Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 282 Penghargaan

Setelah tiba di hotel, aku bertanya kepada staf hotel, apakah kamarnya sudah diatur sesuai dengan keinginanku?

Pelayan dengan segera berkata sudah selesai, kemudian membawaku ke kamar presiden dilantai paling atas. Kamar presiden dibagi menjadi ruang tamu dan kamar tidur, ruang tamu adalah ruang penonjolan kecil, gaya eropa yang bermartabat dan elegan, ada rasa aristokrasi dimana-mana. Pada saat ini, seluruh kamar dipenuhi bunga mawar, diatasnya ada balon berbentuk hati, dan ada makanan ringan dan buah-buahan diatas meja, dan anggur merah yang ditempatkan dilemari kaca. Makan malam yang romantis itu berada direstoran hotel dilantai bawah, aku sudah menyewa seluruh restoran, dan juga mengundang pemain musik untuk bermain musik ke Aiko, ini semua untuk memberinya sebuah malam yang sempurna.

Aku memandangi kamar itu dengan rasa puas, dan menuju kearah restoran. Dengan segera menelefon Aiko, lalu bertanya padanya apakah sudah selesai, dan berkata bahwa aku akan pergi menjemputnya, dan siapa tahu dia malah berkata tidak perlu, dan menyuruhku untuk menunggunya disini, lalu berkata bahwa dia akan datang sendiri kesini. Aku tahu bahwa dia akan berdandan dengan luar biasa, juga pasti ingin memberiku kejutan, jadi aku juga tidak bersikeras, dan malah dengan semangatnya menunggu ‘kedatangannya’ di dalam restoran.

Langit sudah mulai gelap, aku dengan cemas menatap jam tangan yang ada ditanganku. Pada saat ini, pintu restoran terbuka perlahan, kemudian, aku mendengar seruan terkejut, aku mengangkat pandanganku dan menatap kearah pintu dan kemudian tidak bisa menggerakkan pandanganku lagi. Aku melihat Aiko yang berdiri didepan pintu, rambut panjangnya yang lembut dan bergelombang, gelombang rambut yang besar dan lembut itu terlihat sangat nyaman, membuatnya terlihat lemah lembut dan menawan. Dia berdandan dengan tipis dan mengenakan gaun panjang yang menunjukkan dadanya, dengan bunga-bunga putih bersulam diatasnya, dilihat dari kejauhan, dia benar-benar seperti peri dalam bunga yang bersih dan elegan.

Aku melihat semua orang menatapnya dengan terkejut, bahkan pelayan itu lupa untuk mengambil mantel dari tangannya, dan hanya berdiri disana dengan bodoh. Aku berdiri, dan terbatuk pelan, lalu semua orang tersadar. Restoran dengan lampu yang terang tiba-tiba redup dan hanya menyisakan satu lampu diatas kepalaku. Aku berjalan perlahan menuju Aiko, di setiap langkahku, dua lampu akan menyala diatas kandil mawar dikedua sisi, dan ketika aku sudah sampai dihadapannya, sebuah lampu mawar terbentuk.

Aiko berdiri disana, menatapku dan tersenyum berkata: “Maaf, aku terlambat.”

Aku menggelengkan kepala, berkata: “Selama kamu bersedia untuk datang, tidak peduli seberapa telat itu pun tidak akan termasuk terlambat.”

Sambil mengatakan, aku memegang tangan Aiko , lalu pergi ke meja makan bersamanya. Aku menarik kursinya dan setelah dia duduk, aku kembali ke tempat dudukku, memandangnya kemudian berkata: “Kak, kamu sangat cantik, berpakaian apapun tetap cantik, ketika memakai cheongsam terlihat anggun dan bermartabat, ketika memakai rok panjang terlihat mempesona dan cantik.”

Aiko tersenyum padaku dan berkata: “Mulutmu sangat manis.”

Aku melihat pelayan yang mendorong kereta makanan, dan memastikan bahwa dia tidak bisa mendengar percakapan kami, lalu dengan suara kecil berkata: “Tetapi aku pikir bahwa saat kamu terlihat sangat cantik, itu pasti disaat ketika tidak mengenakan apapun.”

Sebuah kalimat itu langsung membuat leher Aiko memerah sampai ke telinga, dia menatapku dengan mempesona dan berkata: “Lihat bagaimana aku membereskanmu nanti.”

Aku menjilat bibirku, memandangi bibir merahnya yang indah, lalu berkata: “Malam ini, mendengarkan semua perkataanmu, kamu ingin bagaimana membereskanku, maka seperti itulah membereskanku.”

Aiko menurukan pandangannya, tetapi tidak bisa menyembunyikan air yang berkilauan dibawah matanya, aku memandangnya, hanya merasakan gelombang emosi.

Pada saat ini, pelayan itu datang mendorong kereta makanan. Dia meletakkan dua steak didepan kami, lalu membuka sebotol anggur merah untuk kami, dan setelah menuangkannya, berkata: “Tuan, silahkan menikmati.”

Aku menganggukan kepala, pelayan itu menatap Aiko dengan enggan, dan kemudian pergi dengan perlahan. Setelah dia pergi, aku menjepretkan jariku ‘klik’, Aiko menatapku sambil tersenyum dan berkata: “Masih ada trik apa lagi?”

Aku berpura-pura tertekan dan berkata: “Kamu bahkan memanggil maksud baikku untuk menyenangkanmu sebagai ‘trik’, kamu benar-benar melukai hatiku.”

Setelah Aiko mendengarkan itu, dia tersenyum dan berkata dengan lembut: “Baiklah, aku meminta maaf padamu, okay?”

Aku menyeringai, berkata ini baru lumayan. Pada saat ini, sebuah tim pertunjukkan mendatangi kami, dia memberi hormat kepada kami, dan memulai permainannya, aku mengangkat gelas dan berkata: “Kak, aku bersulang padamu, bersulang atas pertemuan kita.”

Aiko mengangkat gelasnya dan berkata dengan datar: “Bersulang atas pertemuan kita.”

Mengangkat gelas, menyentuh gelas, Aiko dengan pelan meminum setenguk anggur. Ketika dia meminum anggur, matanya sedikit menyisip, dan itu terlihat sangat cantik sampai membuatku hampir pingsan. Setelah dia selesai meminumnya, dia bertanya padaku apa yang aku lihat?

Aku berkata sambil tertawa: “Ketika teringat bahwa aku bisa melihatmu seperti ini seumur hidup, hatiku terasa sangat bahagia.”

Aiko dengan lembut menggoyangkan cangkir anggur merah, dengan senyum tipis di bibirnya, dia melihat sekilas pemain itu dan berkata: “Sebelumnya aku melihat pemandangan ini, tetapi pada saat itu aku pikir bahwa itu tidak ada hubungannya denganku, dan tidak disangka suatu hari, aku bertemu dengan seorang pria bodoh yang bersedia memanjakanku seperti seorang putri.”

Aku menggelengkan kepala, dan dengan tidak setuju berkata: “Siapa yang bilang aku memanjakanmu seperti seorang putri? Aku dengan jelas memanjakanmju seperti seorang ratu. Ratu yang mulia, aku akan menuruti perkataanmu.”

Aiko yang melihatku seperti ini, dengan segera langsung tertawa.

Dan dengan begini, kita makan sambil mengobrol. Sampai ketika pemainan musik telah berhenti, kita juga sudah selesai makan.

Setelah aku memberikan tip, aku bangkit dan berkata: “Kak, permainan musik juga telah didengar, makanan juga telah dimakan, dan berikutnya sudah waktunya untuk menonton film, kan?”

Aiko menunduk, dengan malu tapi tidak dibuat-buat berkata: “Ya, hanya saja tidak tahu film apa yang akan kamu pilih.”

Aku berjalan ke hadapan Aiko, dia meraih lenganku, dan aku mendekat ke telinganya lalu berkata: “Film apa yang ingin kamu tonton, kak? Jika film yang seperti itu tidak ada.”

Aiko mencubit daging di pinggangku dengan ganas, aku menyeringai kesakitan, dan meliuk-liuk saat berjalan. Dia tidak bisa menahan tawa, memalingkan ke atas matanya dan berkata akan membereskanku saat dikamar.

Dengan begini, kami tiba dikamar presiden. Begitu masuk, aku mendorong Aiko di pintu, lalu memeluknya, kedua tubuh kami sepertinya tidak ada jarak sedikitpun, tubuh yang rapat membuatku dapat sepenuhnya merasakan kelembutan tubuhnya. Aku menundukkan kepala, memandang dari mata yang penuh kasih sayang ke bibir merahnya yang indah, dan berkata dengan suara serak: “Aku sangat ingin menunggu, tetapi aku tidak bisa menunggu lagi, Kak, biarkan aku mencicipimu terlebih dahulu.”

“Alwi…..”

Segera setelah Aiko menyebutkan namku, bibirnya langsung tertutup rapat olehku. Berciuman dengan seseorang yang disukai tampaknya merupakan kenikmatan yang tanpa kenal lelah, meskipun kemarin, rasanya masih memenuhi pikiranmu , tetapi hari ini, kamu masih akan bernostalgia dengan bibir dan rasa ini.

Dengan ciuman kasih sayang, aku mengangkat Aiko, lalu melemparkannya langsung ke sofa, dan kemudian menimpa diatasnya, dia tersipu malu dan berkata: “Bukankah kamu bilang akan menonton film?”

Aku sambil membangkitkan gairah disekujur tubuhnya, dan sambil menyium pipinya, dan kemudian mendengar nafasnya yang berangsur-angsur berat, aku berkata: “Tidak, aku memutuskan untuk mengubah urutannya, bagaimana menurutmu?”

Aiko berkata dengan suara nyamuk yang lemah: “Tidak bagaimana…..”

Mendengar perkataan ini, aku menggigit plum merah yang berada didataran tinggi, dan dia bersenandung kesakitan namun nyaman. Aku mengulurkan tangan untuk menarik ritsleting roknya, dan sambil mengangkat kepalaku, dan menekan dahiku ke dahinya, keempat mata bertemu, aku bertanya dengan arogan: “Benarkah tidak bagaimana?”

Aiko menggigit bibirnya dan berkata: “Kamu ingin bagaimana, maka bagaimana, tetapi…..bisakah kamu menyalakan TV….”

Melihat wajah merahnya yang ingin digigit oleh orang, aku tertawa ringan dan berkata: “Apakah kamu takut jika nanti suaramu terlalu keras, dan terdengar oleh orang luar? Jangan khawatir, aku sudah mencobanya, kedap suaranya sangat bagus.”

“Kamu….” Aiko menggigit bibirnya lagi dan tidak bisa membantahnya.

Aku tertawa dan berkata ditelinganya: “Kak, ekspresi malumu, seperti seekor rubah yang mengaitkan orang melakukan kejahatan.”

Aiko membalikkan wajahnya, bibirku bergerak turun, dan dengan bibir merahya saling bersentuhan, dia dengan bodoh menatapku dan berkata dengan datar: “Kalau begitu, biarkan aku melihat bagaimana kamu melakukan kejahatan.”

Mendengar perkataan ini, aku tidak bisa menahan dan langsung bersemangat, memandanginya lalu berkata: “Kamu yang mengatakannya.”

Aiko berkata sambil tersenyum, “Ya, janji.”

Aku dengan segera mulai menggunakan semua kekuatanku untuk menjelajahi semuanya, dan secara bertahap menghilangkan ketenangannya, proses ini sangat menyiksaku, tetapi aku tidak bersantai sejenakpun, sama seperti bermain piano, penuh kesabaran, karena aku tahu bahwa hanya dengan pertempuran ini berlangsung lama, dia bisa benar-benar rileks dan tenggelam sepenuhnya.

Mungkin hatiku memiliki keliaran yang tidak diketahui oleh orang-orang. Aku ingin melihatnya memohon belas kasihan padaku dan ingin melihatnya berteriak namaku dengan gila, jadi aku mengendalikannya dan menahan diri.

Fakta menunjukkan bahwa ketika pria dan wanita bertarung, wanita selalu berada dalam posisi yang kurang menguntungkan, dan Aiko akhirnya berubah menjadi awan, genangan air, dan meminta belas kasihan kepadaku…..

Setelah pertempuran yang sengit selesai, aku tiba-tiba teringat suatu hal, yaitu aku lupa untuk mengenakan sarung, dengan langsung aku sangat kesal dan merasa bersalah, dan Aiko yang berkeringat disekujur tubuhnya sepertinya juga tidak terpikirkan itu. Rambut hitamnya yang berantakan menutupi punggungnya, matanya yang tertutup, bibirnya yang sedikit bengkak, dan tubuh putihnya yang penuh dengan jejak yang ditinggalkan oleh pertempuranku. Dia tampaknya sangat lelah, juga mungkin karena terlalu malu, intinya tidak berbicara sama sekali.

Aku mencium ujung hidungnya, dan berkata dengan lembut: “Kak, aku membawamu pergi mandi.”

Aiko mengangguk dengan malu-malu, aku mengangkatnya dan mengatakan kepadanya bahwa aku lupa menggunakan kontrasepsi. Dia dengan perlahan membuka matanya, aku mengira dia akan marah, tetapi siapa yang tahu bahwa dia hanya menatapku sekilas, lalu memejamkan matanya lagi dan membenamkan kepalanya didadaku, kemudian dengan lembut berkata: “Sudahlah, orang sudah menjadi milikmu, apakah aku masih takut untuk mempunyai anakmu?”

Sebuah kalimat itu langsung membuat hatiku sangat senang, aku memandangi tubuhnya yang bersinar dan lembut lalu berkata dengan halus: “Kak, kamu sangat patuh, aku menyiapkan penghargaan untukmu ….”

Novel Terkait

Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
3 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
3 tahun yang lalu
My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
3 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu