Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 234 Aku sebagai Anak Terbuang

Jimmy Su mengatakan bahwa ia akan menjadikan tempat ini sebagai kuburanku. Kurasa dirinya sudah siap bertarung denganku.

Aku berwaspada kepadanya sambil berkata, "Meskipun kamu membenciku, tapi kita masih saja teman, sama-sama demi negara, seharusnya saling menyerang musuh. Mengapa kamu harus bekerja sama dengan orang negara lain dan sangat menginginkan diriku mati? Demi masalah pribadi kita, apakah kamu harus begitu merelakannya?"

Dari belakang terdengar suara langkah yang pelan. Aku tahu Jimmy sedang pelan-pelan mendekatiku. Aku langsung berpindah kedalam semak-semak.

Jimmy dengan dingin berkata, "Teman? Bagian apa dari kamu berhak menjadi temanku? Kamu hanyalah anak yang menjual negara sendiri. Mengapa orang seperti kamu bisa mendapat perhatian dari negara? Kamu seharusnya pergi mati saja!"

Mendengar ucapannya membuatku sangat terkejut. Ia bilang aku anak yang menjual negara? Aku bertanya kepadanya apakah ia gila? Ia bilang ia sama sekali tidak gila dan ia juga bilang aku kasihan, karena aku tidak tahu siapa orang tuaku. Aku mengatainya gila. Ia bertanya lagi apakah Ayahku orang yang memelihara anjing?

Aku terdiam. Aku tidak sangka kalau ia tahu Ayahku adalah orang yang memelihara anjing. Tapi kalau ia tahu, mengapa ia berkata seperti itu? Jangan-jangan...

Disaat seperti ini otakku menjadi sangat bingung. Aku teringat ucapan Felicia dan lelaki ganteng itu, teringat hal-hal yang menyedihkan, teringat juga saat Letnan mengatakan diriku mirip dengan seseorang, serta teringat saat tatapan seorang wanita kepadaku, seperti melihat seseorang yang ia kenal. Sebuah pikiran yang aneh muncul pada otakku. Karena pikiran ini terlalu aneh sehingga diriku sama sekali tidak dapat percaya.

Saat ini aku mendengar Jimmy berkata, "Alwi, kamu tahu bagaimana Ayahmu meninggal? Kalau kamu tidak tahu, biarkan aku menceritakannya untukmu. Ia mati karena ia membawamu pulang untuk dirawat. Sedangkan Ibumu, kamu tahu mengapa ia meninggal dengan tidak baik? Karena ia benci kepada suaminya karena telah membawamu datang. Ia membencimu karena kamu membawa sial, sehingga Ayahmu meninggal dan meninggalkan kalian berdua. Ibu yang kamu hormati itu paling membencimu."

Mendengar ucapannya membuatku merasa tidak enak. Meskipun aku tahu ia sengaja mengucapkan ini demi mengacaukan perasaanku, agar aku hilang kesadaranku, tapi aku tetap tidak dapat menahan untuk berpikir banyak.

Aku tahu meskipun Ibuku yang telah meninggal itu lembut, tetapi ia sangat dingin kepadaku. Sebaliknya ia sangat menyayangi adik perempuanku dan memberikan yang terbaik kepadanya. Jadi aku sering bercanda kalau orang lain lebih suka anak laki-laki dibanding perempuan, tapi kalau dirumahku terbalik. Aku teringat kalau tetangga suka membicarakanku yang tidak mirip dengan kedua orang tuaku. Sebenarnya memang sepeti itu, meskipun adikku cantik, tapi wajahnya dibilang biasa. Aku dan ia sama sekali berbeda. Kelima panca inderaku sangat terbentuk, sehingga adikku sering iri kepadaku.

Terpikir sampai sini, aku tidak tahan untuk merasa bingung. Jangan-jangan selama ini orang tua yang kupanggil ini bukan orang tua kandungku? Tiba-tiba mengetahui masalah yang begitu besar, aku merasa diriku menjadi sangat bingung sehingga tidak sadar akan kedatangan orang yang mendekat.

Ada sebuah bayangan yang melayang dari depan mataku. Hati berdetak kencang dan disaat ini alarm teleponku berdering. Awalnya pistol yang Jimmy tujukan kearahku berubah arah dan tertembak kearah pohon. Dalam waktu yang cepat, aku langsung menembak pergelangan tangannya, seketika pistol di tangannya terjatuh di tanah. Ia baru saja ingin menggunakan salah satu tangannya untuk mengambil pistol, lalu aku langsung menembak salah satu pergelangan tangannya lagi. Setelah itu, aku juga langsung menembak bahu dan lututnya.

Setelah menembaknya, aku langsung maju keluar, lalu menekan tubuhnya yang terbaring dan mengambil pistolnya ditaruhkan pada kepalanya.

Saat ini, ada beberapa orang yang datang. Aku menarik kepala Jimmy dan teriak, "Semuanya jangan mendekat!"

Jimmy seperti anjing tak bernyawa dan ditarik berdiri olehku. Aku merasa sangat beruntung aku menggunakan telepon sebagai persiapanku, kalau tidak aku akan mati di tangannya.

Jimmy dengan dingin berkata, "Alwi, kamu tahu siapakah orang-orang dihadapanmu ini?"

Aku tidak berbicara. Ia tertawa dingin dan berkata, "Beberapa orang ini dari tiga tim lainnya, mereka adalah orangku."

Aku terkejut. Aku tak sangka kalau ia berhasil mengajak dekat dengan orang tim lain.

Saat ini, terdengar beberapa suara tembakan pistol dari jauh. Aku tahu orang disana mulai bekerja. Jimmy tertawa dingin dan berkata, "Alwi, menurutmu ketika semua orang datang kesini, apa yang mereka pikirkan kalau mereka melihat situasi ini?"

Lagi-lagi aku terdiam. Ia lanjut berkata, "Kalau begitu biar aku yang memberitahumu. Orangku akan memberitahu mereka kalau kamu menggunakan telepon itu untuk menghubungi orang Myanmar dan ditemukan olehku. Karena aku mengetahui identitasmu, kamu ingin membunuhku. Disaat itulah kamu tidak akan bisa menjelaskan dirimu dan kamu tetap harus mati."

Taktik yang jahat sekali. Kalau bukan karena kantong celanaku ada perekam suara, kurasa sekarang aku akan sangat panik.

"Apa yang kamu lakukan itu baik, tapi akungnya pasti ada sesuatu yang kurang. Apakah menurutmu kelakuan burukmu dapat tersembunyi selamanya?" ucapku kasar sambil menariknya ke tepi sungai.

Sekarang tidak diketahui situasi Hengky mereka dengan jelas. Sedangkan menurut ucapan Letnan , orang-orang Jimmy akan berusaha, jadi tidak mungkin hanya empat orang yang datang, jadi siapa tahu kalau mereka sudah mengeliingiku di dalam hutan ini. Aku harus ke sungai, ‘kabur’ dengan menggunakan kapal di tepi sana.

Aku dengan waspada melihat sekitar sambil berkata, “Jimmy, kalau Ayahku benar-benar orang yang menjual negara, ada hubungan apa denganku?”

Jimmy sepertinya mengetahui diriku tidak akan kabur sehingga ia mengatakan yang sebenarnya. “Karena ada orang yang menyuruhku untuk membunuhmu.”

“Siapa?”

“Orang yang pernah berteman dengan Ayahmu.”

Aku sedikit terkejut. Orang yang berteman dengan Ayahku, tetapi ingin membunuh anak temannya?

Aku tiba-tiba teringat Si Toba dan hatiku sakit. Ternyata Ayahku sama persis denganku, sama-sama mempercayai orang yang salah.

Yang aneh itu aku memanggil orang itu sebagai ‘Ayahku’. Di detik ini, aku baru menyadari bahwa diriku sudah percaya dengan ucapan Jimmy.

Aku pikir jika Jimmy memberitahuku semua ini, pasti ia juga akan memberitahu yang lain. “Apakah orang yang menyuruhmu itu adalah Bos Besar Felicia?”

Jimmy membalas dengan nada rendah, “Bagaimana kamu mengetahuinya?”

Aku dengan tenang berkata, “Tebak. Orang yang ingin membunuhku, selain Gunawan pasti ia. Hanya saja aku tidak mengerti, bukankah ia tidak ingin diriku mati, mengapa sekarang ia menginginkannya?”

Aku ingat dari pertama kali, ia menyuruh Felicia untuk mengikutiku, sama sekali tidak memiliki niat untuk membunuhku, kalau tidak aku sekarang sudah mati.

