Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 381 Apakah Kita Saling Kenal

Di dunia ini terdapat satu jenis orang, dia tidak melihat orang dengan menggunakan matanya, melainkan menggunakan hatinya. Jadi ketika Aiko melihatku pada pandangan pertama, dia pun salah mengirakanku sebagai Alwi. Karena dia begitu mengenal aku, sampai-sampai aku yang sedang memakai topeng pun telah ditatap mataku olehnya. Dia pun mengira itu adalah aku, bahkan jika dia tahu itu tidak mungkin terjadi, bahkan jika aku tidak mau mengakuinya, tapi perasaan pertamanya begitu tepat .

Aku pun tiba-tiba berdiri. Claura pun menyipitkan matanya dan menatapku dengan pandangan yang bahaya. Aku pun segera datang ke sisinya Aiko, lalu mengangkat senapan yang berada di belakangnya, dan dengan terobsesi berkata, "Sayang, inikah sniper rifle yang legendaris itu?"

Setelah mengatakannya, aku pun dengan senang hati bermain dengan pistol ini , seolah-olah yang dari awal kuperhatikan bukanlah Aiko, melainkan pistol yang dingin ini.

Karena tenggorokanku telah dibakar rusak, pita suaraku yang telah diperbaiki pun mengalami perubahan selama operasi, makannya suaraku benar-benar berbeda dari sebelumnya. Oleh sebab itu, Aiko pun tidak akan mengenaliku bahkan ketika aku sedang berbicara.

Terlebih lagi, bahkan jika dia mengenaliku pun, aku juga tidak akan mengenalinya. Hanya saja, aku penasaran mengapa dia bisa datang ke sini, ya? Mungkinkah dia juga ikut bergabung dengan kelompok pembunuhan ini? Bagaimana mungkin dia dan Claura, dua wanita yang awalnya tidak cocok bagaikan api dan air ini, tiba-tiba bisa bersekutu?

Claura tersenyum dan berkata, "Betul sekali, kamu sebelumnya paling pandai memainkannya. Sayangnya, kamu telah kehilangan ingatanmu dan melupakan segalanya. Tapi tidak masalah, dengan bantuan pelatih penembak yang akan mengajarkanmu ini, kamu seharusnya bisa memulihkan kekuatanmu secepat mungkin. "

Aiko dengan sedikit terkejut bertanya, “Dia adalah suamimu?”

Claura dengan dingin berkata, "Tidak salah lagi, dia adalah suamiku. Kenapa? Apakah ketika dia memakai topeng tersebut terlihat begitu mirip dengan pria kesayanganmu itu? Tapi sayangnya dia bukanlah dia, melainkan dia adalah priaku.”

Aiko pun memandang Claura dan berkata dengan dingin, "Aku tidak menyangka bahwa kamu akan menikahi pria lain."

"Jangan banyak bacot ya," kata Claura dengan dingin. Dia pun berjalan kemari untuk memeluk lenganku, dan kemudian mengatakan sebuah kalimat yang hampir saja membuatku meledak. Dia berkata, "Bukankah aku pernah mengtakannya denganmu bahwa kamu tidak mungkin akan bersama pria itu. Jadi untuk apa kamu masih menyimpan anak di perutmu itu?"

Anak di perut…

Sekujur tubuhku pun menjadi kaku. Aku melihat Aiko yang sedang memakai mantel yang longgar. Mantelnya saking panjangnya dapat menutupi perutnya, makannya aku sama sekali tidak menyadari bahwa dia sedang mengandung. Aiko yang merasa tidak nyaman karena ditatapku pun seketika wajahnya berubah menjadi masam. Dia pun memalingkan wajahnya dan berkata bahwa dia berpikir demikian itu tidak ada urusannya dengan Claura.

Apakah dia mengakuinya? Apakah dia beneran mengandung? Aku merasa bahwa jantungku berdetak seakan ada palu yang sedang mengendang drumnya. Pikiranku pun penuh dengan informasi ini. Aku menatap perutnya dan tidak terpikirkan bahwa setelah dia meninggalkanku, perutnya sudah terdapat satu nyawa kecil. Selain itu dia tidak memberi tahu apa-apa kepadaku dan diam-diam menanggung segalanya. Untuk sementara waktu, aku pun merasa bahagia sekaligus sedih. Aku sungguh ingin seketika berjalan kedepan, memeluknya dan minta maaf kepadanya.

Karena aku telah merasakan pandangan Claura yang sedang menyelidikiku, aku pun menundukkan kepalaku untuk menyeka pistolnya dan dengan nada tidak suka berkata, "Kamu beneran mengandung? Orang seperti kamu ini yakin bisa menjadi pelatih penembakku?"

Setelah mendengarkan perkataanku, sudut bibir Claura melengkung keatas seakan dia sedang tersenyum dengan puas. Dia pun berkata, "Aku juga berpikir demikian. Apalagi si pria itu sama sekali tidak mencintainya. Orang lain dengan sepenuh hati ingin menikahi nyonya kaya di Beijing, tapi apa yang dapat kamu lakukan jika kamu melahirkan anak ini, bukan? Masih bisakah memaksa raja untuk turun dari tahtanya, kah? "

Aiko yang telah dipermalukan olehku dan Claura pun, masih tidak menunjukkan ekspresi apa-apa. Dia seolah-olah dari awal sudah tenang, dan dengan lembut berkata, "Kamu tidak perlu menggunakan kata seperti ini untuk menyindirku. Jika tidak, aku akan mengira bahwa kamu sedang iri denganku. "

Wajahnya Claura pun menjadi muram dan bertanya, “Untuk apa aku harus iri denganmu, bukan?”

Aiko sekilas melirikku dan dengan dingin berkata, "Apa yang membuatmu iri itu sudah jelas kamu mengetahuinya. Claura, aku tidak ingin membuat perkataan ini tidak enak untuk didengarkan, tetapi apa yang ingin aku katakan kepadamu adalah bahwa jika dari awal aku memilih untuk tetap tinggal bersamanya, Jessi lah yang juga dapat menggoyahkan posisiku di dalam hatinya. Makannya aku memutuskan diri untuk meninggalkannya dan bukan dia yang membuangku. Jadi aku itu berbeda darimu. "

Melihat pandangan Aiko yang dingin itu, aku pun merasakan kesakitan yang tidak ada taranya dalam hatiku. Yang dikatakannya benar. Selama dia memilih untuk tinggal bersamaku, aku akan mengenai dia sebagai tanggung jawabku, sebuah tanggung jawab yang tidak bisa aku abaikan sepanjang hidupku. Bahkan jika Jessi tidak dapat menerima sisiku yang tidak setia ini dan akhirnya meninggalkanku, aku pun juga akan tetap tinggal disisinya.

Aiko, jika kamu tidak akan pergi, maka aku tidak akan menyerah.

Makanya, bahkan jika dia pergi pun dia akan pergi dengan angkuh. Dia adalah seorang ratu, tidak ada seorangpun yang bisa memandang rendah dirinya, menghinanya, karena kehidupnya selalu ditentukan oleh dirinya sendiri, sehingga siapapun tidak mempunyai hak untuk mengkritiknya.

Claura pun memegangi lenganku dengan erat, menggertakan giginya dan berkata, "Aiko! Mengapa aku sebelumnya tidak pandai berbicara sepertimu yang saat ini, ya?"

Aiko pun berkata dengan ringan, "Bergaul dengan orang-orang sepertimu ini, diam-diam hanya akan membuatmu lebih sombong."

Setelah dia selesai mengatakannya, dia sekilas menatapku dengan dingin seakan kita tidak dekat dan berkata dengan ringan, "Jika kamu tidak ingin aku mengajarimu cara menembak, kamu bisa mengganti pelatih yang lain untuk mengajarimu."

Aku berpura-pura marah dan berkata, “Dengan sikapmu yang seperti ini, aku juga tidak menginginkanmu untuk mengajariku.”

Sambil berkata demikian, aku memeluk Claura dan bertanya, "Sayang, mari kita usir dia. Aku sangat membencinya. Aku membenci siapapun yang mengganggu istriku."

Ketika Claura mendengarkan perkataan ini, wajahnya yang muram seketika dipenuhi dengan senyuman. Dia dengan senyuman sinis dan menatap Aiko dengan perasaan puas sambil berkata, "Tidak perlu. Dia adalah penembak yang paling unggul diantara semua orang tersebut. Tidak ada siapapun yang bisa menjadi guru yang bagus selainnya. Sayang, kamu berlatih dengannya ya. Aku tidak akan marah."

Aku berpura-pura merasa canggung dan berkata, "Baiklah. Sayang, apakah kamu ingin ikut dengan saya?"

Claura menggelengkan kepalanya dan berkata, “Tidak perlu, aku hari ini akan pergi seharian. Aku akan membiarkan bibi mempersiapkan makan siang, bagaimana?”

Aku mengangguk kepalaku dan berkata, “Baiklah kalau begitu. Kembalilah lebih awal. Ketika aku tidak melihatmu, aku akan sangat merindukanmu.”

Claura mencium bibirku, tersenyum dan berkata, "Aku tahu. Aku akan kembali lebih awal demi kamu."

Setelah aku dan dia saling bermesraan, aku pun dengan bangga melihat Aiko. Aiko dengan tidak peduli hanya memandangnya. Dia pun menyeringai, mungkin ingin memamerkannya dan tidak dapat menahan diri untuk berkata, "Aiko, kamu dan Jessi ditakdirkan hanya memiliki kehidupan yang tragedi. Kalian berdua adalah pecundang dan yang terakhir akan menang itu adalah aku. "

Setelah Claura berkata demikian, dia pun berjalan pergi dan meninggalkan Aiko dengan linglung. Beberapa saat kemudian, dia menatapku dengan simpati, dengan pandangannya rumit. Aku tahu dia pasti mengira bahwa Claura hanya mengambilku sebagai pengganti diriku. Dia pun mengira cepat atau lambat aku pasti akan dibuangnya, makannya dia menatapku seperti ini. Aku pun tidak bisa menahan tawaku. Melihat Claura yang telah berjalan jauh, aku pun bertanya: "Apakah kamu perlu beristirahat sebentar?”

Mungkin karena sikapku yang terlalu cepat berubah, makannya Aiko merasa sedikit ganjal. Melihat pandanganku yang terdapat beberapa rasa jijik, aku pun tahu bahwa dia mengira aku hanya berpura-pura menjadi pria terhormat di hadapannya Claura. Sebenarnya aku sama sekali tidak membenci dia. Aku pun dengan canggung mengusap hidungku, tapi aku hanya kesentuh topengku. Aku pun menyimpan tanganku dan bertanya, "Kalau kamu tidak membutuhkannya, kapan kita akan memulai latihannya?"

Aiko dengan lembut berkata, “Ikut aku.”

Aku segera membawa senapan dan menyusul Aiko. Pada saat ini, aku melihat seseorang yang sedang berdiri di luar pintu, seorang kenalan lamaku, si Justin. Pada saat aku melihatnya, amarahku meluap keatas. Jelas-jelas Claura bilang bahwa dia sudah meninggal, bagaimana bisa dia masih hidup?

Setelah berpikir sejenak, aku pun menyadari bahwa Claura sama sekali tidak membunuh Justin. Pengkhianat yang dia bilang itu adalah Elbert yang telah membiarkanku kabur, dan alasan mengapa dia pada saat itu bilang bahwa pengkhianatnya adalah Justin, bilang bahwa Justin telah dihukum karena dia juga ingin melihat reaksi ketika nama Justin di ungkat-ungkit.

Untungnya pada saat itu aku tidak memikirkan hal ini dan mengira bahwa Justin telah meninggal. Kalau tidak, aku pada saat itu sudah akan mengungkapkan emosiku.

Dengan perasaan tertekan dan depresi, aku pun melihat Justin yang sedang berjalan ke hadapanku dan berkata, "Kak Joshua, bubuk mesiu dan senapan yang telah disiapkan kak Claura untukmu berada di sini.

Aku melihat senapannya dan tahu bahwa itu milik Aiko. Aku juga tidak berencana untuk mengambilkannya melainkan mengambil senapan dan bubuk mesiu tersebut dan berkata, "Aku mengerti. Kamu sudah boleh pergi.”

Justin terkikik dan berkata, “Tugasku pada hari ini adalah setelah aku melayanimu, aku akan menuangkan teh, air, dan memberikan bubuk mesiu kepadamu.”

Setelah mendengarkannya, hatiku pun menjadi muram. Aku tahu bahwa Claura diam-diam sedang mengawasiku. Aku dari awal tahu bahwa dia tidak mungkin akan membiarkanku bergaul dengan Aiko sendirian. Aku pun dengan ringan berkata, "Baiklah."

Aiko dari tadi telah berjalan sangat jauh. Aku pun meninggalkan bubuk mesiu dan senapan kepada Justin supaya dia yang memegangnya. Aku pun membawa senapannya Aiko di punggungku dan menyusulnya. Tapi aku terus mempertahankan jarak dengannya. Melihat kecepatannya yang tetap, bentuk pinggang yang kurus, sama sekali tidak terlihat bahwa dia sedang mengandung. Aku pun tidak bisa menahan diri untuk menjadi penasaran, aku tidak tahu apakah yang dia mengandung itu anak laki-laki atau anak perempuan. Masih ada lagi, dia yang menyimpan anaknya, mungkinkah itu berarti bahwa dia masih mencintaiku? Hanya dengan cinta seseorang bisa merasa puas, kah?

Aku sambil sembarangan memikirkannya, sambil menyusul Aiko. Seketika, kami bertiga pun tiba di sebuah lahan kosong. Aiko dengan muram berkata, “Biarkan aku melihat kemampuanmu.”

Dia mengatakannya dan dari kantong mengambil sebuah apel, meletakkan apel tersebut di pohon dengan kejauhan sekitar empat ratus meter dan berkata, "Tembaklah."

Aku pun merayap di rumput sana, mengarahkan apel tersebut melalui lingkup airgun. Karena ini pertama kalinya aku menggunakan senapan di depannya Aiko, makannya aku menjadi sangat gugup. Aku menghela napas sedalam-dalamnya, mengesampingkan semua gangguanku. Aku menggunakan metode senapan profesor Jessi ketika dia sedang berada di kelas pasukan khusus, mengatur jaraknya melalui mata, menilai penyimpangannya setelah downer melesat melalui arah angin, menyesuaikan posisinya, segera melepaskan pelatuknya, mengisi pelurunya, lalu menembak keluar.

Bagian belakang senapannya setelah ditembak, dengan kasar mundur kebelakang, sehingga lenganku menjadi mati rasa. Tetapi hatiku malah merasa bahagia, karena aku melihat apel terkena tembakanku, terbelah, sehingga seketika aku menunjukkan senyum rasa puasku.

Aku dari dulu sudah memiliki bakat dalam menembak, hanya saja sebagian besar yang aku sentuh sebelumnya adalah pistol dan sama sekali tidak kepikiran untuk menjadi penembak jitu. Aku tidak menduga bahwa suatu saat, aku bisa menyentuhnya dan selain itu, guruku adalah wanita yang kucintai.

Aiko menyipitkan matanya dan berkata dengan pelan, "Meskipun kamu telah kehilangan ingatanmu, tapi kamu masih memiliki pegangan tangan yang sangat bagus. Kelihatannya kita bisa langsung melewati latihan dasar dan memulai latihan penembaknya.”

Aku tahu latihan penembak ini karena Jessi pernah bilang bahwa ketika menembak, kita dapat memperkirakan jarak antara penembak dengan target melalui mata atau dengan memperkirakan langkah kita, sehingga kita dapat mempertimbangkan bagaimana cara menembak pada berikutnya. Namun, orang yang hebat dapat melakukannya melalui perasaannya, dengan perkiraan secara intuitif, dan menembak dalam waktu tercepat. Orang yang hebat, seringkali menembak sekali untuk membunuh.

Aku sungguh sangat senang saat mendengarkan pengakuan dari Aiko. Selanjutnya, dia memintaku untuk merayap di tanah tanpa bergerak dan mengatakan bahwa itu untuk melatih kemampuanku bersembunyi. Selain itu, dia akan melemparkan sesuatu pada jarak 400 meter agar aku dapat menembaknya.

Selama latihan sepanjang sore, aku tidak tahu berapa banyak peluru yang telah kutembak. Aku pun merasa bahwa lenganku telah membengkak. Sekujur tubuhku pun juga sangat lelah. Aiko kemungkinan telah melihat sesuatu dan berkata dengan lembut, "Pelatihannya untuk sementara dihentikan. Kamu pergi makan dulu sana."

"Kita pergi bersama-sama yuk. Kamu telah hami, jadi tidak boleh sampai kelaparan," kataku dengan prihatin.

Hanya dengan satu kalimat sederhana ini, Aiko tiba-tiba menatapku dan kemudian mengatakan sesuatu yang membuat jantungku berdetak. "Apakah kita saling kenal?" tanyanya.

Novel Terkait

Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
3 tahun yang lalu
Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
4 tahun yang lalu