Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 313 Hadiah

“Aku akan menunggumu, dimanapun kamu berada.”

Ini mungkin adalah kata yang dapat memberikan inspirasi di dunia.

Aku dengan enggan menutup telepon, wajah cantik Jessi pun muncul di depan mataku. Aku berpikir bahwa dia selalu muncul disisiku pada waktu yang paling tepat. Aku pun berpikir bahwa dia selalu mengejutkanku ketika aku sedang dalam kebingungan. Tiba-tiba aku pun berkata dalam hati, "menikahi Jessi.”

Pada saat ini, suaranya Wolf Wang muncul dari belakangku. "Alwi, teleponnya sudah dimatikan, apakah masih ada sesuatu yang belum diselesaikan?"

Aku pun tiba-tiba tersadar, langsung membalikkan badanku dan melihat dua pasang mata yang terlah terbakar-bakar oleh api gosip dan sedang menatapku dengan lembut. Aku pun tidak memiliki cara lain selain mengusap hidungku dan berkata, "Kedua paman-paman ini, mengapa kalian menguping dibalik dinding ini? Tindakan kalian yang ini sama sekali tidak sesuai dengan identitas kalian.”

Wolf Wang berkata dengan tersenyum, "Kami bukannya sengaja mengupingnya, tapi suaramu-lah yang terlalu keras. Perkataanmu itu terus-menerus mengalir masuk ke telinga kami, kan? Saudara Martin?"

Martin mengangguk-angguk kepalanya dan berkata, "Tidak salah lagi. Hah, sangat disayangkan bahwa aku mengenal Alwi ketika diriku berusia empat puluhan tahun. Kalau tidak, aku masih ingin belajar cara bermain-main dengan wanita. Perkataan manis untuk kekasihmy itu sangat sedih dan sentimental. "

Aiko pun datang pada saat ini. Mereka berdua pun saling tatap-tatapan dan dengan cepat kembali duduk diatas sofa. Aku mengambil ponselku dan tersenyum dengan canggung sambil berkata, "Kakak, kita naik ke atas untuk istirahat ya."

Aiko mengangguk-angguk kepalanya. Aku pun pergi kesana untuk memeluk Aiko, membalikkan badan dan melihat Wolf Wang dengan Martin sambil berkata, "Kedua paman disana, masalah ini kami sudah selesai membahasnya, dan selanjutnya tergantung pada kalian ya."

Mereka berdua dengan serentak berkata, “Pergilah.”

Aku dan Aiko naik keatas lantai dua dan kembali ke kamar. Aku menutup pintu, sedangkan Aiko lagi melepaskan tas ransel yang ditentengnya. Aku pergi ke belakangnya dan dengan lembut memeluknya dari belakang. Aku pun tercium obat dan darah dari tubuhnya. Jantungku pun berdebar kencang dan berkata, "Kak, kamu terluka, kan?"

aiko sedikit memalingkan wajahnya dan berbisik, "Kamu tidak perlu khawatir, aku baik-baik saja."

Aku dengan keras kepala berkata, "Biarkan aku melihat lukanya."

Aiko yang melihat diriku sangat bersikeras pun dengan taat datang ke depan ranjang untuk duduk sambil berkata: "Aku bukannya tidak ingin menunjukkanmu, tetapi aku hanya takut kamu akan heboh ketika melihatnya.”

Dia sambil mengatakannya, sambil menggulungkan celana panjangnya. Yang menarik perhatianku adalah terdapat sesuatu yang menetap di kakinya. Kakinya diperban dan darahnya pun tercetak di perban tersebut, masih ada beberapa batang tipis yang menetap disana. Aku pun tahu jika bukan karena tulangnya cedera, dia juga tidak akan iseng menetapkan perban tersebut.

Memikirkan hal ini, aku pun dengan cemas bertanya , "Sebenarnya apa yang terjadi?"

aiko dengan lemas berkata, "Tidak ada apa-apa, pelurunya menembus betisku. Aku kurang beruntung karena tulangku pun tertembak, juga sedikit terluka, patah, makannya ..."

Walaupun yang dikatakannya seakan bukan masalah besar, aku yang mendengarnya pun terkejut seakan jantungku akan copot. Aku pun menegakkan tubuhku, memeluknya dan dengan lembut berkata, , "Kakimu telah terluka begitu parah, tetapi mengapa kamu tidak memberi tahu mereka? Mengapa kamu berpura baik-baik saja seakan-akan masih bisa berjalan seperti biasanya? Seharusnya sangat menyakitkan untuk berjalan satu langkah, bukan? Tapi kamu demi tidak membuatku khawatir, dengan gegabah pura-pura sama sekali tidak sakit, bukan? Aiko, kamu benar-benar orang terbodoh di dunia ini."

Aiko dengan lembut membalas, "Tidak sakit, dan semua akan baik-baik saja. Ini karena aku telah menyiapkan semua barang-barangnya sebelum pergi mencari paman Martin. Makannya aku bisa mengobati lukaku ini, karena aku sendiri pun telah diajarkan caranya secara langsung oleh Kakek Ergi. Bagaimana mungkin aku tidak akan baik-baik saja, bukan?"

Aku melihat wajahnya yang tersenyum, membelai rambutnya yang panjang dan meletakkan kepalaku di dahinya. "Jangan pergi denganku ke Hangzhou. Kamu jaga baik-baik dirimu di sini," kataku dengan lembut.

“Alwi…”

Aku pun tanpa sedikit keraguan berkata, "Aku tidak akan mengubah keputusanku ini. Jika kamu bersikeras ingin pergi bersamaku, maka aku lebih baik mengubah keputusanku, yaitu untuk tidak pergi ke Hangzhou."

Aiko pun sedikit tertegun. Lalu dia dengan lembut menutup matanya dan membenamkan kepalanya di perlukanku. "Baiklah, aku akan mendengarkan perkataanmu. Aku tidak akan pergi, tetapi kamu harus membawa lebih banyak orang pergi. Kalau tidak, aku akan khawatir," kata Aiko dengan suara lembutnya.

Aku pun merasa tenang karena kerjasama dan kepintarannya dan dengan lembut mencubitnya. Aku pun dengan manja berkata, "Iya, aku akan mendengarkan kata kakak. Baiklah, kamu pergi istirahat terlebih dahulu. Cedera tulangmu ini harus kamu baik-baik merawatnya. Aku akan meminta kak Mondy untuk membeli beberapa tulang untukmu, supaya aku bisa memasak sup tulang untukmu. "

Setelah mengatakannya, aku pun pergi berjalan keluar. Aiko pun meraih tanganku dan dengan lembut berkata, "Masalah ini biarkan mereka saja yang pergi melakukan. Aku belum melihatmu selama beberapa hari ini, makannya aku sedikit merindukanmu. Apakah kamu bisa menemaniku untuk menonton film?"

Aku membalikkan badanku dan memandang Aiko. Pada saat ini, wajahnya terdapat sisi gadis yang sedang malu. Aku tahu bahwa ini pertama kalinya dia bertingkah manja. Maafkan aku. Hatiku pun terasa bahagia sekaligus sedih. Aku memegang erat tangannya dan tersenyum sambil berkata baiklah. Kemudian, aku menghubungi Mondy supaya dia dapat bersiap-siap untuk pergi ke Hangzhou pada sore ini dan pada waktu yang sama memintanya untuk mengirim seseorang untuk membelikan sesuatu yang bergizi.

Setelah mematikan teleponnya, aku menyalakan TV-nya, memeluk Aiko dan bertanya, "Kak, kamu ingin nonton film apa?”

Aiko dengan lembut berkata, "Asalkan kamu dapat menemaniku, film apa pun juga boleh."

Aku melihatnya dan merasakan perasaan manis di hatiku. Aku dengan lembut membelai kepalanya, tersenyum sambil berkata, "Ketika semuanya sudah beres, aku akan membawamu ke bioskop. Suasananya pasti lebih bagus."

Aiko pun dengan lembut berkata, "Baiklah, aku akan menunggunya."

Aku pada akhirnya menghentikan TV tersebut di bagian film kartun. Awalnya aku mengira bahwa Aiko tidak akan suka menontonnya, tetapi siapa yang sangka bahwa dia akan tertarik untuk menontonnya. Juga dari waktu ke waktu dapat menunjukkan senyumannya, dimana telah meluluhkan hatiku. Hanya saja aku tidak tahu apakah dia terlalu lelah, sehingga dia pun tertidur di tubuhku ketika dia sedang menonton. Aku pun tidak berani bergerak, takut akan membangunkannya, mematikan TV tersebut dan menutupinya dengan selimut. Aku juga memejamkan mataku sambil menikmati kesunyian pada saat ini.

Pada siang hari, Mondy memanggil kami untuk makan. Aiko pun duduk dengan matanya yang masih ngantuk dan berkata, "Bagaimana bisa aku tertidur?"

Aku meregangkan tubuhku, tersenyum dan berkata, "Mungkin kamu terlalu lelah. Kamu boleh berbaring dan beristirahatlah sejenak, aku akan turun dan membawakan makanan keatas.”

Aiko dengan terburu-buru berkata, "Tidak usah repot-repot, aku akan turun kebawah untuk ma ..."

Sebelum dia selesai mengatakannya, aku menundukkan kepalaku dan mencium bibirnya. Dia memejamkan matanya dan dengan lembut membalasku. Ciuman tersebut panjang, sampai dia mendorongku karena kehabisan napasnya. Aku baru merindukannya dan berkata: "Anak baik."

Setelah aku berjalam keluar, aku turun ke bawah dan membawa makanan ke atas. Setelah selesai menemani Aiko makan, aku pun berkata, "Kak, aku akan pergi."

Aiko pun menatapku dengan cemas. "Jangan khawatir, aku pasti akan kembali dengan selamat, karena aku ingin membawamu kembali ke Nanjin untuk pergi nonton film," kataku.

Aiko mengangguk kepalanya, dan keduanya pun saling ngobrol sejenak hingga Mondy berteriak memanggilku. Aku pun enggan untuk meninggalkannya. Ketika sampai di lantai bawah, Aiko tiba-tiba meneriaki namaku dari atas. Aku pun mendongak ke atas dan dia berkata, "Tangkaplah."

Aku mengulurkan keluar tanganku dan menangkap barang yang dia lemparkan kepadaku. Setelah aku melihatnya dengan jelas, aku pun tertegun. Yang dia lemparkan kepadaku adalah pisau belati. Yang tepatnya itu merupakan pisau belati yang pernah dia berikan kepadaku. Aku selalu mengira bahwa pisau belati ini telah hilang. Tetapi siapa yang akan mengira bahwa aku akan melihatnya lagi.

Aku memandang Aiko dan dia pun tersenyum sambil berkata, "Bukan yang itu. Yang ini aku sekali lagi sesuai membuatnya untukmu. Mungkin sekarang kamu tidak akan membutuhkannya, tapi aku masih memiliki sedikit harapan. Aku berharap ketika kamu melihatnya, kamu akan mengingat aku. "

Karena ada banyak orang yang sedang berdiri di lantai bawah, wajah Aiko pun sepanjang waktu memerah ketika dia sedang mengatakannya. Aku meletakkan pisau belati tersebut dan berkata sambil tersenyum, "Siapa yang bilang bahwa aku tidak membutuhkannya? Aku membutuhkannya, sama seperti aku membutuhkanmu. Kak, aku pasti akan merindukanmu. Tanpa melihatnya, aku juga dapat mengingatmu, setiap menit dan setiap detik pasti akan merindukanmu. "

Orang-orang di sekeliling pun ikut menderu. Aiko memberiku sebuah kedipan dan meninggalkan balkon tersebut. "Baiklah, apa yang seharusnya kulakukan, sebaiknya kulakukan," kataku.

Kali ini yang pergi ke Hangzhou, selain Mondy, Chick dan empat penembak sniper, masih ada dua belas pengawal yang disiapkan Wolf Wang untukku. Dua di tempat terbuka dan yang sisanya di tempat tersembunyi. Masih ada segerombolan pasukan yang secara khusus digunakan sebagai kedok kita.

Dengan begini, di bawah kedok semua orang, kami pun berhasil lolos dari pemeriksaan, meninggalkan Nanjin dan memulai perjalanan ke Hangzhou.

Beberapa jam kemudian, kami pun tiba di Hangzhou. Setelah mendaftarkan diri di sebuah hotel dekat Danau Barat, yang pertama kali kulakukan adalah melaporkan diriku telah sampai dengan aman ke Aiko. Kemudian membiarkan Chick mencari nomor ponselnya Johnson, kepala keluarga keluarga Han. Selanjutnya, aku menghubungi nomornya.