Jimmy dengan nada dingin berkata, “Kamu ingin tahu? Kalau begitu aku tidak akan memberitahumu.”

Dasar! Aku baru saja ingin lanjut berbicara, tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang bahaya mendekat kearahku, seketika aku langsung terbaring di permukaan pasir. Disaat yang sama, sebuah peluru melayang hampir mendekati telingaku. Lalu beberapa peluru yang diarahkan kepadaku. Aku menelan ludahku kasar dan berlari kencang kearah tepi sungai. Baru saja ingin menaikki perahu, tiba-tiba terlihat ada sebuah lubang pistol di kapal. Pistol itu terarah ke jantungku. Aku ingin menghindarinya, tetapi samak sekali tidak bisa. Seketika diriku terdorong ke dalam sungai dengan dorongan kencang. Untung saja, aku memakai pakaian peindung yang dibuat Letnan untukku, jadi meskipun aku terkena serangan, tetapi aku tidak bermasalah.

Sungai malam hari sangat dingin. Diatas kepala dapat terasa peluru yang melewati. Aku dengan cepat berenang dan juga menaruh tasku melayang diatas permukaan air. Karena arahnya berbeda, ditambah hari sudah malam dan diriku juga berenang mengikuti sisi sungai, sehingga orang-orang itu dapat menemukan jejakku dan menembak kearah tasku. Didalam tasku ada kantong darah, sehingga saat mereka sedang menembak tasku, kantong darah itu akan bocor.

Jika rencanaku sama sekali tidak gagal, mereka akan mengira dirku mati.

Tetapi kalau mereka masuk sungai, matilah diriku.

Saat aku sedang berpikir, aku terdengar suara Jimmy, yang sepertinya menyuruh mereka untuk cepat pergi. Lalu di sungai tidak mengeluarkan suara sama sekali.

Aku mencari tempat untuk bernafas, lalu mengeluarkan setengah kepalaku. Saat memastikan tidak ada orang, aku baru dapat dengan tenang keluar dari sungai. Tapi demi waspada, aku menggunakan alang-alang untuk menutupi tubuhku.

Kupikir Jimmy begitu tergesa-gesa berpindah karena mendapat perintah dari atasan. Menurut rencana Letnan , ia akan menyuruh orang bersembunyi di dekat sini, jadi saat aku menemukan masalah, maka orang ini akan segera keluar. Sedangkan Jimmy pasti mendapatkan informasi, sehingga ia segera membawa orang untuk kabur sebelum mereka ketahuan, bahkan mayatku tidak diperlukan. Dasar manusia, apakah ingin aku mati tanpa memiliki mayat? Mati tanpa bukti?

Kira-kira setengah jam kemudian, aku keluar dari sungai. Setelah ditiup angin dingin, aku tidak tahan untuk bersin. Aku melepaskan pakaianku, lalu aku mengeluarkan peluru yang tersangkut di pakaian pelindung. Tanganku menjadi pucat. Aku menggosok tanganku dan menunggu orang yang menjemputku.

Akhirnya setelah dua puluh menit kemudian, sebuah helikopter berhenti di sungai, lalu muncullah seseorang dari dalam. Yang membuatku tak sangka adalah Kakek Ergi.

Aku terbangun dan dengan penasaran bertanya, “Kakek Ergi, mengapa kamu datang?”

Kakek Ergi dengan cepat memberikan coat untukku. Aku memakai coatnya dan tertawa. “Baik sekali. Mengapa Kakek Ergi tahu aku berada disini? Dan datang menjemputku?”

Kakek Ergi melihatku. Tatapan matanya membawa perasaan aneh dan sakit. Ia memandangku seperti itu. Aku membiarkannya untuk tidak diam disana dan cepat naik pesawat. Yang tak disangka, aku melihat Jessi diatas helikopter.

Jessi dengan tenang memandang diriku. Satu tangannya memegang tangga, sinar bulan menyinari wajahnya sehingga terlihat indah. Aku berdiri disana melihat dirinya, bagai sebuah lukisan. “Mengapa kamu datang?”

Nada suaraku terdengar beberapa nada kesenangan.

Aku kesal setelah mengucapkan itu, sambil berpikir mengapa diriku begitu senang? Hubunganku dengan ia tidak begitu baik.

Jessi membalas dengan tenang. “Aku datang untuk mengantarmu pulang.”

Aku terdiam dan bertanya, “Apa maksud dari ucapanmu?”

Apa artinya mengantarku pulang? Bukankah kita balik bersama ke Beijing?”

Saat ini, Kakek Ergi dibelakang berkata, “Alwi, aku mengantarmu kembali ke Nanjin.”

Aku berbalik badan dan memandang Kakek Ergi. “Apa maksud Kakek? Aku masih belum boleh balik Nanjin. Aku masih punya banyak masalah di Beijing. Orang yang menyuruh Jimmy juga belum ditemukan. Dan juga aku harus mencari wanita itu untuk membuktikan identitasku. Ibuku...mungkin saja masih hidup.”

Jessi dengan nada rendah berkata, “Alwi, rencananya diberhentikan untuk sementara. Atasan menyerah untuk menangkap Jimmy dan orang yang menyuruhnya. Tidak, bahkan ia sama sekali tidak ingin menangkap orang itu. Mereka menyuruhmu untuk menyerang Jimmy, hanya untuk memberi peringatan kepada orang itu, kalau mereka lagi-lagi tidak mendengar, akan diserang oleh mereka. Jadi apa yang kamu lakukan ini karena Atasan hanya ingin memberi peringatan kepada orang itu.”

Berita ini membuatku tercengang. Aku membalikkan wajahku sambil memandangnya dan berkata, “Peringatan? Menggunakan nyawaku untuk memberi peringatan kepada orang itu?”

Jessi mengerutkan dahinya dan berkata, “Beberapa tahun ini, orang itu melakukan banyak aktivitas yang keterlaluan, jadi Atasan juga tidak dapat memastikan siapa dirinya. Yang bisa dipastikan orang itu memiliki sesuatu yang penting. Atasan terpaksa menggunakan dirimu untuk memancing orang itu, demi memberi peringatan, agar orang itu tahu kalau Atasan ingin menyerangnya, kemampuan orang itu akan terhilang. Alasannya Atasan melakukan ini demi memaksa orang itu untuk memberi sebuah barang.”

“Barang?”

“Sudah ada ditangan negara.”

Aku menunjuk diriku sendiri dan bertanya, “Jadi, aku menjadi anak yang terbuang?” Jimmy Su mengatakan bahwa ia akan menjadikan tempat ini sebagai kuburanku. Kurasa dirinya sudah siap bertarung denganku.

Aku berwaspada kepadanya sambil berkata, "Meskipun kamu membenciku, tapi kita masih saja teman, sama-sama demi negara, seharusnya saling menyerang musuh. Mengapa kamu harus bekerja sama dengan orang negara lain dan sangat menginginkan diriku mati? Demi masalah pribadi kita, apakah kamu harus begitu merelakannya?"

Dari belakang terdengar suara langkah yang pelan. Aku tahu Jimmy sedang pelan-pelan mendekatiku. Aku langsung berpindah kedalam semak-semak.

Jimmy dengan dingin berkata, "Teman? Bagian apa dari kamu berhak menjadi temanku? Kamu hanyalah anak yang menjual negara sendiri. Mengapa orang seperti kamu bisa mendapat perhatian dari negara? Kamu seharusnya pergi mati saja!"

Mendengar ucapannya membuatku sangat terkejut. Ia bilang aku anak yang menjual negara? Aku bertanya kepadanya apakah ia gila? Ia bilang ia sama sekali tidak gila dan ia juga bilang aku kasihan, karena aku tidak tahu siapa orang tuaku. Aku mengatainya gila. Ia bertanya lagi apakah Ayahku orang yang memelihara anjing?

Aku terdiam. Aku tidak sangka kalau ia tahu Ayahku adalah orang yang memelihara anjing. Tapi kalau ia tahu, mengapa ia berkata seperti itu? Jangan-jangan...

Disaat seperti ini otakku menjadi sangat bingung. Aku teringat ucapan Felicia dan lelaki ganteng itu, teringat hal-hal yang menyedihkan, teringat juga saat Letnan mengatakan diriku mirip dengan seseorang, serta teringat saat tatapan seorang wanita kepadaku, seperti melihat seseorang yang ia kenal. Sebuah pikiran yang aneh muncul pada otakku. Karena pikiran ini terlalu aneh sehingga diriku sama sekali tidak dapat percaya.

Saat ini aku mendengar Jimmy berkata, "Alwi, kamu tahu bagaimana Ayahmu meninggal? Kalau kamu tidak tahu, biarkan aku menceritakannya untukmu. Ia mati karena ia membawamu pulang untuk dirawat. Sedangkan Ibumu, kamu tahu mengapa ia meninggal dengan tidak baik? Karena ia benci kepada suaminya karena telah membawamu datang. Ia membencimu karena kamu membawa sial, sehingga Ayahmu meninggal dan meninggalkan kalian berdua. Ibu yang kamu hormati itu paling membencimu."

Mendengar ucapannya membuatku merasa tidak enak. Meskipun aku tahu ia sengaja mengucapkan ini demi mengacaukan perasaanku, agar aku hilang kesadaranku, tapi aku tetap tidak dapat menahan untuk berpikir banyak.

Aku tahu meskipun Ibuku yang telah meninggal itu lembut, tetapi ia sangat dingin kepadaku. Sebaliknya ia sangat menyayangi adik perempuanku dan memberikan yang terbaik kepadanya. Jadi aku sering bercanda kalau orang lain lebih suka anak laki-laki dibanding perempuan, tapi kalau dirumahku terbalik. Aku teringat kalau tetangga suka membicarakanku yang tidak mirip dengan kedua orang tuaku. Sebenarnya memang sepeti itu, meskipun adikku cantik, tapi wajahnya dibilang biasa. Aku dan ia sama sekali berbeda. Kelima panca inderaku sangat terbentuk, sehingga adikku sering iri kepadaku.

Terpikir sampai sini, aku tidak tahan untuk merasa bingung. Jangan-jangan selama ini orang tua yang kupanggil ini bukan orang tua kandungku? Tiba-tiba mengetahui masalah yang begitu besar, aku merasa diriku menjadi sangat bingung sehingga tidak sadar akan kedatangan orang yang mendekat.

Ada sebuah bayangan yang melayang dari depan mataku. Hati berdetak kencang dan disaat ini alarm teleponku berdering. Awalnya pistol yang Jimmy tujukan kearahku berubah arah dan tertembak kearah pohon. Dalam waktu yang cepat, aku langsung menembak pergelangan tangannya, seketika pistol di tangannya terjatuh di tanah. Ia baru saja ingin menggunakan salah satu tangannya untuk mengambil pistol, lalu aku langsung menembak salah satu pergelangan tangannya lagi. Setelah itu, aku juga langsung menembak bahu dan lututnya.

Setelah menembaknya, aku langsung maju keluar, lalu menekan tubuhnya yang terbaring dan mengambil pistolnya ditaruhkan pada kepalanya.

Saat ini, ada beberapa orang yang datang. Aku menarik kepala Jimmy dan teriak, "Semuanya jangan mendekat!"

Jimmy seperti anjing tak bernyawa dan ditarik berdiri olehku. Aku merasa sangat beruntung aku menggunakan telepon sebagai persiapanku, kalau tidak aku akan mati di tangannya.

Jimmy dengan dingin berkata, "Alwi, kamu tahu siapakah orang-orang dihadapanmu ini?"

Aku tidak berbicara. Ia tertawa dingin dan berkata, "Beberapa orang ini dari tiga tim lainnya, mereka adalah orangku."

Aku terkejut. Aku tak sangka kalau ia berhasil mengajak dekat dengan orang tim lain.

Saat ini, terdengar beberapa suara tembakan pistol dari jauh. Aku tahu orang disana mulai bekerja. Jimmy tertawa dingin dan berkata, "Alwi, menurutmu ketika semua orang datang kesini, apa yang mereka pikirkan kalau mereka melihat situasi ini?"

Lagi-lagi aku terdiam. Ia lanjut berkata, "Kalau begitu biar aku yang memberitahumu. Orangku akan memberitahu mereka kalau kamu menggunakan telepon itu untuk menghubungi orang Myanmar dan ditemukan olehku. Karena aku mengetahui identitasmu, kamu ingin membunuhku. Disaat itulah kamu tidak akan bisa menjelaskan dirimu dan kamu tetap harus mati."

Taktik yang jahat sekali. Kalau bukan karena kantong celanaku ada perekam suara, kurasa sekarang aku akan sangat panik.

"Apa yang kamu lakukan itu baik, tapi akungnya pasti ada sesuatu yang kurang. Apakah menurutmu kelakuan burukmu dapat tersembunyi selamanya?" ucapku kasar sambil menariknya ke tepi sungai.

