Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 312 Aku akan Mengunggumu Dimanapun Kamu berada

Sungguh tidak disangka bahwa Jessi adalah tunanganku. Walaupun masalah dijodohkan saat masih bayi sudah dari awal menjadi bahan lelucon bagi banyak orangtua. Aku juga tahu bahwa setelah kecelakaan ayahku, keluarga Song tidak tidak pernah lagi menanggapi perkawinan ini di hati mereka, tapi di dalam hatiku, hubungan kami berdua karena pernikahan yang rumit ini dalam sekejap pun menjadi berbeda.

Dan mengenai masalah pertunangan kita, apakah Jessi juga mengetahuinya?

Disaat ini, ponselnya Aiko berbunyi. Dia sekilas melihat ponselnya dan dengan datar berkata, “Alwi, akju pergi keluar untuk mengangkat telepon.”

Aku mengangguk kepalaku. Aiko pun mengambil ponselnya dan berjalan keluar. Wolf Wang sesaat mendorongku, berbisik sambil bergosip, “Si bocah ini, jangan bilang bahwa kamu sedang memikirkan pertunanganmu dengan Jessi, kan? Menyerahlah. Ayahnya saja memandang rendah dirimu, mari kita jangan menjadi orang bodoh. Walaupun nyonya Jessi itu bagus, tetapi menurutku Aiko-lah yang lebih cocok denganmu. Itu benar. Selain itu, perjodohan saat kecil itu tidak mungkin bisa terjadi, kan?”

Aku segera berkata, “Siapa yang bilang belum tentu terjadi, hah? Asalkan aku menginginkannya, pasti akan terjadi.”

Setelah mendengarkan perkataanku, matanya Wolf Wang pun membesar dan lanjut bergosip. “Jadi bagaimana dengan Aiko?”

“Aku ingin mereka berdua,” kataku.

Martin yang sedang minum air pun telah mendengarkan perkataan ini. Dia pun muncrat ke wajahku dan berkata, “Anak muda itu suka bermimpi ketika mereka masih kecil. Paman Martinmu ini ketika masih muda juga pernah bermimpi demikian. Kemudian, mimpi inipun telah diputuskan oleh tantemu.”

Mendengarkan perkataan ini. Wolf Wang pun tertawa terbahak-bahak. “Aku berbeda dengan kalian. Aku semenjak bertemu dengan istriku, langsung berjanji bahwa walaupun wanita lain telanjang di hadapanku, aku sama sekali tidak akan tertarik,” kata nya.

Martin memonyongkan bibirnya dan berkata, “Bukankah itu karena kecantikan kakak ipar tidak berubah? Wanita tercantik nomor satu di Yancheng telah dimiliki olehmu. Wanita mana yang berani memalukan dirinya untuk pergi telanjang di hadapanmu, kan?”

Mendengarkan perdebatan mereka, aku pun tidak dapat menahan diri dan tertawa. Pandanganku pun jatuh ke Aiko yang sedang bertelepon di luar. Aku dengan lemah berkata, “Aku tidak seperti kedua paman yang setia dengan hubungannya. Bagian ini aku mengakuinya, tapi aku berpikir ini adalah penderitaan yang manis. Jika ingin menyalahkan, salahkan dewa yang memperlakukanku dengan sangat baik, dimana pada waktu bersamaan mempertemukanku dengan tiga wanita yang sempurna. Aku pun tidak ingin kehilangan salah satu dari ketiga wanita ini tersebut.”

“Apa? Tiga?” kata Wolf Wang dan Martin secara bersamaan dengan wajah yang terkejut.

Karena takut air liur mereka akan muncrat ke fotonya Jessi, aku pun segera mengambil album tersebut dan meletakkannya disebelah. Martin mengangkat kacamatanya dan berkata, “Sungguh buruk. Si bocah ini, aku mengira bahwa kamu ini duduk saja dan menikmati kebahagiaan satu orang. Aku tidak menyangka kamu ada ti…tiga orang loh! Apa maksudmu hah?”

Wolf Wang pun mengulurkan tiga jarinya dan berkata, “Tiga loh. Astaga Alwi, ketiga wanita ini tidak hanya mengetahui keberadaan satu sama lain, juga mengetahui isi pikiranmu, kah?”

Aku mengangguk kepalaku dan lanjut untuk membalikkan ke halaman berikutnya. Di halaman belakang album tersebut, hanya terdapat selembar foto saja. Di foto tersebut, Jessi sedang berdiri di depan pesawat, angina besar meniup sehingga membuat rambutnya berantakan, namun tidak membuat wajah cantiknya berkerut.

Aku pun mengelus pipinya yang cantik itu, mengambil ponselku dan berkata kepada Wolf Wang dengan menunduk kepala, “Tidak salah lagi. Mereka pun sudah mengetahuinya. Aku pun tidak dapat membohongi dan menyembunyikannya dari mereka.”

Wolf Wang dan Martin saling bertatap-tatapan. “Alwi ah, ginjalmu… kamu parus harus baik-baik menebusnya ya,” kata Wolf Wang.

Setelah mendengarkannya, hampir saja pantatku terpeleset dari sofa. Aku dengan canggung memandang Wolf Wang dan berkata, “Makasih untuk perhatiannya Paman Wang. Kamu tenang saja, aku pasti akan makan lebih banyak obat kuat.”

Saat itu juga, ponselnya pun tiba-tiba terhubungi. Kemudian aku mendengar suara lembutnya Jessi. Dia bertanya, “Apa obat kuat?”

Wajahku pun sesaat memerah, dengan ambigu berkata, “Ti…tidak ada apa-apa.”

Ponselnya menyalurkan ketawa Jessi yang lembut. Aku selalu berpikir bahwa wanita yang bijak ini pasti dapat menebak sesuatu. “Sudah terima barangnya? “ tanya Jessi.

“Sudah menerimanya. Makasih ya Jessi,” kataku.

“Apakah kamu sudah menganggapku sebagai orang asing, kah?” kata Jessi dengan lembut.

Aku pun tersenyum dan bertanya, “Mengapa kamu bisa bertanya demikian?”

“Jika tidak, mengapa kamu selalu mengucapkan kata ini dali mulutmu? Jelas-jelas kamu tahu aku tidak menyukainya,” kata Jessi dengan lembut.

Mendengar ini, hatiku pun penuh dengan perasaan manis. Aku pun berbisik, “Jadi apa yang ingin kamu dengarkan?”

Dia tertawa dan tidak mengatakannya. Aku pun sekilas melihat Wolf Wang dan Martin sedang menguping. Aku berpikir bahwa kedua bocah berumur ini semakin tua, semakin suka bergosip.

Aku pun mengambil ponselku dan pergi kesebelah. “Aku merindukanmu,” bisikku.

“Bocah ini sungguh hebat, sedikit pun sudah lulus,” kata Jessi dengan lembut.

Hatiku pun terasa semakin manis karena aku tahu bahwa maksud Jessi adalah dia ingin mendengar perkataan ini. Aku pun memanggil keberanianku dan bertanya, “Jessi, bagaimana denganmu? Apakah kamu kangen aku?”

Jessi pun terdiam sesaat. “Kangen, “ katanya.

Aku pun menarik napas sedalam mungkin, memandang keluar dan berkata, “Walaupun sekarang bukanlah musim bagi bunga untuk mekar di jalanan, tapi aku tetap ingin mengatakannya. Ratuku, cepatlah balik ke sisiku.”

Jessi dengan lembut berkata, “Alwi.”

“Hmm?”

“Aku akan menunggumu.”

Tiga kata yang sederhana ini membuat hatiku terasa seperti terbakar oleh api dan segera menjadi hangat. Aku mengelus cincin yang diberikannya dan berkata, “Aku mungkin akan membuatmu menunggu sangat lama.”

“Tidak akan lama punya, “ kata Jessi sambil tertawa kecil.

Aku tidaki dapat menahan diri untuk tertawa dan mengingat betapa licik dirinya seperti seekor rubah. “Aku ingin menanyakan sesuatu hal denganmu. Umm… yaitu mengenai pertunangan kita ketika kita masih bayi… apakah kamu mengetahuinya?” tanyaku.

Jessi dengan lembut berkata, “Iya.”

Mendengarkannya, sesaat aku pun tertegun dan berkata, “Ta..tapi mengapa kamu tidak mengatakannya denganku? Jika dari awal aku tahu bahwa kamu adalah tunanganku, aku... aku pasti…”

Aku pun menyadari bahwa ketika aku berbicara dengan Jessi, aku pun mau tidak mau menjadi gugup. Jessi tiba-tiba tertawa dengan rendah dan bertanya jika aku mengetahuinya, apa yang akan terjadi? Apakah dia berani berbuat sesuatu?

Aku mengusap hidungku dan menelan ludah. Aku ingin bilang bahwa aku akan menggendongnya ke ranjang, tapi ketika memikirkan kemampuannya yang hebat itu, aku pun merasa lebih baik aku memilih untuk terdiam saja. Jadinya, aku tidak ada nyali berkata, “Bagaimana mungkin aku berani berbuat sesuatu dengan nyonya Jessi, kan? Aku hanya…umm..setidaknya aku akan tahu bahwa kamu milikku.”

Jessi tidak mengatakan apa-apa. Aku pun menarik napas sedalam-dalamnya. Aku berpikir mungkin dia tidak peduli dengan masalah pertunangan ini. Hatiku pun sedikit kecewa, tapi aku juga dapat memahaminya. Lagian pula, di dalam dunianya, aku yang dulu tidak berada dalam dunia yang sama dengannya. Bagaimana mungkin dia akan mengakui bahwa aku adalah tunangannya, bukan?

Ketika aku ingin berminta maaf atas pikiranku tersebut, siapa yang akan sangka bahwa Jessi tiba-tiba membuka suara dan berkata, “Supaya tuan-ku yang imut Alwi tidak berpikir sembarangan, mungkin aku sebaiknya menjelaskan sesuatu kepadamu sekali, tapi aku hanya akan mengatakan masalah ini sekali saja, jadi kamu harus mendengarkan baik-baik ya.”

Aku mau tidak mau pun menjadi serius, seperti seorang murid yang sedang mendengari ajaran gurunya. “Bu Jessi, tolong jelaskan,” kataku seakan sedang menaggapi masalah ini dengan serius.

Jessi dengan lembut berkata, “Aku tahu bahwa aku memiliki calon suami ketika masih kecil. Ibuku berkata bahwa walaupun dia belum datang ke dunia ini, tapi dia ada di dunia lain dan pastinya seperti sebuah permata yang bersinar. Dia akan menjadi selucu dan sekuat ayahnya, akan menjadi tulus dan lembut seperti ibunya dan dia akan menjadi pria terlayak di dunia ini. Kemudian, ayahku memberitahuku bahwa laki-laki itu masih hidup. Dia memintaku untuk menyelamatkan hidupnya, juga melunasi cintanya. Pada waktu bersamaan, pernikahan dari kedua keluarga tersebut akan dibatalkan. Tapi, dalam hatiku muncul sebuah ide bahwa jika dia benar-benar semenarik seperti kata ibuku, aku pasti akan memilihnya.”

Aku dengan terkejut bertanya, “Kenapa?”

Jessi pun tertawa dan berkata, “Iya, mengapa demikian? Mungkin karena ayahku memilihkan tunangan yang tidak aku cintai, yaitu Jimmy Su. Meskipun aku tidak akan benar-benar menikahi pria itu, tapi aku tahu bahwa ayahku membiarkanku bertunangan dengan orang seperti itu untuk tugasnya. Nantinya, aku juga akan menikah dengan para putra orang bangsawan demi keuntungan keluargaku. Namun, aku akan mengatakannya kepadamu bahwa aku sama sekali tidak tertarik dengan orang-orang ini dan orang-orang biasa pun tidak akan lewat dari mataku. Makannya aku berpikir untuk memilih pria yang menarik, juga yang dapat membuat kesal ayahku, untuk dijadikan sebagai setengah belahan jiwaku, dimana didalam terdapat harapan dan masa pemberontakan.”

Aku tidak dapat menahan diri dan tertawa. Aku tidak menyangka bahwa dewi Jessi kami sewaktu-waktu akan bertindak berdasarkan dorongan hati. Aku pun teringat pertemuan pertama kami. “Mengecewakan, bukan? “ kataku.

Jessi sebaliknya berkata, “Sedikitpun tidak mengecewakan. Apakah kamu telah lupa apa yang telah kukatakan kepadamu sebelumnya? Mungkin awalnya kamu rendah diri, namun juga unik. Yang terpenting adalah aku pada akhirnya berhasil menarik perhatianku. Memilihmu sebagai priaku, aku tidak merasa rugi dan bukan bertindak berdasarkan dorongan hati. Aku memilihmu, bukan ingin memuat ayahku kesal, bukan karena tunangan yang sebelumnya, melainkan karena aku telah menyukaimu.”

Aku dengan manis berkata, “Dewi Jessi kami senyaman angina yang bertiup ketika dia sedang membicarakan mengenai percintaan.”

Jessi pun tersenyum seperti seekor kucing malas yang sedang meregangkan tubuhnya. “Aku memilihmu bukan karena kamu memiliki hubungan mengenai tunangan ini, makannya aku tidak membahas masalah ini. Dan juga, aku tahu bahwa kamu akan menanggapi serius masalah pertunangan ini, tapi aku tidak ingin kamu terikay mengenai yang namanya tunangan. Jika aku menginginkanmu, aku akan membimbingmu kepadaku dengan cara yang adil. Ini adil bagimu, bagiku dan bagi kedua orang tersebut, dan bahkan akan adil bagi gadis ke empat, ke lima yang mungkin akan muncul.”

Mendengar perkataan ini, hatiku pun tergerak dan juga merasa bersalah. Aku tidak menyangka bahwa Jessi telah mempertimbangkannya dengan hati-hati. Dia dari mulutnya bilang bahwa dia ingin memonopoli aku, tapi dia tidak akan menggunakan cara keji seperti menculik aku, karena dia adalah Jessi, yang berdiri diatas bahu para raksasa, yang tidak masuk akal sempurnanya, yaitu Jessi.”

Jessi dengan pelan berkata, “Ya sudah, yang seharusnya dikatakan sudah selesai kukatakan. Alwi, rajin-rajin lah. Aku masih dengan perkataan yang itu, aku akan menunggumu, dimanapun kamu berada.”

Novel Terkait

Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
3 tahun yang lalu
Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu