Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 1112 Masih Butuh Berapa Banyak Perpisahan (2)

Aku berkata dengan dingin: “Pasti, kamu tenang saja, aku sendiri yang akan mengajukan eksekusi mati, aku tidak akan pernah memberikan Jay kesempatan untuk hidup, semua yang terjadi, aku sendiri yang akan membalasnya.”

Sulistio mengepalkan tanganya dengan erat, berkata: “Kalau ada kamu sendiri yang turun tangan, aku sangat tenang.”

Aku meneguk segelas teh, membasahi tenggorokanku, berkata: “Ayo kita pergi ke rumah duka, oh iya, jangan beritahu orang lain tentang identitasku, kalau mereka bertanya baru kita katakan.”

“OK.”

Kami pergi ke rumah duka, saat ini ibuku sedang mengatakan sesuatu kepada Monika, Mondy dan Anna menemani di samping mereka, wajah semua orang tampak kesepian.

Aku melirik sekilas ke sekitar tidak melihat Jessi dan Aiko, aku merasa aneh, tapi aku tidak pergi mencari mereka, sebelum datang ke rumah duka, aku sudah membakar kertas untuk Nody, berbicara banyak dengannya, meskipun dia tidak bisa mendengarnya, tapi aku hanya ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengannya.

Selang sesaat, aku melihat Jessi dan Aiko berjalan masuk di satu depan dan satu lagi di belakang, ekspresi keduanya tampak tidak bagus, ekspresi Aiko sangat dingin, alis Jessi menunjukkan kemarahan, mereka berdua tidak saling peduli, aku merasa mereka berdua sangat kemungkinan sedang bertengkar, tiba-tiba aku memiliki firasat buruk.

Aiko selalu mengenang kematian ayahnya, kalau dia tahu ayahku masih hidup, akankah dia mencari ayahku untuk balas dendam? Kalau iya, apa yang harus aku lakukan?

Saat ini, aku sedikit panik dan berpikir sembarangan.

“Hati-hati.”ucap Sulistio tiba-tiba mendorong tanganku menjauh.

Aku tersadar, Sulistio bertanya dengan khawatir: “Tadi apinya hampir saja membakar tanganmu.”

Aku berkata: “Oh……”

Sulistio yang melihat aku gelisah, bertanya: “Kak Alwi, kamu kenapa? Aku tahu kamu sangat sedih dengan kematian Nody, tapi kamu juga harus menjaga diri sendiri.”

Aku mengangguk, memberinya satu lirikan tenang saja, lalu berkata: “Aku tahu, kamu tenang saja.”

Sulistio mengangguk, menghela nafas, berkata: “Melihat kakak ipar, sungguh menyedihkan, tidak tahu kapan dia bisa keluar dari kesedihan ini, aku pikir kalau Nody masih hidup, pasti berharap dia senang.”

Aku tidak mengatakan apa-apa, hatiku sangat sedih, kematian Nody, kebencian Aiko, membuat sebuah beban yang terus menekan hatiku hingga tidak bisa bernafas.

Malam hari, aku berjongkok dan merokok di pintu masuk rumah duka,

Jessi datang berjongkok di sampingku, aku bertanya: “Kenapa tidak pergi tidur?”

Jessi berkata: “Kamu seperti ini, bagaimana bisa aku tidur? Kamu pergi isitrahat sebentar?”

Aku menggeleng, berkata: “Mana bisa aku tidur? Ngomong-ngomong, apa yang kamu berbicara dengan Aiko hari ini?”

Ekspresi wajah Jessi berubah, menggerutkan kening dan berkata: “Tidak mengatakan apa-apa.”

Aku bertanya tidak percaya: “Aku bisa melihatnya, kalian berdua bertengkar, katakanlah, sebenarnya karena apa?”

Jessi mengerutkan kening, menghela nafas berkata: “Kamu harus persiapkan mentalmu, dia……masih tidak bisa melepaskan dendam ini, besok paman Chen akan datang kemari, aku pikir kamu perlu mengatakannya kepada paman Chen, dan bibi sejak awal sudah menganggap Aiko seperti putri kandung, kalau tahu hal ini, pasti sangat sedih?”

Aku menghisap rokok dengan kejam, lalu melemparkannya ke tanah, menginjaknya dengan sekuat tenaga, berkata: “Aku pergi cari dia.”

Jessi berkata dengan gelisah: “Nanti setelah pemakaman baru di bicarakan, dia sudah berjanji kepadaku, tidak akan membuat keributan di pemakaman Nody.”

Aku berpikir sebentar, mengangguk dan berkata : “Aku mengerti, Jessi, sudah menyusahkanmu.”

Jessi menggenggam tanganku, berkata: “Apa lagi yang perlu dibicarakan diantara kita berdua? Aku hanya takut kamu kelelahan.”

Aku tersenyum tidak berdaya, mengira semua masalah sudah terselesaikan, dan tidak akan ada gejolak lagi, aku melupakan Aiko, melupakan dendam dia dengan ayahku. Awalnya aku mengira, seiring berjalannya waktu, kebencian dalam hatinya akan berkurang, tiba waktunya, mungkin dia akan mengatakan untuk hidup bersama denganku.

Namun, duri di antara kami akhirnya tumbuh menjadi pedang yang tajam, pertempuran kali ini, takutnya kalau bukan kamu yang mati, aku yang mati, mengingat Aiko dan ayahku, keduanya adalah orang yang sangat penting bagiku, aku tidak akan pernah membiarkan mereka saling menyerang, tapi harus bagaimana baru bisa menghentikan mereka berdua?

……

Keesokan harinya, ayahku membawa orang datang, pada saat yang sama, banyak wartawan datang meliput, di hari itu juga banyak stasiun TV menyiarkan tindakan heroik Nody membela negara, dalam sekejap dia menjadi pahlawan dan banyak orang mengagumi usahanya.

Banyak orang mengatakan dia bisa mendamaikan dunia, dan mengatur dunia dengan tertib, banyak warga datang untuk memberikan bunga, ketika hari ketiga Nody dikuburkan, kedua sisi jalan penuh dengan orang-orang yang memegang bunga, ada orang yang mengangkat spanduk, ada yang menyeka air mata mereka diam-diam……Aku dan Dony membawa peti mati sepanjang jalan dan berjalan cukup lama, hingga sampai ke tempat pemakaman.

Monika sudah menangis hingga tidak bisa mengenal diri sendiri, banyak orang yang menangis hingga tidak mengeluarkan suara, saudara-saudara baik yang di bawa Nody, orang-orang biasa yang pernah menerima bantuannya, dan beberapa dari kita yang sangat sayang padanya semua menangis.

Aku memandang tanah kuning yang perlahan-lahan mengubur Nody, benakku mengingat tentang dirinya, lalu menyeka air mata, berkata: “Nody, tidak peduli seberapa megahnya pemakaman ini, itu tidak akan sebaik reputasimu di dunia, kamu lebih penting daripada kehormatan ini, kekaguman ini……Aku lebih menginginkan kamu hidup……”

Aku menangis ketika mengatakan kata-kata ini, hingga tidak mengeluarkan suara, dan ayahku memerintahkan para prajurit memberikan penghormatan terakhir kepada Nody, ketika mereka berteriak “Hormat”, salah satu perwakilan prajurit melepas tembakan memberikan penghormatan tak terbatas, perlahan-lahan aku juga mengangkat tanganku, memberi hormat militer, memandang gambarnya yang cerah di batu nisan, dan berkata, “Saudaraku, kamu akan selalu hidup dalam hatiku, selamanya, selamanya……”

Saat ini, aku melihat seorang pria mengenakan baju pemakanan, perlahan-lahan datang ke batu nisan.

Aku sedikit terkejut, berkata: “Kak Govy?”

Orang itu ternyata Govy, dia datang aku tidak terkejut, tapi dandanannya membuat aku terkejut. Saat ini, mataku jatuh pada kotak yang dipegang Govy, hatiku berdegup “Dug dug”, kotak ini ternyata abu kremasi!

Govy perlahan datang menghampiri Nody, mengangkat kotak abu kremasi dan berlutut, lalu meletakkan guci itu di depan batu nisan dan berkata dengan mata merah: “Nody, adikku, aku membawa ibu datang melihatmu.”

Saat ini, aku merasa telingaku berdengung, Sulistio dan lainnya juga menunjukkan ekspresi kaget, Jessi dan aku saling memandang, dia juga terkejut, aku memandang Govy, bertanya: “Kak Govy, apa maksud perkataanmu? Bibi dia……”

Govy berkata dengan mata merah:“Dia sudah pergi.”

Aku mengepalkan tanganku erat-erat, memandang Govy menyentuh abu dengan lembut, berkata: “Ketika aku lengah, dia mengajukan permintaan pergi menemui Jay, pimpinan merasa simpati padanya, membiarkannya pergi, alhasil Jay si keparat itu mengatakan semuanya kepadanya?”

Apa? Jay ini, apakah dia ingin membunuh istri sendiri?

Aku sangat marah, Govy meneteskan air mata, tersedak dan berkata: “Ibuku berkata, seumur hidup ini hidup dia berantakan, putranya sudah meninggal, suaminya sudah mati, dan dia juga tidak ingin hidup di dunia ini, setelah meninggal, jangan adakan pemakaman, dia hanya ingin aku memeluk abu nya melihat putranya yang malang.”

Selesai mengatakannya, dia meneteskan air mata memandang kotak abu kremasi, berkata: “Bu, aku membawamu kemari melihat dia, bukankah kamu sangat bersalah tidak menjaganya dengan baik, dan tidak pernah menjadi ibunya selama seharipun? Kelak, kamu akan bersama dengannya, jaga dia baik-baik, aku pikir dia pasti akan sangat senang, bu……bu……”

Novel Terkait

Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
3 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Pernikahan Tak Sempurna

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
3 tahun yang lalu