Sekarang tidak diketahui situasi Hengky mereka dengan jelas. Sedangkan menurut ucapan Letnan , orang-orang Jimmy akan berusaha, jadi tidak mungkin hanya empat orang yang datang, jadi siapa tahu kalau mereka sudah mengeliingiku di dalam hutan ini. Aku harus ke sungai, ‘kabur’ dengan menggunakan kapal di tepi sana.

Aku dengan waspada melihat sekitar sambil berkata, “Jimmy, kalau Ayahku benar-benar orang yang menjual negara, ada hubungan apa denganku?”

Jimmy sepertinya mengetahui diriku tidak akan kabur sehingga ia mengatakan yang sebenarnya. “Karena ada orang yang menyuruhku untuk membunuhmu.”

“Siapa?”

“Orang yang pernah berteman dengan Ayahmu.”

Aku sedikit terkejut. Orang yang berteman dengan Ayahku, tetapi ingin membunuh anak temannya?

Aku tiba-tiba teringat Si Toba dan hatiku sakit. Ternyata Ayahku sama persis denganku, sama-sama mempercayai orang yang salah.

Yang aneh itu aku memanggil orang itu sebagai ‘Ayahku’. Di detik ini, aku baru menyadari bahwa diriku sudah percaya dengan ucapan Jimmy.

Aku pikir jika Jimmy memberitahuku semua ini, pasti ia juga akan memberitahu yang lain. “Apakah orang yang menyuruhmu itu adalah Bos Besar Felicia?”

Jimmy membalas dengan nada rendah, “Bagaimana kamu mengetahuinya?”

Aku dengan tenang berkata, “Tebak. Orang yang ingin membunuhku, selain Gunawan pasti ia. Hanya saja aku tidak mengerti, bukankah ia tidak ingin diriku mati, mengapa sekarang ia menginginkannya?”

Aku ingat dari pertama kali, ia menyuruh Felicia untuk mengikutiku, sama sekali tidak memiliki niat untuk membunuhku, kalau tidak aku sekarang sudah mati.

Jimmy dengan nada dingin berkata, “Kamu ingin tahu? Kalau begitu aku tidak akan memberitahumu.”

Dasar! Aku baru saja ingin lanjut berbicara, tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang bahaya mendekat kearahku, seketika aku langsung terbaring di permukaan pasir. Disaat yang sama, sebuah peluru melayang hampir mendekati telingaku. Lalu beberapa peluru yang diarahkan kepadaku. Aku menelan ludahku kasar dan berlari kencang kearah tepi sungai. Baru saja ingin menaikki perahu, tiba-tiba terlihat ada sebuah lubang pistol di kapal. Pistol itu terarah ke jantungku. Aku ingin menghindarinya, tetapi samak sekali tidak bisa. Seketika diriku terdorong ke dalam sungai dengan dorongan kencang. Untung saja, aku memakai pakaian peindung yang dibuat Letnan untukku, jadi meskipun aku terkena serangan, tetapi aku tidak bermasalah.

Sungai malam hari sangat dingin. Diatas kepala dapat terasa peluru yang melewati. Aku dengan cepat berenang dan juga menaruh tasku melayang diatas permukaan air. Karena arahnya berbeda, ditambah hari sudah malam dan diriku juga berenang mengikuti sisi sungai, sehingga orang-orang itu dapat menemukan jejakku dan menembak kearah tasku. Didalam tasku ada kantong darah, sehingga saat mereka sedang menembak tasku, kantong darah itu akan bocor.

Jika rencanaku sama sekali tidak gagal, mereka akan mengira dirku mati.

Tetapi kalau mereka masuk sungai, matilah diriku.

Saat aku sedang berpikir, aku terdengar suara Jimmy, yang sepertinya menyuruh mereka untuk cepat pergi. Lalu di sungai tidak mengeluarkan suara sama sekali.

Aku mencari tempat untuk bernafas, lalu mengeluarkan setengah kepalaku. Saat memastikan tidak ada orang, aku baru dapat dengan tenang keluar dari sungai. Tapi demi waspada, aku menggunakan alang-alang untuk menutupi tubuhku.

Kupikir Jimmy begitu tergesa-gesa berpindah karena mendapat perintah dari atasan. Menurut rencana Letnan , ia akan menyuruh orang bersembunyi di dekat sini, jadi saat aku menemukan masalah, maka orang ini akan segera keluar. Sedangkan Jimmy pasti mendapatkan informasi, sehingga ia segera membawa orang untuk kabur sebelum mereka ketahuan, bahkan mayatku tidak diperlukan. Dasar manusia, apakah ingin aku mati tanpa memiliki mayat? Mati tanpa bukti?

Kira-kira setengah jam kemudian, aku keluar dari sungai. Setelah ditiup angin dingin, aku tidak tahan untuk bersin. Aku melepaskan pakaianku, lalu aku mengeluarkan peluru yang tersangkut di pakaian pelindung. Tanganku menjadi pucat. Aku menggosok tanganku dan menunggu orang yang menjemputku.

Akhirnya setelah dua puluh menit kemudian, sebuah helikopter berhenti di sungai, lalu muncullah seseorang dari dalam. Yang membuatku tak sangka adalah Kakek Ergi.

Aku terbangun dan dengan penasaran bertanya, “Kakek Ergi, mengapa kamu datang?”

Kakek Ergi dengan cepat memberikan coat untukku. Aku memakai coatnya dan tertawa. “Baik sekali. Mengapa Kakek Ergi tahu aku berada disini? Dan datang menjemputku?”

Kakek Ergi melihatku. Tatapan matanya membawa perasaan aneh dan sakit. Ia memandangku seperti itu. Aku membiarkannya untuk tidak diam disana dan cepat naik pesawat. Yang tak disangka, aku melihat Jessi diatas helikopter.

Jessi dengan tenang memandang diriku. Satu tangannya memegang tangga, sinar bulan menyinari wajahnya sehingga terlihat indah. Aku berdiri disana melihat dirinya, bagai sebuah lukisan. “Mengapa kamu datang?”

Nada suaraku terdengar beberapa nada kesenangan.

Aku kesal setelah mengucapkan itu, sambil berpikir mengapa diriku begitu senang? Hubunganku dengan ia tidak begitu baik.

Jessi membalas dengan tenang. “Aku datang untuk mengantarmu pulang.”

Aku terdiam dan bertanya, “Apa maksud dari ucapanmu?”

Apa artinya mengantarku pulang? Bukankah kita balik bersama ke Beijing?”

Saat ini, Kakek Ergi dibelakang berkata, “Alwi, aku mengantarmu kembali ke Nanjin.”

Aku berbalik badan dan memandang Kakek Ergi. “Apa maksud Kakek? Aku masih belum boleh balik Nanjin. Aku masih punya banyak masalah di Beijing. Orang yang menyuruh Jimmy juga belum ditemukan. Dan juga aku harus mencari wanita itu untuk membuktikan identitasku. Ibuku...mungkin saja masih hidup.”

Jessi dengan nada rendah berkata, “Alwi, rencananya diberhentikan untuk sementara. Atasan menyerah untuk menangkap Jimmy dan orang yang menyuruhnya. Tidak, bahkan ia sama sekali tidak ingin menangkap orang itu. Mereka menyuruhmu untuk menyerang Jimmy, hanya untuk memberi peringatan kepada orang itu, kalau mereka lagi-lagi tidak mendengar, akan diserang oleh mereka. Jadi apa yang kamu lakukan ini karena Atasan hanya ingin memberi peringatan kepada orang itu.”

Berita ini membuatku tercengang. Aku membalikkan wajahku sambil memandangnya dan berkata, “Peringatan? Menggunakan nyawaku untuk memberi peringatan kepada orang itu?”

Jessi mengerutkan dahinya dan berkata, “Beberapa tahun ini, orang itu melakukan banyak aktivitas yang keterlaluan, jadi Atasan juga tidak dapat memastikan siapa dirinya. Yang bisa dipastikan orang itu memiliki sesuatu yang penting. Atasan terpaksa menggunakan dirimu untuk memancing orang itu, demi memberi peringatan, agar orang itu tahu kalau Atasan ingin menyerangnya, kemampuan orang itu akan terhilang. Alasannya Atasan melakukan ini demi memaksa orang itu untuk memberi sebuah barang.”

“Barang?”

“Sudah ada ditangan negara.”

Aku menunjuk diriku sendiri dan bertanya, “Jadi, aku menjadi anak yang terbuang?”

Novel Terkait

Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
5 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
4 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
The Break-up Guru

The Break-up Guru

Jose
18+
4 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu