Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 763 Kepala Keluarga Yang

Pesta ulang tahun Cecilia berjalan lancar, tidak ada masalah yang membuat segalanya berantakan, yang ada hanyalah kehangatan dan rasa haru.

Selesai makan, kami pergi ke rumah Aiko yang berada di Hangzhou, saat ini kepalaku sangat pusing, sebelumnya orang-orang memaksaku untuk meminum bir dari mereka, sekarang rasa mabuk itu sudah muncul, aku merasa langkah kakiku seperti terapung.

Aku duduk lemas di atas sofa, disampingku suara lembut Aiko bertanya: "Kamu tidak apa-apa?"

Aku menggelengkan kepala, tersenyum padanya dan bertanya: "Apakah kamu bisa menyeduhkanku air madu?"

Aiko menganggukkan kepala dan berkata: "Tunggu sebentar."

Aku melihatnya pergi, bayangan satu sosok perlahan-lahan menjadi bayangan dua sosok, aku bersandar pada sofa, menutup mataku perlahan, dalam kebingunganku, aku merasa ada orang yang menyuruhku membuka mulut, dengan segera cairan manis yang panas masuk kedalam mulutku, aku tahu bahwa Aiko sedang menyuapiku cairan madu itu.

Aku meminumnya beberapa kali, mengernyitkan alisku, tidak ingin meminumnya lagi, tidak lama setelah itu, aku mendengar sesorang menyuruh untuk memindahkanku kedalam kamar untuk tidur, aku digendong diatas punggung orang menuju ke kamar, berbaring diatas kasur hangat dan empuk, aku mencium bau wangi yang sangat kukenali, aku terbungkus malas dalam selimut, setengah sadar aku menggenggam tangan putih nan lembut itu.

Tangan itu ingin melepaskan diri, aku menggumam: "Kak, maaf......"

Tangan itu tidak bergerak lagi, aku akhirnya juga telah terlelap tidur.

Saat terbangun, aku perlahan membuka mataku yang sayu, di pelupuk mataku terlihat sebuah ruangan asing, aku mengangkat kepalaku, terdengar suara tawa diluar, mendengar seksama, ternyata ibuku dan mereka semua sedang menggoda Cecilia, setiap orang terlihat sangat gembira.

Kamar itu dipenuhi bau arak yang kental, aku melihat jam, dan sudah menunjukkan pukul lima sore, matahari sudah mulai tenggelam, aku memutar leherku, membuka jendela agar udara tersirkulasi, lalu menjemur selimut diluar, baru aku keluar kamar.

Di ruang tamu, Nody dan beberapa orang sedang duduk disana, menggigit kuaci, makan buah sambil mengobrol, ibuku dan Aiko duduk di sofa, Cecilia duduk ditengah-tengah mereka, memegang apel dengan kikuk, orang-orang merasa sangat senang, tertawa bahagia.

Melihatku muncul, mereka semua melihat kearahku, ibuku bertanya: "Sudah merasa lebih baik kah?"

Aku menjawab: "Sudah lebih baik, kalau dari awal aku tahu akan seperti ini maka aku tidak akan minum banyak-banyak."

Ibuku tersenyum dan berkata: "Wajar saja karena senang, minum beberapa gelas itu normal, karena kamu sudah bangun, aku juga harus pergi."

Mendengar hal itu, aku sedikit panik dan berkata: "Ibu, ibu baru sebentar disini dan sudah mau pergi?"

Ibuku menghela napas, aku berjalan menghampirinya, dia menarik tanganku menyuruhku duduk dan berkata: "Ibu sebenarnya juga ingin terus berada di sampingmu menemanimu, tapi kamu juga tahu......"

Dia tidak menyelesaikan kalimatnya, tapi aku mengerti, aku mengerutkan bibirku, menghela napas dan berkata: "Aku akan mengantar ibu."

Ibuku menganggukkan kepalanya, berkata pada Nody dan yang lainnya: "Kalian tidak perlu ikut juga, ada beberapa hal yang ingin kubicarakan dengan Alwi sendiri."

Mereka menurut, aku dan ibuku menuruni tangga, setelah berjalan keluar, aku pergi ke tempat parkir dengan ibu, dan berkata: "Bu, apa yang ingin ibu katakan padaku?"

Ibuku bertanya: "Apakah harus Jessi?"

Aku terdiam, segera aku paham, tidak lagi mengernyitkan alisku, ibuku menghela napas dan berkata: "Aku tahu perasaanmu dengan Jessi, juga tahu bahwa Jessi telah melakukan banyak hal untukmu, tapi...... keluarga Hu tidak semudah itu dihadapi, jika kamu bersikeras menghadapi keluarga Hu, aku benar-benar khawatir kamu tidak bisa mengatasinya."

Berhenti sejenak, dia melanjutkan: "Lagipula kakekmu juga sudah bilang, kamu sebelumnya telah menerima banyak kesulitan, dan kami sebagai saudaramu berhutang banyak, maka, jika kamu bersikeras memperebutkan Jessi dengan Vicky Hu, kami pasti akan sekuat tenaga membantumu."

Awalnya aku mengira ibu akan menyuruhku untuk menyerah, aku merasa sedikit tidak senang, tidak menduga bahwa dia mengucapkan hal ini, ini membuat hatiku lebih baik, diwaktu yang sama aku juga marah pada diriku sendiri, bagaimana bisa aku berprasangka pada ibuku sendiri.

Aku menggelengkan kepalaku dan berkata padanya: "Ibu, tenanglah, aku berani bertarung melawan keluarga Hu, karena aku punya cara untuk membuat keluarga Hu menyerahkan Jessi padaku, ibu dan kakek tidka perlu khawatir. Ibu beritahu kakek, suruh orang tua itu untuk merawat dirinya dengan baik, tidak perlu mengkhawatirkan cucu yang tidak hormat ini, kalau tidak aku akan merasa sangat bersalah."

Ibuku tersenyum dan menganggukkan kepala, berkata: "Baiklah, aku akan berbicara padanya, dia sekarang setiap hari berharap kamu bisa datang ke Beijing untuk bertemu dengannya, dia bilang kamu sudah dewasa tapi sejak dia menjadi kakekmu dia bahkan belum pernah bertemu denganmu, hatinya sedih."

"Aku pasti akan segera pergi ke Beijing, ibu banyak-banyaklah menghibur dia, suruhlah orang tua itu untuk tenang. Oh ya, bagaimana dengan paman?"

"......"

Aku dan ibu mengobrol sangat lama, sampai-sampai langit sudah gelap, kataku dengan enggan: "Ibu, ini sudah malam, kita sudahi saja obrolan ini, ibu berhati-hatilah di jalan."

Ibuku menganggukkan kepalanya, memelukku dan berkata: "Anakku, semangat ya, jika kamu lelah, pikirkanlah kami, keluarga Wei mendukungmu."

"Baiklah." Aku tersenyum, mempunyai keluarga membuatku merasa lebih baik.

Setelah mengantar ibuku pergi, aku naik keatas, setelah masuk aku melihat mereka sedang mengitari sebuah lukisan, aku berjalan menghampirinya, mataku berbinar. Lukisan ini adalah gambar orang, didalam lukisan ada tiga orang, satu laki-laki dan satu perempuan, laki-laki memakai baju cheongsam panjang, terlihat menawan, yang perempuan memakai cheongsam perempuan berwarna merah, menggendong seorang gadis imut yang lucu, matanya penuh tawa, ada kelembutan didalamnya.

Ada rumpun cabang yang mencuat dari atas kepala, penuh bunga persik yang bertumpuk satu sama lain, dan kelopak jatuh dengan lembut, itu jelas tidak bergerak, tetapi semua ini menjadi tampak hidup, tiga orang itu seperti sedang berdiri didepan kamu, bunga persik itu seperti sedang benar-benar terbang, aku seperti bisa mencium semerbak wangi bunga itu.

Aku sedikit terkejut, walaupun tidak mengerti pasal lukisan, aku juga tahu lukisan ini sangat indah, dan orang-orang di lukisan ini, tidak lain adalah aku dan Aiko, juga Cecilia.

Di saat ini, hatiku juga sedikit sedih.

Sebelumnya di waktu ini Cecilia baru saja mengambil foto ulangtahun, hanya saja kami tidak mengambil foto keluarga kami bertiga, aku ingin berfoto, tapi ditolak oleh Aiko, tidak menduga, ternyata mendapatkan sebuah lukisan yang bisa dijadikan 'foto keluarga', melihat dari lukisan itu, orang yang menggambarnya sangat tulus.

Aku melihat keterangan lukisan itu, disana tertulis 'Filosofi Wei' dua kata.

Filosofi? Bukankah itu tulisan kakekku? Jangan-jangan lukisan ini adalah kiriman dari orang tua itu? Memikirkan ini, aku benar-benar menghargai lukisan ini, aku tahu, pasti sangat lelah untuk melukisnya, kakekku sudah lanjut usia, tidak tahu seberapa lama dia melukis ini, pasti setelah selesai melukis ini punggungnya sangat sakit.

Sampai disini, aku terharu dan berkata: "Kakek sangat tulus."

Aiko menganggukkan kepalanya dan berkata: "Bibi berkata tangan tuan Wei sangat pegal setelah melukis ini."

Dia berkata sambil melihat ke sekelilinh, menunjuk satu posisi di dinding: "Aku pikir akan bagus bila digantung di posisi ini, bagaimana menurutmu?"

Aku tersenyum dan berkata: "Aku menurut padamu."

Mata kami beradu, terlihat jelas di matanya bahwa dia juga menyukai lukisan ini, hanya saja aku tidak tahu yang dia sukai adalah gambar dirinya saja atau gambar kami bertiga yang sangat bahagia."

Aku tidak bertanya padanya, dia juga tidak mengatakan apapun, dalam beberapa hal, kami selalu mencoba saling mengerti dan tidak melangkah lebih jauh, meskipun harus percaya pada kebohongan, itu lebih baik daripada mengeksposnya.

Aiko menghindari tatapanku dan berkata datar: "Oh ya, kakek juga mengirimkan barang, tapi diantarkan oleh bibi."

'Kakek' dalam ucapannya itu adalah Ficky Chen, aku sedikit terkejut, wajar jika dia mengirimkan barang, tapi tidak mengira bahwa menyuruh ibuku untuk mengantarkannya, aku tidak bisa menahannya, bagaimana bisa aku tidak sungkan dengan ibuku? Ibuku berhati lembut, bahkan bisa memaafkan perbuatannya dulu, maka dia meminta ibuku untuk mengantarkannya. tapi, aku tidak bisa.

Nody membalas perkataan Aiko dan berkata padaku: "Alwi, tadi bibi juga sudah mengatakannya pada kami untuk berusaha membujukmu, dia berkata bahwa kakek juga punya kata-kata yang tidak dapat dijelaskan, dia sudah memaafkan kakek, menyuruhmu untuk tidak mengingat-ingatnya lagi, atau kamu akan menyesal nantinya."

Aku tidak berkata sepatah kata pun, mereka saling memandang, sangat jelas untuk tidak akan membahas ini lagi, Mondy berkata: "Lagipula ibu benar-benar eksentrik, membuat baju dengan tangannya sendiri, hasilnya sebagian besar diberikan kepada Cecilia, Dudu pun juga hanya mendapat sebagian kecil."

Dudu adalah nama anak laki-laki Sulistio.

Aku yang mendengar bahwa ibuku masih membuatkan baju untuk Cecilia, tersenyum dan berkata: "Oh? Bagaimana buatan tangan ibuku? Perlihatkan padaku."

Aiko segera mengeluarkan baju dan sepatu yang masih rapi itu, ada model dalam empat musim, ukurannya pun juga ada yang besar dan yang kecil, ada sweater, jaket, juga ada rok kecil, setiap bajunya sangat indah, sepatunya ada yang berbahan kain, juga ada yang berbahan wol, semua modelnya sangat lucu.

Aku meraba baju-baju kecil, rongga mataku memerah, teringat saat aku masih kecil, dia pasti juga pernah membuat ini, tapi tidak ada kesempatan untuk memakaikannya padaku, masih baik, anak perempuanku mendapatkan kesempatan ini, seperti tidak tahu kemana lagi kasih sayangnya akan diberikan.

......

Sudah malam, kami dan beberapa orang juga belum pergi, setelah makan dirumah Aiko, mereka pergi ke hotel disekitar rumah Aiko, aku mandi dan berbaring di kasur, aku mengambil kertas gambar dan mulai menggambar cincin, saat ini, Samuel datang ke kamar, memberitahuku bahwa masalah keluarga Yang telah memberikan hasil.

Setelah sebulan, benar-benar sebulan, apakah masalah keluarga Yang benar-benar sudah terselesaikan?

Aku bertanya: "Bagaimana menyelesaikannya?"

"Ayah Larry menanggung semua kesalahan itu, dia dijatuhi hukuman mati, tapi karena keluarga Hu menengahi keluarga Yang, keluarga Yang masih melanjutkan kerjasama dengan atasan, bukan hanya itu saja, Larry juga telah menjadi kepala keluarga keluarga Yang."

Novel Terkait

Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
4 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
3 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
3 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu