Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 221 Orang Gila yang Jahat

“Aku telah kembali semuanya.”

Aku berdiri disana dengan penuh semangat. Agus mereka mendekat kearahku dan menyapaku senang. Sejak dua bulan lalu, aku mendapat pujian dan setuju untuk bersaing dengan adil, tindakan mereka kepadaku juga berubah banyak. Kurasa jika aku akhirnya mengalahkan mereka dan menempati posisi wakil ketua tim, perilaku mereka juga tidak seperti dulu begitu tidak puas, melainkan percaya dan menurut kepada perintahku.

Dan semua ini melampaui ekspetasinya Jimmy. Teringat sampai sini, aku sudah tidak tahan melihat ekspresi orang itu.

Biasanya Jimmy akan berada di kantornya. Ia memiliki tempat pelatihan sendiri, jadi ia boleh memilih berlatih bersama atauun sendiri. Tetapi ia sudah mengetahui kedatanganku, jadi saat aku baru memasukki rumah, ia langsung turun dari kantornya.

Dua bulan tidak bertemu, Jimmy tetap terlihat ganteng. Yang pastinya, aku lebih ganteng dari dirinya. Sebenarnya aku curiga kalau alasan orang ini membenciku bukan hanya karena Jessi dan juga kegantenganku.

Aku sambil berpikir, sambil berdirik tegak dan hormat kepada Jimmy. “Salam kepada Ketua.”

Jimmy terlihat senang dan tersenyum berkata, “Selamat kembali, Alwi.”

Setelah ia selesai mengatakan kalimat itu, ia memandang Agus. “Kamu tidak tahu betapa Agus mereka berharap atas kedatanganmu.”

“Aku selalu mengingat kompetisi itu dalam hati.” ucapku sambil tertawa sambil berpikir orang ini begitu senang, pasti karena ia mengira aku kalah.

Jimmy mengangguk dan berkata, “Baiklah jika kamu mengingatnya. Mereka juga tidak melupakannya. Lagipula, agar kamu tidak merasa tidak adil, jadi kemarin aku mengadakan kompetisi untuk mereka dan Agus yang menang. Jika hari ini ia menang bertarung denganmu, maka posisi wakil ketua akan diberikan kepadanya dan sebaliknya.

Aku mengangguk dan memandang kearah Agus. Ia dengan percaya diri mengangguk kearahku. Aku tersenyum untuk mengundangnya naik keatas, lalu memandang ia dari atas hingga bawah. Saat aku menyadari Steve tidak ada dan menanyakan keberadaannya. Ekspresi semua teman baik Steve berubah, sedangkan Agus berkata dengan nada rendah. “Orang itu terluka saat pertandingan kemarin. Pastinya karena kemampuanku terlalu baik.”

Mendengar ucapannya, aku terdiam sejenak dan berkata, “Kalau luka kecil, juga tidak perlu sampai tidak mengikuti pelatihan, apakah lukanya sangat parah?”

Anggota tim yang dekat dengan Steve berkata dengan kesal. “Ada orang yang hebat sengaja melukai orang. Beberapa bagian tulangnya patah sehingga harus tinggal di rumah sakit. Lagipula dokter juga bilang tidak diketahui kapan ia akan sembuh.”

Apa? Steve terluka berat? Aku memandang kearah Agus, lalu ia berkata dengan mengerutkan dahi. “Ah, Hengky, bagaimana cara bicaramu? Maksudmu aku sengaja melukai Steve?”

Anggota tim yang bernama Hengky langsung berteriak, “Memang bukan?”

Agus berkata, “Aku memang tidak sengaja melukainya. Kemampuannya saja yang tidak bagus, ditambah tubuhnya lemah.”

Meskipun Agus sama sekali tidak mengakui, tetapi semua anggota memandang tidak senang kepada Agus. Aku tahu kalau Hengky tidak berbohong. Agus pasti sengaja melukai Steve. Alasannya pasti karena hubunganku dengan Steve sangat baik. Hanya saja, kemampuan Agus dan Steve sama-sama baik, mengapa ia bisa memukul Steve hingga luka berat? Tidak hanya seperti itu, kurasa meskipun Agus begitu sombong, tetapi sama sekali tidak mengesalkan, karena setelah aku selesai berpidato, ia yang menepuk tangan untuk pertama kali, kalau tidak bagaimana bisa dalam waktu dua bulan, ia berubah menjadi orang yang begitu jahat dan tidak manusiawi?

Jimmy dengan ekspresi datar berkata, “Sudahlah, apakah kalian ingin membuat konflik dalam tim?”

Seketika sebuah kalimat membuat Agus mereka terdiam. Jimmy memandang kearahku dan berkata, “Kemarin Steve tidak dapat mengendali kemampuannya dengan baik, Agus tidak keburu menahan, jadi tak sengaja melukainya.”

Mengapa aku merasa semakin Jimmy menjelaskannya semakin ada rasa ingin menutupi masalah? Lagipula, Jimmy membantu Agus di hadapan semua orang. Ini sama sekali tidak sesuai dengan sifatnya yang adil. Teringat ini, aku langsung menebak pasti Jimmy yang menyuruh Agus untuk melukai Steve. Agus lebih hebat dari Steve, tidak bisa dipastikan apa yang dilakukan Jimmy.

Teringat hingga sini, aku menahan semua kekesalan. Meskipun aku tidak begitu dekat Steve, tapi aku sangat menyukai anak yang berasal dari pendalaman. Lagipula ia seirng membantuku dan ia benar-benar menganggapku teman, tapi ternyata karena aku, ia menerima sesuatu yang tidak seharusnya.

Aku pelan-pelan berjalan menuju panggung dan berkata kepada Agus. “Kurasa kamu sangat hebat, tolong kamu jaga tangan. Aku baru saja pulih dan tidak ingin kembali ke rumah sakit.”

Setelah aku selesai berbicara, ada beberapa orang yang tertawa. Agus dengan sombong berkata, “Belum bertarung sudah berkata seperti itu, sama sekali tidak seperti pria. Keluarkanlah semua kemampuanmu dan bertarung denganku. Kalau kamu bisa menang, mau kamu membuatku cacat, aku juga tidak akan mengeluh. Begitu juga jika aku menang, kamu janganlah menangis.”

Aku menunggu ia mengatakan ini! Aku memandang Agus dan berkata dalam nada dingin. “Kalau begitu, aku akan bertarung sebisaku. Kamu bilang yang kalah jangan nangis, bukan?”

Agus kira aku takut, setelah mendengar ucapanku, ia baru tahu bahwa aku sedang meremehkannya dan seketika menjadi sangat kesal. Ia berteriak terlebih dahulu, lalu langsung maju, satu tangan menghantam kearah wajahku, satunya lagi kearah perutku. Aku dengan posisi Taichi, lalu menjulur tanganku dan mengembalikan semua serangannya. Saat kepalannya terkembali semua, aku segera berjongkok dan dengan cepat mengarah ke kiri dan menggunakan kekuatan bahu menabrak kearahnya. Di saat yang sama, aku mengubah delapan tinju trigram menjadi delapan tinju ekstrim, sehingga serangan tanganku dan bahuku terjatuh di tubuhnya di saat yang sama. Seketika tubuhnya terbang jauh setelah terkena seranganku dan mundur beberapa langkah.

Agus batuk untuk beberapa kali. Ini mungkin karena aku serangan kedua tanganku terpusat pada dadanya, sehingga sekarang ia dapat merasakan aliran pernapasannya yang naik turun, tidak bisa naik dan tidak bisa turun.

Terdengar suara tepuk tangan yang kencang dari bawah panggung dan semua orang melihat diriku berbeda. Mungkin mereka baru saja menyadari bahwa aku tidak hanya lebih hebat dari John. Aku sama sekali tidak takut bertarung dengan Agus, orang hebat menurut mereka.

Agus membuang ludah ke lantai dan berkata dengan nada dingin. “Hebat juga kamu. Saatnya aku harus mengeluarkan semua tenagaku.”

Aku tidak tahan membalikkan mataku dan memikirkan ini orang begitu sombong. Kalau kamu tidak megeluarkan semua tenagamu, kupikir sekarang kamu sudah jatuh dari panggung ini.

Kakek Ergi melatih diriku secara susah payah. Pelatihan darinya bahkan empat kali lipat dari pelatihan gunung. Berarti pelatihan selama dua bulan, sama sekali melebihi dari pelatihanku disini untuk setengah tahun. Ia bilang dengan kemampuanku yang sekarang, selain Jimmy, semua orang harus menjauh dari dirinya. Agus hanyalah orang biasa, apa yang ia bisa lakukan kepadaku?

Agus menyerang lagi kearahku. Ia berlari dengan cepat, lalu meninju wajahku cepat bagai angin. Tetapi aku dapat mengetahui bahwa ia sedang melakukan gerakan palsu, jadi aku menemaninya untuk berakting dan terdiam disana. Saat tinjuannya sudah mau mengenai tubuhku, tiba-tiba tubuhnya berpindah ke belakangku.

Saat bertarung, menyisakan punggung untuk musuh adalah larangan terbesar. Aku bahkan dapat merasakan kesenangan Agus bagai ia memakai narkoba.

Aku tertawa dingin, lalu dengan cepat berjongkok dan kedua tangan menyentuh tanah sambil mengeluarkan kedua kakiku. Saat ia tidak sadar, aku langsung menendang lututnya. Kedua tangannya masih tetap bergaya seperti ingin meninjuku. Sebelum ia mengembalikan kedua tangannya, tubuhnya sudah terjatuh ke depan terlebih dahulu. Tubuhku berbalik dan punggung menyentuh lantai, lalu saat ia terjatuh, aku mengeluarkan kakiku untuk menendang di bagian antara kedua kakinya. Seketika ia menahan suaranya dan terjatuh di lantai, lalu memeluk tubuhnya karena kesakitan.

Dibawah panggung penuh dengan suara dan aku terdengar seseorang mengatakan, “Alwi ini suka sekali menendang orang bagian itu?”

“Pria ini terlalu feminim, tapi aku tetap suka!”

“Tapi tak kusangka, tidak bertemu dua bulan, kemampuannya meningkat banyak. Aku sekarang sangat menunggu ia bertarung dengan ketua. Aku ingin tahu sekali siapa yang lebih hebat diantara mereka berdua.”

Hatiku tertawa dingin sambil mendengar pembahasan orang-orang. Aku memandang Agus sambil berkata, “Apakah kamu mengaku kalah?”

Agus mengangguk dan minta diriku untuk membantunya bangun. Siapa tahu tiba-tiba tangannya bertenaga, lalu tubuhnya berdiri, dalam seketika aku terbuang jauh olehnya. Ia seera menghantam wajahku. Aku langsung memiringkan wajahku kesamping sehingga tersentuh dikit. Wajahku langsung menjadi panas dan nyeri.

Aku menyampingkan tubuhku, bangun dan menyentuh wajahku, lalu dapat melihat darah pada tanganku.

Darahnya membuat mataku merasa tidak baik. Aku memandang Agus dingin dan menemukan tangannya mengambil sebuah pisau, yang tidak diketahui kapan ia mengambilnya. Ia tertawa dingin dan berkata, “Semuanya adil dalam pertarungan. Alwi, kamu jangan salahkan aku, salahkan dirimu terlalu baik.”

Aku dengan kesal berkata, “Benar katamu. Baik kepada musuh, berarti jahat kepada diri sendiri, jadi selanjutnya aku hanya bisa berbuat jahat kepadamu.”

Setelah selesai mengatakannya, ia lagi-lagi berlari kearahku. Kita sama-sama lompat tinggi dan kedua kaki melayang sambil tendang bersama. Setelah jatuh ke permukaan lantai, ia mundur karena tendanganku. Aku langsung maju dan memegang kencang pergelangan tangannya dengan kedua tanganku, lalu pisau di tangannya jatuh ke lantai. Aku melepaskan salah satu tangannya dan memegang bahunya, lalu menabraknya dengan bahuku. Tubuhnya seketika terangkat olehku dan melayang seputar di langit, lalu terjatuh di lantai dengan cepat. Aku menginjak pinggannya dan mematahkan lengannya. Ia berteriak sakit. Aku sama sekali tidak mendengarnya dan mematahkan lengannya. Aku menarik kedua kaki dan mematahkan dengan keras. Suara kesakitannya membuatku sangat senang.

Penuh suara teriakan dari bawah panggung. Jimmy juga panik lalu berkata, “Alwi, apa yang kamu lakukan?”

Aku berkata, “Apa yang kulakukan? Ia bilang kalau aku mengalahkannya dengan kemampuanku, ia tidak akan mengeluh. Kalau begitu, aku tidak boleh membuatnya kecewa.”

Setelah itu, aku langsung mencekik leher Agus dan menariknya bangun. Kedua tangan dan kakinya tergantung disana. Agus sudah seperti boneka. Ia memandangku penuh ketakutan. Aku berkata, “Kamu yang mencari mati!”

Aku memukul lagi perut Agus. Ia dengan cepat terjatuh dari panggung. Aku lompat untuk lanjut menghantamnya. Ada orang yang ingin menahanku, lalu aku dengan lemparan bahu mengusirnya. Saat ini terdengar suara penuh kekesalan sambil berkata, “Orang gila! Orang gila yang jahat! Mengapa orang yang seperti ia boleh masuk tim?”

Novel Terkait

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Jasmine
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
3 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu