Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 497 Pingsan, Kenapa Harus Menganggungnya Sendiri

Aku memeluk Aiko sambil bergegas ke depan. Dia pun bersandar dipelukanku sambil memeluk senapannya. Dia secara akurat menembak mati para bantuan luar yang datang kemari. Sepanjang jalan pun terdapat percikan darah. Ketika kami bergegas keluar, kami bahkan tidak tahu terdapat berapa banyak orang yang telah dibunuh. Sampai di luar, sebuah mobil melaju ke arah kami dan yang mengemudi adalah Jessi.

Mobilnya berhenti di samping kami. Aku memeluk Aiko dan memasukkannya ke dalam mobil. Jessi pun menginjak pedal gas dan mobilnya melaju sangat cepat seperti panah telah dipanah. Dalam pertempuran yang ganas ini, pihak lainnya menderita kerugian yang besar, makannya tidak ada orang yang datang untuk mengejar kami. Dan untungnya adalah sampai kami pergi pun, seluruh Harbin masih dalam kegelapan. Dengan begini, semua kamera tidak dapat menangkap keberadaan jalan kami. Hanya saja aku tiba-tiba kepikiran sesuatu, yaitu ketika aku masuk ke dalam hotel, kamera tersebut pasti telah menangkapku. Dengan demikian, jika rekaman tersebut tidak dihapus, Andreas dan orang-orangnya pasti akan meragukan aku.

Tampak seakan tahu apa yang kupikirkan, Aiko yang terus tidak mengatakan sesuatu pun bertanya, “Apakah ada suatu masalah?”

Aku mengangguk kepalaku, sekalian juga tidak menyembunyikan dari Jessi, aku pun membicarakan kekhawatiranku kepada mereka. Setelah selesai mengatakannya, aku pun menambahkan, “Gini aja deh, kita pergi ke rumah Yanti dulu. Aku akan membiarkannya keluar menyiapkan bala-bantuan untuk kalian. Kemudian, aku akan pergi mengambil rekaman itu, karena aku menggunakan identitas yang kucuri untuk masuk ke hotel itu, makannya tidak perlu khawatir bahwa pihak lain akan menggunakan kartu identitas untuk memeriksa aku.”

Kartu identitasku dari awal telah diserahkan kepada pemilik mobil yang kupinjam ini, dan kartu identitas yang aku gunakan ketika tinggal di hotel adalah identitas yang kucuri ketika aku sedang mencuri ponsel. Karena hotel sekarang tidak akan memperhatikan dengan teliti apakah kartu identitas seseorang dengan orang yang aslinya adalah sama atau tidak, makannya aku berhasil lewat dengan menipu. Asalkan aku dapat menghapuskan informasi rekaman tersebut, maka mereka pun tidak akan tahu bahwa itu adalah aku. Dan selama mereka tidak mengetahuinya, aku pun dapat terus menyelesaikan tugas dan rencanaku."

Jessi sedikit tidak menduganya. Melalui kaca spion belakang, aku pun dapat melihat dia mengangkat alisnya dan dengan senyuman tipis berkata, “Sungguh tidak menyangka bahwa kamu sampai sekarang pun masih memikirkan tugas dan rencana sendiri.”

Aku tersenyum dan berkata, “Ada apa ya? Apakah kamu merasa bahwa aku terus maju kedepan, sangat bertanggung jawab dan juga dapat berpikir sangat jauh. Aku sudah berubah menjadi dewasa dan memiliki daya tarik, kah?”

Jessi sekilas menatapku tidak berdaya. Aku awalnya ingin mengatakan “Dewi yang judes pun bisa menggemparkan seluruh kota tersebut". Tetapi ketika aku kepikiran Aiko yang masih terluka dan berada di rangkulanku, aku pun tidak jadi mengatakannya. Aku melihat lagi keringat yang berada di dahinya Jessi dan seketika teringat masalah cedera serius yang diterimanya. Hatiku pun merasa gelisah dan aku berkata: "Jessi, hentikan mobilnya di sebelah. Kamu dan Aiko bersama-sama duduk di belakang dan saling menjaga. Merawatnya. Aku akan membawa kalian ke rumahnya Yanti."

Jessi dengan lembut berkata, “Tidak perlu, aku masih dapat menahannya.”

“Jangan. Kamu juga tidak melihat raut wajah,” kataku dengan cemas.

Jessi dengan muram berkata, “Jangan. Bahkan jika mobilnya berhenti, kamu pun juga harus turun dari mobil. Yang kamu katakana itu benar, bahwa kamu sekarang pun belum sepenuhnya terbongkar. Kamu bahkan dapat sepenuhnya berpura-pura tidak terjadi apa-apa dan terus melanjutkan menjadi agen rahasia, menyelesaikan tugas-tugas di atas, dan juga menyelesaikan rencanamu untuk membersihkan tuduhan atas ayahmu. Makannya kamu tidak perlu mengkhawatirkan aku. Jika aku berkata aku dapat menahannya, maka aku pasti dapat menahannya. "

Ketika kami berdua berakhir di jalan buntu, Aiko mengambil ponselnya dan menyodorkannya kepadaku sambil berkata, “Panggilan dari Nody.”

Aku pun segera menekan tombol menerima, dari dari ujung telepon sana dapat terdengar Nody yang sedang bertanya. “Alwi, kamu baik-baik saja, kan? Bagaimana situasinya sekarang?”

Kataku, “Aku telah menyelamatkan Jessi, tapi si Aiko telah tercedera. Kakinya telah tertembak dua peluru dan Jessi juga perlu menginap di rumah sakit. Aku baik-baik saja, kalian tenanglah.”

Nody dengan suara rendah berkata, “Aiko dan nyonya besar tercedera? Kamu harus berhati-hati dan jaga mereka baik-baik. Oh iya, aku menelepon karena ingin memberitahumu bahwa Chick baru saja telah menghancurkan semua rekaman di pemandian panas yang kamu berada itu, termasuk daftar check-in orang-orang di dalam komputer tersebut.”

Aku sangat gembira dengan ketidak-dugaan ini dan bertanya, “Beneran atau bohongan?”

“Tentu saja beneran. Ini adalah masalah besar, apakah aku masih bisa menipumu?” Nody pun mengatakannya sambil tertawa.

“Untung saja. Aku baru kepikiran untuk kembali dan mengambil rekaman itu. Tolong bilang terima kasih ke Chick dan bilang saja bahwa lain kali aku akan memperkenalkan gadis yang cantik untuknya.” Aku dengan gembira mengatakannya, kemudian berkata kepada Jessi, “Jessi, apakah kamu sudah mendengarkannya? Sekarang sudah boleh menghentikan mobil di sebelah dan membiarkanku menyetirkannya, ya?”

Jessi mengangguk kepalanya dan aku pun bilang kepada Nody bahwa aku akan mematikan teleponnya. Dia pun berkata baiklah dan membiarkanku untuk harus meneleponnya jika ada masalah yang diperlukan. Walaupun dia tidak dapat terbang kemari untuk membantuku, setidaknya dapat membantu untuk memberikan saran kepadaku. Aku pun mengatakan baiklah dan ketika baru akan mematikan teleponnya, dia lagi-lagi memberitahuku sebuah‘kabar gembira’, yaitu si Alwi palsu terlihat sudah tidak disukai lagi. Ricardo Song telah menemukan seseorang untuk membantunya mengurus setengah kekuatan di Nanjin. Kelihatannya Claura sebelumnya tidak menipuku. Ricardo Song demi ‘menenangi’ amarahku, beneran telah menghukum si Alwi palsu itu.

Setelah mematikan teleponnya, aku dan Jessi pun mengganti tempat duduk kita. Aku sambil menyetir mobil, sambil menggunakan ponselnya Aiko untuk menghubungi nomor ponselnya Yanti. Yanti pun dnegan cepat mengangkat panggilannya dan aku pun berkata, “Ini aku. Yanti, tolong bantu aku. Aku akan membawa dua temanku kesana. Tolong biarkan Diksan dan Vika bantu mengawasi di dekat rumahmu.”

Yanti pun segera mengatakan, “Apakah dua temanmu itu adalah perempuan?”

Aku pun segera menjadi waspada dan bertanya bagaimana dia bisa mengetahuinya. Dia pun berkata, “Aku barusan menerima informasi bahwa kakek Andreas telah menerima cedera yang parah. Salah satu wanita yang dia tangkap telah kabur dan juga ada dua orang yang membunuh anak buahnya kakek Andreas. Aku pun menebak bahwa itu pasti adalah kalian.”

Aku pun belum selesai mengatakannya. Kepalaku dnegan cepat sedang berputar, dan mempertimbangkan apakah Yanti telah menjual kami. Diantara aku dan Andreas, siapakah yang akan dipilihnya?

Pada saat ini, seakan tahu apa yang sedang kupikirkan, Yanti pun berkata, “Kamu jangan salah mengira, aku tidak memiliki maksud yang lain. Hanya saja suamiku baru saja meninggal dan rekan jahatnya dari waktu ke waktu datang ke sini. Disini tidak terlalu tenang, makannya aku tidak menyarankan kalian untuk datang kemari. Aku akan membiarkan Vika untuk membawa kalian ke rumah yang disewanya. Disana tempatnya terpencil, orangnya lebih sedikit dan juga tenang. Kamu tenang saja, kalian pasti akan aman disana.”

Aku pun memikirkannya dan berkata, “Terima kasih Yanti.”

Walaupun hatiku tidak sepenuhnya memercayai Yanti, bagaimana pun juga karena Lili, aku pun selalu memiliki opini lain mengenainya. Tetapi sebelumnya, dia mengambil inisiatif untuk memberi tahuku mengenai kondisi ruamahnya Andreas, supaya aku dapat menghindari dari dari berbagai hal yang merepotkan, makannya aku masih memiliki rasa sedikit berterima kasih dan mempercayainya. Ditambah dengan kondisi Jessi dan Aiko yang buruk. Jika mereka nginap di rumah sakit, dengan kemampuannya Andreas, akan sangat mudah untuk menemukan mereka. Makanya aku memutuskan diri untuk sekali lagi mempercayai Yanti. Lagi pula, di tangan kami juga terdapat pistol. Jika Yanti benaran ingin mempermainkan dan menyergap kita, itu akan menjadi masalah besar.

Dengan demikian, Yanti pun memberikan alamat rumahnya Vika kepadaku dan mengartikan bahwa Vika akan segera kesana untuk menyambutku.

Setelah mematikan teleponnya, aku pun ke tempatnya Vika melalui GPS ponselku. Tempat sewa yang ditinggalnya adalah sebuah desa yang tua. Desa ini terdapat di pinggiran kota dan termasuk sunyi. Ketika aku mengendarai mobil dan sampai di sana, Vika dan Diksan pun sudah menunggu di sana.

Aku pun memencet klakson mobil sambil megarah ke mereka. Vika pun membiarkan Diksan melihat dari depan pintu. Dia pun membuka pintu mobil, duduk disebelah setir pengemudi dan berteriak “Kak Reino” sambil memberitahuku bahwa rumahnya berada di gedung 13 nomor 605. Setelah selesai mengatakannya, dia pun membalikkan kepalanya dan melihat Aiko dengan Jessi. Tidak melihat juga tidak masalah. Seketika melihat, akan langsung tertarik oleh dua orang ini. Hanya saja setelah melhat cedera kakinya Aiko, wajahnya pun sekilas terlihat ketakutan dan panik. Dia pun mengangguk kepalanya kearah mereka, tersenyum dan tidak mengatakan apa-apa.

Mobilnya pun dengan cepat sampai di bawah rumahnya Vika. Aku memeluk Aiko dan berkata kepada Jessi, “Jessi, kamu tunggu ya. Aku sebentar lagi akan kemari untuk menggendongmu ke atas.”

Jessi tidak marah dengan pilihanku untuk menggendong Aiko ke atas duluan. Bagaimana pun juga, kondisi Aiko lebih serius, setidaknya dari luar terlihat begitu. Dia pun berkata, “Cepatlah pergi. Kamu tidak perlu mengkhawatirkanku. Aku baik-baik saja. Aku bisa ke atas sendirian.”

Aku pun dengan gila berlari ke lantai enam dan membuka pintu dengan kunci yang diberikan Vika kepadaku. Setelah pintunya dibuka, aku meletakkan Aiko di atas ranjang. Ketika aku keluar, tiba-tiba ada cahaya yang masuk dari luar. Ternyata ini adalah cahaya dari rumah orang lain. Pasti biro sumber daya listrik yang akhirnya memperbaiki sistem sumber daya listriknya.

Ketika memikirkannya disini, aku pun menyalakan lampunya dan dengan cepat berlari ke lantai bawah. Ketika aku sampai di lantai bawah, aku pun melihat sebuah adegan yang membuatku panik. Yaitu si Jessi yang sudah tergeletak di lantai. Vika pun terlihat bingung disebelah. Ketika dia melihat aku datang kemari, dia pun dengan cepat berkata, "Kak Reino, nyonya ini tiba-tiba pingsan. Aku takut akan mengganggu tetangga saya, makannya tidak berani meneriaki namamu. Apa yang harus kulakukan?"

Aku pun berjalan kesana dan menggendong Jessi, tanpa mengatakan apapun dan langsung berjalan ke atas. Setelah naik ke atas, aku pun meletakkan Jessi di sebelahnya Aiko. Aiko pun mengerutkan alisnya dan bertanya, “Ada apa dengan Jessi?”

“Aku tidak tahu. Dahinya sangat panas, tubuhnya juga terasa panas. Kemungkinan dia sedang demam. Ini salahku, malah tidak menyadari kondisinya telah memarah hingga tingkat ini!”

Jessi sangat jelas terlihat tidak sehat, tapi demi tidak mencemaskanku, dia dalam sepanjang jalan terus bersikap tenang, berusaha menopang tubuhnya agar tetap tersadar. Aku sungguh bodoh dan malah sekarang baru menyadarinya.

Melihat ekspresi sakitnya Jessi dengan kepalanya yang bercucuran dengan keringat dan alis yang berkerut. Aku pun menyalahkan diriku sendiri. Jika aku telah menyadarinya dari awal, apakah dia tidak akan begitu sesakit ini?

Aiko pun berkata, “Sekarang bukanlah waktu untuk merasa sakit hati. Dia sudah demam dan kita harus segera menangani suhunya. Tolong gadis ini pergi membelikan obat demam untuk temanku ini. Tentu saja akan lebih baik jika kamu bisa mengundang dokter kemari.”

Tentu saja perkataan ini dituju kepada Vika. Vika pun segera berkata, “Aku akan pergi mencari dokter. Tapi kakimu, apakah beneran tidak perlu ke rumah sakit untuk menanganinya?”

Aiko pun berkata, “Tidak diperlukan. Aku sendiri bisa menanganinya.”

Aku pun memikirkannya dan berkata, “Vika, kamu tolong pergi masak air untuk kakakku dan meletakkan pisau kecil ke dalam air untuk menawarkan racunnya. Aku akan pergi ke apotik untuk membeli perban dan juga obat reda demam, peradangan sejenis ini.”

Vika pun mengangguk kepalanya dan segera pergi. Aku pun sekilas melihat Aiko, dia seakan tahu apa yang akan kukatakan dan berkata, “Kamu tenang saja, aku bisa menjaga diriku sendiri. Aku juga akan menjaga Jessi, jadi kamu pergilah dengan tenang.”

Aku pun berkata baiklah dan kemudian berjalan keluar. Aku pun tiba di depan pintu desa tersebut. Diksan yang melihatku, membungkuk dan berteriak “Kak Reino”, aku pun membiarkannya untuk memberikanku ponselnya, kemudian menggunakan ponselnya untuk menghubungi nomor ponselnya Kimi, dimana sama saja dengan membongkar keberadaan mereka. Dia pasti akan sangat marah. Saat waktu itu tiba, dia pasti tidak akan menyelamati Jessi dan Aiko.

Karena itu aku telah lama menahannya.

Setelah Kimi mengangkat teleponnya, tanpa menungguku mengatakan sesuatu, dia pun bilang, “Kamu tidak perlu mengatakannya. Aku tahu kondisimu. Orang-orangku juga telah memberitahuku. Sekarang aku sudah mengutus orang kesana. Dokter yang bernama Jeremy itu adalah muridku. Dia akan membawa semua peralatan pengobatan dan juga asistennya, jadi kamu tenang saja. Mereka berdua pasti akan baik-baik saja. Selain itu, Jeremy itu adalah director sebuah rumah sakit swasta disini dan para asistennya juga merupakan orang-orang kami, jadi kamu tidak perlu khawatir bahwa orang-orang Andreas akan melacak mereka melalui orang-orang ini.”

“Paman kimi, terima kasih.” Aku pun berbisik dan merenungkan di hati bahwa urusanku malah telah berada di pengawasan mereka. Jangan katakana bahwa orang-orang mereka telah terus mengikutiku. Jadi mengapa orang-orang itu tidak membantuku ketika aku sedang dalam bahaya? Apakah mereka takut akan terbongkar?

Tidak peduli lah, masalah ini bukanlah masalah yang perlu kupertimbangkan sekarang. Ketika aku akan mematikan teleponnya, Kimi pun tertawa dan berkata, “Satu lagi, aku ingin berminta maaf denganmu.”

Novel Terkait

More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
4 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
5 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
5 tahun yang lalu
Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
4 tahun yang lalu
Cinta Di Balik Awan

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Jasmine
Percintaan
4 tahun yang lalu