Setelah beberapa saat, dari ponsel tersebut tersalurkan suara tenang dan. "Halo?," tanyanya.

Aku tidak membalasnya, melainkan menyalakan pena rekaman yang merekam suara tindakan kejahatannya Johnson. Bagian depan rekaman yang berisi omong-kosong telah dihapuskan dan sekali diputarkan, itu merupakan percakapan antara Anjing dan Chandra. Setelah Johnson mendengar beberapa kalimat tersebut, dia pun dengan rendah berkata, "Kamu Alwi, kah?"

Aku mematikan pena rekaman tersebut, tersenyum sambil berkata, "Tidak salah lagi, ini aku. Tuan Johnson sungguh pandai."

Johson dengan dingin berkata, "Alwi, apa yang ingin kamu lakukan? Lebih baik kamu berterus terang saja."

Saya tersenyum dan berkata, "Tuan Johnson, jangan bilang bahwa apa yang ingin kulakukan, kamu masih belum memahaminya, kah? Jika demikian, tidak ada gunanya aku menyebutmu pandai barusan."

Johnson yang sangat dibenci olehku, sedikitpun tidak marah, melainkan tersenyum dan berkata, "Pemuda, pria yang berbicara terlalu cepat adalah pria yang paling tidak berguna."

Perkataan ini sama sekali tidak salah dan aku pun tidak menyangkalnya. Dia pun berkata, " Malam ini aku akan menunggumu di Sky Hotel. Ketika kamu sampai di sana, otomatis ada orang yang akan membawamu ke kamar pribadi."

Setelah Johson selesai mengatakannya, dia mematikan teleponnya. Aku mengerutkan keningku dan hatiku merasa sedikit tidak nyaman. Aku benci perasaan dipaksa untuk bertindak pasif ini. Aku hanya akan mengakui bahwa tindakan Johnson tidak gampang ditebak dan tidak boleh diremehkan.

Aku sambil memikirkannya, sambil menghubungi Mondy dan memintanya untuk bersiap-siap. Pada saat ini, terdengar suara ketukan dari pintu di luar. Aku pun sesaat menjadi waspada. Setelah sebuah terang datang dari arah pintu, lubang pintu kamar tersebut, aku pun melihat seorang pelayan biasa yang sedang berdiri di depan pintu. "Siapa ini?" tanyaku.

Dia tersenyum dan berkata, "Apa kabar, apakah kamu tuan Alwi? Ya begini, seseorang memintaku untuk mengirimkan hadiah ini kepadamu. Mohon maaf, apakah kamu bisa tolong membukakan pintu untukku sekarang?"

Hadiah? Apakah ada yang mengirimkan hadiah kepadaku? Aku baru saja tiba di Hangzhou, jadi siapakah yang dapat mengetahui informasi keberadaanku disini dengan cepat dan masih mengirimkan hadiah kepadaku?

Ketika aku bertanya kepada pelayannya, dia bilang bahwa seorang tamu mengirimnya, dan tamu tersebut mengaku dirinya sebagai teman baikku. Tetapi karena ada suatu masalah, dia pun tidak sempat untuk bertemu denganku dan hanya bisa meminta dia untuk mengirimkan hadiah ini kepadaku.

Ketika aku membukakan pintunya, aku melihat bahwa ditangan pelayan tersebut terdapat sebuah kotak yang indah dan memintaku untuk menandatanganinya. Setelah aku selesai menandatanganinya, dia memberikan kotak itu kepadaku dan pergi dengan membawa tagihan tersebut.

Ketika pelayannya sudah pergi, aku pun menutup pintunya, membongkar bungkusan tersebut dan membuka kotak itu. Ketika aku melihat barang yang berada di dalam tersebut, aku pun terkejut: di dalam kotak tersebut terdapat sebuah pistol, satu tas peluru, dan masih ada satu set pakaian.. Gugatan itu persis sama dengan rompi anti peluru yang diberikan tentara kepada saya. Satu set pakaian tersebut itu sama persis dengan rompi anti peluru yang diberikan tentara kepadaku!

Novel Terkait

My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Someday Unexpected Love

Someday Unexpected Love

Alexander
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
3 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu