mereka pasti akan mengetahui sesuatu. Saat itu, mungkin saja mereka tidak jadi beraksi dan menyerah untuk rencana pembunuhan, serta menunggu kesempatan selanjutnya. Kalau ketahuan oleh mereka, akan susah bagi kita untuk menyerang mereka.”

Setelah lampu merah berakhir, Samuel menginjak gas mobil. Aku melihat wajah seriusnya dari cermin. Aku menenangkan diriku dan bertanya, “Maksudmu kalian sudah memutuskan untuk beraksi di jalan ini?”

Samuel terdiam sesaat dan berkata, “Benar sekali.”

Aku memandang keluar mobil. Diluar mobil sana terdapat banyak pejalan kaki, ada yang naik motor, ada yang berjalan kaki, ada anak kecil dan orang tua...

Aku memandang kearah Samuel dan berkata dengan nada dingin, “Kamu sedang bercanda? Beraksi di tempat seperti ini, apakah kamu tahu harus mengorbankan berapa jiwa manusia?”

Meskipun aku tahu orang kita sangat teliti dan menghindari untuk melukai orang yang tidak berkenan, tapi musuh kita sangatlah jahat, mana mungkin peduli orang biasa seperti mereka? Apalagi kita berdua saling menyerang, mana mungkin peduli itu semua? Saat itu, bukankah jalan raya ini penuh dengan darah?

Aku seketika kesal mengingat itu semua. Meskipun waktu Samuel mengikutiku tidak begitu lama, tapi seharusnya ia mengethui sifatku. Bagaimana tidak mungkin? Aku pasti tidak menyetujui pendapat yang seperti ini.

Aku berkata, “Ikuti rencana yang kuperintah, tak apa-apa kalau gagal.”

Samuel berkata dengan kaku, “Tapi Kak Alwi, kita sudah mempersiapkan semuanya.”

Aku dengan kesal berkata, “Siapa yang menyuruhmu untuk beraksi? Siapa yang menyuruhmu untuk mempersiapkan semuanya? Kamu itu orangku, kamu harus mendengar perintahku, kalau tidak, kamu kembali saja ke tempat kamu berasal.”

Aku sungguh marah sekali. Mungkin di mata orang lain, pemimpin kekuatan bagian bawah tanah, harusnya menolong nyawanya tanpa mempedulikan yang lain, tapi aku tidak bisa meremehkan nyawa orang lain. Meskipun aku hidup sangat mewah, tapi selama aku terus memanjat, aku tidak pernah melupakan dulu aku pernah miskin. Diriku yang tidak memiliki apapun, paling berharap untuk hidup.

Hidup adalah kebahagian terbesar bagi orang biasa, jadi aku tidak akan mengambil nyawa seseorang begitu saja, apalagi orang biasa yang tidak berkaitan denganku.

Mengingat ini, aku memberhentikan Samuel yang ingin mengatakan sesuatu. “Tidak perlu berbicara lagi, Samuel. Kamu benar-benar membuatku kecewa.”

Di mataku, semua kelakuan baik ataupun buruk, aku tidak boleh karena tanganku penuh dengan darah, sehingga tidak memedulikan darah siapa yang ada ditanganku.

Entah Samuel mereka kecewa kepadaku, atau merasa aku terlalu peduli juga baik. Aku ada batasku sendiri, aku tidak bisa merelakan nyawa orang lain.

Samuel menghela nafas dalam dan berkata, “Tunggu sebentar, aku menghubungi atasan dulu.”

Dari nada bicaranya yang tidak berdaya, bisa diketahui bahwa hal ini bukanlah keputusannya. Kalau dipikir-pikir lagi, tokoh-tokoh hebat dari oraganisasinya juga tidak akan mendengar perintah Samuel.

Samuel membelokkan mobil sambil menghubungi atasan, sedangkan jalur ini menuju keluar dari Nanjin. Aku tahu setelah ia mengikuti perintahnya, tapi belum tentu bisa mendapat persetujuan dari mereka.

Dengan cepat sambungan telpon Samuel terhubung. Suara orang disebrang sana terdengar tidak senang dan bertanya, “Apa yang kamu lakukan, Samuel? Siapa yang menyuruhmu belok? Apakah kamu tahu ini mudah menarik perhatian mereka?”

Samuel berkata, “Aku tahu, tapi aku harus melakukannya, karena ini maksud dari Kak Alwi.”

“Apa?” Orang disebrang sana sedikit terkejut dan berkata, “Benar-benar bercanda. Apakah ia tidak menginginkan nyawanya? Ia kita orang itu mudah diserang? Kalaupun ada kita, juga belum tentu mudah untuk diselesaikan. Kita tidak boleh kehilangan kesempatan kali ini, apakah kamu mengerti?”

Aku merebut telepon Samuel dan berkata kepada mereka dengan tidak sopan, “Kalau demi menolongku, harus merelakan begitu banyak nyawa orang lain, aku memilih untuk ditolong kalian. Dan juga Samuel bilang kalian sangat hebat, kalau begitu kalian yang hebat menyerang ketujuh pembunuh itu, harus membutuh begitu banyak nyawa warga, maka kalian benar-benar ‘tidak berguna’.”

“Kak Alwi!” Samuel berteriak dengan panik. Sepertinya ia tidak puas dengan ucapanku dan juga khawatir, mungkin takut disebrang sana akan marah.

Orang disebrang sana memang marah juga. Ia bilang, “Apa yang kamu tahu, Dasar bocar?! Kalau kamu begitu hebat, kita juga tidak perlu membantumu lagi.”

Setelah itu, disebrang sana memutuskan panggilan.

Garang juga mereka.

Samuel panik dan berkata, “Kak Alwi, aku mengerti perasaanmu, tapi juga tidak boleh berbicara seperti itu kepada mereka. Lagipula mereka datang untuk membantumu.”

Aku memandang Samuel dengan penuh merasa bersalah. “Kalau aku tidak mengatakan itu, apakah mereka akan merubah rencana mereka?”

Samuel tercengang dulu, lalu menghela nafas dengan tak berdaya. Lagipula aku juga melihat beberapa mobil itu mulai menjaga jarak dengan kita, akhirnya berbalik mobil. Ketujuh pembunuh ini memang tidak biasa, tidak seperti pembunuh lain yang bersikap tidak menginginkan nyawanya dan juga tidak percaya diri. Tapi juga karena teliti, sehingga lebih mematikan.

Dan orang kita yang sedang bersembunyi juga tidak beraksi, hanya terdiam disana melihat kepergian mereka.

Setelah mereka pergi, Samuel baru membalikkan mobilnya menuju perusahaan. Pertengahan jalan, mobil kita dicegat oleh sebuah motor. Tiba-tiba Samuel menjadi panik. Ia memberhentikan mobilnya, sedangkan seorang lelaki dengan helm dan pakaian hitamnya turun dari motor. Tanpa banyak ucapan, ia langsung berjalan mendekat dan menendang keras pintu mobil. Seketika aku melihat pintu mobil mencekung.

Meskipun mobil ini tidak mahal, tapi aku masih merasa kasihan. Saat ini Samuel membuka pintu mobil dan turun dari mobil. Ia baru saja turun mobil, seketika kerah baju diangkat oleh lelaki berhelm itu. Ia bertanya, “Samuel, apakah kamu tahu akibat dari tidak mengikuti perintah?”

Suaranya...

Aku sedikit terkejut, karena orang itu adalah orang garang yang telepon denganku. Sekarang ia tidak hanya terlihat garang, ia juga terlihat gila.

Aku melihat raut wajah Samuel yang tidak enak. Ia berkata, “Maaf.”

Aku turun dari mobil dan berkata kepada orang itu, “Kamu itu tokoh hebat dari organisasi?”

Siapa tahu, orang itu tidak melirik kearahku dan langsung menampar wajah Samuel. Samuel sama sekali tidak bergerak, sehingga sudut bibirnya mengeluarkan darah. Aku sangat kesal dan maju berkata, “Mengapa kamu memukulnya?”

Orang itu langsung membalikan kepalanya. Tatapan matanya sangat garang sambil menatapku. Sedangkan diriku mematung di tempat, tiba-tiba hatiku merasa takut.

Bagaimana aku menjelaskannya? Saat aku ditatap orang ini, aku langsung merasa diriku seperti kambing yang tunggu dibunuh, terdakwa yang diikat dan menunggu kematiannya. Sedangkan ia adalah pemburu yang lincah, yang hebat, merupakan pembunuh yang sadis.

Orang ini benar-benar sangat kuat. Menakutkan sekali...

Aku sudah lama tidak bertemu dengan lelaki yang membuatku begitu takut.

Saat aku sedang memikirkan semua ini, ia sudah memberi sebuah pukulan lagi kepada Samuel dan juga menendang perutnya. Samuel yang begitu kuat, seperti anak ayam dihadapannya, tertendang begitu jauh. Sedangkan ia belum selesai melampiaskan dan lanjut berjalan mendekati Samuel.

Ketakutan hatiku tiba-tiba menghilang. Aku dengan kesal mendekati orang itu. Saat orang itu ingin mengayunkan sebuah pukulan kearah Samuel, aku menarik lengannya. Saat ini, hatiku mencelos lagi, karena seluruh otot tubuhnya terlalu keras dan kuat. Aku menarik pergelangan tangannya, seperti menarik sebatang besi, sama sekali tidak berguna.

Ia berbalik badan melihatku dan memandangku remeh. Ia bilang, “Apa? Kamu ingin membantunya?”

Aku dengan cuek berkata, “Ia bukan lagi orang organisasimu, kalaupun ia melakukan kesalahan, kamu tidak berhak untuk menghukumnya. Kamu jangan lupa Paman Kimi sudah memberikannya kepadaku, maka ia adalah orangku.”

Siapa tahu orang ini tertawa kencang setelah mendengar ucapanku. Tatapan matanya mengandung keremehan dan penyindiran. Sedangkan Samuel bangun dari tanah dan berkata, “Kak Alwi, kamu pergi dulu ke kantor. Sejalan ini ada orang kita yang melindungimu, ditambah mereka tidak akan beraksi dalam jangka waktu yang singkat, jadi kamu selamat untuk sementara.”

Aku sedikit terkejut, tak sangka Samuel begitu hormat kepada orang itu. Walaupun dirinya sudah dihajar seperti itu, ia juga tidak ingin aku bermohon untuknya, lagipula sepertinya ia ingin lanjut menerima pukulan lagi.

Aku menarik nafas dalam dan berkata, “Aku bilang, kamu adalah orangku, kalau kamu sudah mengikutiku. Aku tidak akan memperbolehkan orang lain untuk memukulmu.”

Samuel sepertinya sedikit kesal. Ia berkata, “Maaf, Kak Alwi. Aku memang mengikutimu, tapi aku selamanya ada anggota organisasi.”

Novel Terkait

Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
4 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
5 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
4 tahun yang lalu