Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 239 Dunia Ini Tidak ada kak toba lagi

Setelah mendengar aku ingin membunuh Gunawan, Mawar mengerutkan alisnya dan berkata: “Kalau kamu membunuh Gunawan, dia pasti akan membalas dendam kepada kalian berdua.”

Mawar berkata sampai akhirnya mendesah tak berdaya, mungkin juga sudah mengetahui aku telah bertekad bulat, hingga ia tidak lanjut berbicara. Hening sekejap, ia berkata: “Alwi, Claura benar-benar sangat menyukaimu, tanpa dia, kamu kira sahabat-sahabatmu ini, industrimu ini, dapat bertahan?”

Aku tidak berbicara, Mawar berkata dengan ringan: “Aku tahu kamu dan Gunawan memiliki hubungan yang rumit. Jujur saja aku juga menginginkannya untuk mati, karena dia telah menghancurkan segala sesuatu yang kumiliki, tapi apa yang bisa kulakukan? Dia ialah ayah dari anakku, Aku sudah berhutang banyak kepada anak itu, aku tidak boleh melukai hatinya lagi.”

Kata-kata Mawar mengingatkanku akan pembicaraan Claura denganku tentang masa kecilnya, aku tahu akan banyak perbuatan Mawar yang telah melukainya, dia ingin mengkompensasi perbuatannya juga normal, tapi orang seperti Gunawan terlalu bahaya, selama dia hidup, jangankan aku, keselamatan diapun tidak dapat dipastikan.

Melihat Mawar yang bersedih, aku berkata dengan lembut: “Bibi Mawar tidak bisa membunuh dan tidak boleh membunuh Gunawan, aku rela menggantikan. Kebencianmu biar kau yang hapuskan, kebencian Claura, biar aku yang tanggung. Aku pernah berkata akan melindungi bibi Mawar, biarpun hubungan kita tidak ada kepastian yang berarti, janji yang telah dibuat, Alwi tidak pernah melupakan.”

Mawar dengan mata berkaca-kaca melihatku, dua pasang mata saling menatap. Dia tersenyum dengan ramahnya dan tiba-tiba sambil tersenyum, ia berkata: “Baiklah, aku sudah tahu. Alwi, kalau begitu, aku pergi duluan.”

Aku berpikir, dan berkata: “Bibi Mawar, biar aku antar kamu pulang, malam ini aku cari beberapa orang pergi rumahmu untuk melindungimu. Beberapa waktu ini, kamu harus bertindak dengan hati-hati, kalau ada apa-apa, teleponlah aku. Oh iya, biar aku simpan nomor HP mu.”

Aku langsung mengeluarkan HP ku, Mawar juga tidak segan bertukar nomor HP denganku. Aku pun meninggalkan Sanny club dengannya. Setelah keluar baru aku merasa canggung karena sadar sendiri tidak ada mobil. Baru saja mau memanggil taksi, dia menghentikanku dan berkata: “Tidak apa, kita jalan-jalan saja, kalau capek nanti baru panggil taksi.”

aku mengangguk-angguk kepala, mengikuti Mawar menjalani jalan tersebut. Di perjalanan, aku membiarkan dia menceritakan kehidupannya dengan Claura selama setengah tahun ini. Dia menceritakan bahwa Claura selalu berusaha menepati janji kita, menjaga adik perempuan dan sahabatku dengan baik, beberapa kali berpapasan dengan kematian, beberapa kali memancing amarah Gunawan. Yang paling parah ialah saat adikku meracuni gelas Gunawan dan Gunawan ingin membunuhnya, akhirnya Claura disembat cambuk, mati-matian melindungi adikku.

Dengan pertanyaanku yang tajam, baru kuketahui demi mudah melindungi adikku, setelah aku pergi, dia baru membawa adikku untuk hidup di Nanjing. Adikku membenci Gunawan, maka ia rela berisiko untuk meracuni gelasnya.

Mengingat anak yang polos itu, hatiku semakin merasa kesal. Orang tuanya mati karena aku, dia malah terus memikirkan pembawa sial sepertiku ini. Aku benar-benar tidak tahu bagaimana aku dapat membayar semua hutangku padanya ini.

Berbicara sampai setengah, HP ku berdering. Menekan tombol menerima panggilan, diujung HP terdengar suara Sulistio. Dia bertanya aku sedang dimana, dan berkata ingin menemuiku. Aku melaporkan area Mawar dan menyuruhnya membawa beberapa orang untuk datang. Setelah menutup telepon, aku dan Mawar menaiki taksi ke rumah Mawar. Rumahnya aku hanya pernah masuk dua kali, tapi setiap kalinya memberiku kesan yang dalam.

Sekali masuk, ekspresi Mawar kelihatan tidak normal, aku sadar kalau dia tidak menutup pintu dengan rapat. Apakah dia takut aku memiliki tujuan lain? Aku tidak dapat menahan tawaku, Mawar pun sadar aku telah menebak isi hatinya. Mukanya memerah. Dia menuangkan segelas air untukku dan duduk di hadapanku.

Dari sudut pandangku dapat dengan pas melihat kaki Mawar yang terlihat dari dua belah potongan Cheongsam yang dipakainya. Walaupun demi tidak kedinginan dia memakai stoking, tetapi sama sekali tidak mempengaruhi kakinya yang indah.

Aku minum air, melihat Mawar yang menutup rapat kedua kakinya, sambil mengambil majalah yang terletak di atas meja. Aku meletakkan minumanku, melihat jari tangannya, aku berkata: “Bibi Mawar.”

Bibi Mawar bertanya dengan gelisah: “Apa?”

Aku berkata: “Bukumu terbalik.”

Bibi Mawar termenung, membalikkan kembali bukunya, mengerutkan alisnya sambil menggigit bibirnya. Terlihat sisi wanita kecilnya.

Aku sangat suka melihatnya gelisah, cukup aku di atas sofa dan dengan sunyi menikmati ‘pemandangan’ indah ini sampai Sulistio membawa orang datang. Aku mengalihkan perhatianku dan berteriak: “Masuklah!”

Di ujung penglihatanku, aku melihat Mawar yang diam-diam menghembuskan napasnya, sepertinya sangat tidak nyaman dengan tatapan mataku tadi.

Sulistio mengulurkan tangannya, membuka pintu. Saat melihatku duduk di atas sofa, terlihat ekspresi kegembiraan di wajahnya. Ia berkata: “Kak Alwi, apakah ini benar kamu?”

Aku melihatnya yang berjalan ke arahku. Aku berkata: “Jangan berpura-pura, di seluruh Nanjing, kamu mungkin orang pertama yang tahu akan datang ke sini.”

Sulistio mendengar kata-kataku ini, dengan ekspresi yang heran ia menanyakan maksud perkataanku tadi. Aku berkata aku tidak akan karena dia adalah orang yang Jessi berikan padaku, maka berputus hubungan dengannya.

Mendengar ini, Sulistio menarik napas lega: “Aku benaran mengira setelah kamu pulang, kamu tidak akan mengakui sahabatmu ini.”

Mawar dengan perlahan berdiri dan berkata: “Kalian duduklah, aku akan buatkan teh.”

Sulistio berkata dengan senyum-senyum: “Terima kasih kakak ipar.”

Dengan ‘kakak ipar’ aku hampir menyemprotkan air yang ada dalam mulutku, muka Mawar pun menjadi merah. Menundukkan kepala, ia bergegas menuju kamarnya. Jangankan teh, aku pikir Sulistio si bocah ini tidak akan dapat melihat bahkan sehelai daun teh.

Aku melototi Sulistio, dia tersenyum dan duduk di hadapanku. Dia membawa empat orang bawahan yang berbaris dengan rapi dan dengan hormat meneriakkan “Kak Alwi”. Aku menyuruh mereka untuk duduk, lalu bertanya Sulistio bagaimana Jessi berkata padanya.

Saat aku yakin Jessi jujur padaku, aku sudah pasti kalau Sulistio telah tahu aku kembali, karena demi melindungiku, Jessi pasti diam-diam memberitahu Sulistio. Dan tebakanku pun benar.

Sulistio mencoba bertanya pada ku: “Kak Alwi, kamu bertengkar dengan Nona Besar kami?”

Aku berkata: “Ini salahku.”

Sulistio menganggukkan kepala, berkata: “Pastinya salahmu, penyakitmu yang suka bermain-main ini sudah merupakan kesalahan besar.”

Aku melemparkan apel di atas meja menujunya, dengan tersenyum dia menangkapnya dan berkata: “Terima kasih Kak Alwi.”

Melihat Sulistio yang menarik ini, aku pun tidak tahan dan tertawa. Dia berkata: “Nona besar juga tidak berkata apa, dia hanya menyuruhku sepenuh tenaga membantu kamu di Nanjing, tidak peduli jalan mana yang kamu pilih, aku akan berusaha sepenuhnya, tapi jangan beritahukan hubungan kami berdua sebelumnya, kalau tidak kamu tidak akan bisa menerima bantuanku.”

Teringat kelakuanku yang kejam terhadap Jessi saat berpisah, hatiku kesal. Sulistio berkata: “Kak Alwi, apakah kamu tidak ingin tahu bagaimana aku menjawab Nona besar?”

Aku berpikir dan berkata: “Kamu pasti menyuruhnya untuk tenang, kita adalah sahabat, jikalau dia tidak memerintahkanmu pun, kamu juga akan tetap berusaha membantuku.”

Sulistio terlihat terkejut sambil melihatku, berkata “Gila” dengan ekspresi mukanya dan berkata: “Wah, tidak sia-sia aku memanggilmu ‘Kak Alwi’, kamu benar-benar tidak mengecewakanku.”

Aku memutarkan bola mataku dan berkata: “Aku bukan tipe seperti itu.”

“Tapi aku tipe seperti itu.” kata Sulistio tersenyum dan mengedipkan matanya kearahku.

Aku merinding, dia tertawa. Kelakuan lucunya ini mengingatkanku akan Kak Toba. Sejenak, aku menyimpan pikiran untuk bercanda dan bertanya: “Bagaimana keadaan Kak Toba dan Jondi? Mengikuti Gunawan atau Johan?”

Sulistio yang senang-senang tadi berubah menjadi serius. Ia mengerutkan alisnya dan dengan suara yang kecil, ia berkata: “Dia sudah tidak ada.”

Aku mengira dia sedang bercanda dan berkata: “Sudahlah, aku tahu kamu membenci dia, tapi jangan sembarangan bicara, bicaralah dengan serius.”

Sulistio menatapku, menghembuskan napas yang dalam: “Aku tidak bercanda. Dia benaran sudah mati, di hari kedua kamu pergi, dia membunuh diri.”

Kak Toba sudah mati? Benaran sudah mati?

Aku terpena, hatiku sakit, pikiranku menjadi kacau, sejenak kehilangan kemampuan berpikir.

Setelah beberapa saat, aku bertanya Sulistio apa yang sebenarnya terjadi. Kak Toba yang baik-baik orangnya, kenapa tiba-tiba bunuh diri?

Sulistio menghembuskan napas, memberiku sebatang rokok, menghidupkannya. Dia juga menghidupkan sebatang untuknya sendiri, menarik napas dalam-dalam, baru mulai berkata: “Kak Alwi, kalau, aku bilang kalau. Kalau ada orang mengambil Dony Yun, Aiko, Nona besar tiga orang ini untuk mengancammu, membiarkanmu mengkhianatiku, apa yang akan kamu pilih?”

Hatiku tergerak, dengan tidak percaya, aku menatapnya dan berkata: “Maksudmu Kak Toba waktu itu mengkhianatiku karena ada orang yang menggunakan sahabatnya untuk mengancamnya?”

“Sahabat-sahabatnya.” Sulistio memperbaikiku, “Kamu juga tahu Kak Toba sebenarnya memiliki sekumpulan sahabat yang mengikutinya. Setelah kamu kembali ke Nanjing, bukannya dia cacat dan hidup sendirian? Sebenarnya bukan sahabatnya yang tidak menginginkannya lagi, tapi karena dia sendiri yang tidak mau mereka mengikutinya. Ia takut akan menghambat mereka, tetapi mereka tetap baik padanya, takut membuatnya marah maka diam-diam membeli barang dan meletakkannya di depan pintu rumahnya dan pergi. Melihatnya yang dipukul, mereka akan pergi memukul orang itu. Mereka adalah sahabat yang baik.”

Aku teringat aku yang menghilang setahun itu, Kak Toba yang begitu kasihan. Sebenarnya aku mengira dia mengkhianatiku, membenciku yang membawakan penderitaan padanya, tetapi mengapa tidak kupikirkan....

“Si Johan yang licik dan kejam itu menangkap sahabat-sahabatnya, bahkan membunuh salah seorang dari mereka, lalu mengancam Kak Toba, menyuruhnya memilih diantara kamu dan sahabatnya. Kak Alwi, dia sebenarnya ingin memilihmu, tetapi mereka ialah orang yang menemaninya, sahabat-sahabat yang juga memiliki keluarga mereka sendiri. Kalau itu kamu, bagaimana kamu akan memilih? Sebagaimana tidak rela pun, selain mengkhianatimu, apa yang bisa dia lakukan? Mengorbankan satu dan mengorbankan banyak, siapa yang akan dia pilih? Ini adalah sesuatu yang wajar. Lagipula, aku rasa dia pasti sudah memikirkan untuk berterima kasih dengan kematiannya. Jadi pada hari kedua kamu ‘mati’ dia pun ikut pergi.

Aku duduk termenung disana, otakku berisi semua perkataan Sulistio, teringat saat Kak Toba mengkhianatiku, aku menyalahkan diriku sendiri dan merasa tak berdaya, teringat dia melihatku yang dikurung karena dia, tatapan yang tenang namun terlihat tak bernyawa, pada hatiku terasa sesak. Aku memegang dadaku, berkata: “Dia dimakamkan dimana?”

“Dekat dengan adik perempuannya.” Sulistio berkata dengan suara yang dalam, “Tidak ada upacara pemakaman, Claura yang memakamkan, adik perempuanmu juga sudah memaafkannya. Setelah ada waktu, langsung pergi menyapu kubur kakak beradik itu.”

Aku terduduk di atas sofa, dengan pahit aku berkata: “Aku malah tidak tahu, aku masih menyalahkan dia yang mengkhianatiku, aku masih ingin berbalik mempergunakannya, aku kira saat dia mengkhianatiku dia sangat senang, aku kira… aku kira…”

Sampai akhirnya, aku malah tersedak hingga tidak dapat berkata apapun.

Aku mengira kali ini kita akan bertemu, siapa yang pernah berpikir saat itu berpisah berarti perpisahan selamanya. Mulai saat itu, dunia ini sudah tidak ada Kak Toba!

Novel Terkait

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
3 tahun yang lalu
Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu