Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 218 Lama tak berjumpa

Aku tidak pernah berpikir kalau yang datang bukan adikku yang sudah kutunggu dari tadi, melainkan Claura.

Melihat dia, membuatku tiba-tiba terpikir kejadian hari itu di rumah sakit. Aku terpikir dengan kelembutannya dibalik ekspresi dinginnya itu, kasih sayang dibalik penampilannya yang tegas, perjuangannya yang sulit, dan juga tangisan yang histeris didalam hatinya. Bohong namanya jikalau aku bilang sama sekali tidak terharu. Tetapi dari awal sampai sekarang, aku tidak tahu bagaimana menghadapinya, karena banyak hal yang sudah terjadi di antara kami, kejadian Mawar, Gunawan, Selin dan juga Jenny. Setiap dendam itu bagaikan gunung-gunung yang menghalangi jalan diantara kami, yang membuat kami berdua tidak bisa mendekati satu sama lain.

Namun, aku jelas tahu bahwa seharusnya tidak bertemu lagi. Tapi entah mengapa ketika aku melihatnya, aku benar-benar punya keinginan untuk memeluknya. Tidak ada perasaan cinta padanya, hanya saja disaat aku putus asa, dialah orang yang memberikan kehangatan untukku.

Sewaktu aku berpikir, pandanganku melihat pintu belakang mobil terbuka, dan kemudian seorang gadis dengan atasan satu tali dan celana pendek dengan rambut yang diikat satu seperti ekor kuda keluar dari mobil. Aku termenung sejenak, karena aku mengenali gadis itu. Ya, gadis itu adalah wanita yang aku tunggu dari tadi, dia adalah adikku, Lidia. Bisa dikatakan kedatangan claura kali ini ke Beijing adalah untuk mengantar adikku ke sekolah?

Aku melihat Lidia dengan manis berlari ke arah claura sambil berteriak,”Kakak Ipar!!!” claura yang sedari tadi memasang ekspresi dinginnya langsung berubah menjadi ekspresi yang penuh dengan kasih sayang. Lalu, ia menuju ke bagasi mobil untuk mengeluarkan dua koper dan meletakkannya di pinggir jalan. Setelah berkata beberapa patah kata ke Lidia, claura segera naik ke mobil. Aku menebak bahwa dia pergi untuk mencari tempat parkiran.

Tentu saja saat claura sedang mengemudi dia sekaligus mencari tempat parkiran yang sesuai. Dan akhirnya dia memarkirkan mobilnya di tempat yang agak jauh. Melihat dia yang sudah menemukan tempat parkiran, aku pun berbalik melihat adikku. Adikku sedang berdiri di bawah pohon, wajahnya yang putih dengan kedua pipi yang memerah, dia yang saat ini sangat berbeda seperti yang dibayangkan. Saat ini, adikku terlihat sangat ceria dan bersemangat, sama sekali tidak terlihat seperti orang yang sakit. Dia berdiri bak bunga yang bermekaran, sangat indah, membuat orang sekitar melihatnya.

Aku terus melihatnya seperti itu, melihat dia yang bosan sambil sesekali menendangkan kakinya karena menunggu claura, melihat tersipu malu karena ada beberapa laki-laki yang melihatnya. Sinar matahari yang tembus melalui pohon dan memancarkan cahaya yang membuat matanya yang indah tertutup karena silau. Melihat wajahnya yang kesepian karena melihat orang lain yang bersama keluarganya, diikuti dengan perasaannya yang berubah. Setiap gerak-geriknya dan ekspresinya membuatku tidak ingin melewatkan setiap kesempatan melihatnya.

Aku ingin berjalan keluar dari mobil, diam-diam datang kepadanya dan memberinya kejutan. Aku ingin menyentuh kepalanya di kala wajahnya yang masih terkejut itu dan berkata: "adik kecil, kakak datang menemani kamu mendaftar. Aku pernah berjanji padamu untuk datang dalam ujian masuk perguruan tinggi, meskipun sedikit terlambat, tetapi kamu tidak menyalahkan kakak kan? "

Namun, aku tidak berani muncul, hanya bisa diam-diam melihat dia seperti pencuri.

Saat sedang berpikir, claura mendadak berlalu di depan mobil. Mungkin karena merasa , aku segera menguburkan kepalaku di stank pengemudi. Begitu claura berjalan melewatiku, aku lalu mengangkat kepalaku dan melihat mendatangi Lidia. Wajah Lidia seketika gembira. Mereka berdua masing-masing membawa satu koper. Lidia mengikuti claura dan mereka dengan ceria berlalu.

Melihat bayangan belakang keduanya, aku seketika terpikir di saat perpisahan antara aku dan claura, dimana aku menitipkan adikku kepadanya. Awalnya hanya berharap dia dapat melindungi hidup adikku, tidak menyangka bahwa dia malah menjaganya sebaik ini, bahkan lebih baik daripada aku yang sebagai kakaknya. Aku bisa melihat bahwa Lidia sangat menyukainya dan juga bergantung padanya. Ini membuktikan bahwa di keseharian mereka, claura sangat memperhatikan Lidia. Meskipun kami bersaudara, Lidia itu tipe orang yang lebih ceria. Tetapi dikarenakan banyaknya cemooh dari orang lain membuatnya menutup diri dan lebih waspada pada orang lain. Harus berjuang banyak untuk bisa bergabung dengan dirinya.

Melihat bayangan claura yang panjang itu, aku benar-benar sangat berterima kasih padanya. Aku malah merasa, dendam diantara kami itu tidak penting lagi karena dia menjaga adikku dengan baik. Apa yang dia perbuat untuk adikku, itu melebihi semua kesalahan yang sudah diperbuatnya.

Melihat dua orang berjalan ke sekolah, aku bergegas keluar dari mobil, kecil berlari masuk ke kampus. Aku masuk ke dalam kerumunan orang dan setelah memastikan posisi kedua orang itu, aku pun berjalan tidak jauh dan tidak dekat dengan mereka. Karena aku tahu, kalau aku terlalu dekat akan ketahuan claura. Dia itu wanita yang sangat waspada, tapi aku tetap tidak dapat menahan rasa ingin melihat adikku lebih lama.

Sepanjang jalan, aku melihat adikku dan claura pergi untuk membayar uang sekolah, mengambil selimut dan kartu makan, untuk membeli beberapa keperluan sehari-hari di toko terdekat. Mereka berdua terlihat seperti saudara kandung. Tidak! Dimata Lidia, claura tidak hanya sebagai saudara saja, tetapi seperti sosok seorang Ibu. Tidak tahu mengapa, aku tiba-tiba teringat dengan kalimat,’kakak ipar bak seorang Ibu’.

Aku mengikuti mereka sampai ke asrama perempuan. Disitu aku tidak berani mendekati mereka lagi. Takut ketahuan oleh mereka, akupun bersembunyi di balik pohon besar yang ada didekat asrama. Melihat claura dan adikku naik ke atas, aku baru dengan santai melepas topi.Satu tananku mengipasi diriku sendiri karena hari sangat panas, dan tangan yang satunya lagi mengambil sebuah kotak dari dalam tas. Kotak itu berisi sebuah arloji, harganya tidak terlalu mahal. Ini ingin aku kasih kepada adikku, dengan hati yang tulus.

Ada catatan di dalam kotak, catatan ditulis oleh Jessi. Isinya sangat sederhana, hanya tertulis dua kata "harus bahagia". Pertama, aku takut untuk menulisnya dengan tangan sendiri, tulisan tanganku akan dkenali oleh adikku. Kedua, jikalau claura melihat catatan ini, dia akan mengira Jessi yang mengiriminya karena di Beijing, hanya Jessi dan dia yang sudah bertemanan lama.

Hanya tidak tahu apakah claura akan mencari Jessi. Menurut penuturan Jessi, claura tidak yakin apakah metodenya bisa membiarkan aku hidup, jadi dia tidak tahu bahwa aku sudah mati atau hidup. Jadi, aku dan Jessi dari awal telah berdiskusi, bahkan jika dia benar-benar bertanya, anggap saja aku telah meninggal karena berita aku masih hidup tidak boleh keluar dari Beijing.

Pada saat ini, aku melihat seorang gadis ke arah aku. Aku mengambil napas dalam-dalam dan menghentikan gadis itu, berkata: "Halo, Anda dapat membantu aku?" "

Gadis itu awalnya sedang terburu-buru dan tiba-tiba diberhentikan seseorang. Dan yang menghentikannya adalah seorang pria, ekspresinya menunjukkan sedikit kekesalan. Namun ketika dia mengangkat kepala dan melihat aku, dia terdiam sejenak dan dengan tersipu malu berkata "Bo-boleh kok. Apa yang kamu ingin aku bantu dari dirimu? "

Hatiku berkata ada untungnya juga menjadi tampan. Sambil berpikir, aku menyerahkan kotak arloji dan berkata, "Bisakah Anda membantu aku memberikan ini kepada Lidia di asrama nomor 305?" "

Aku sebelumnya mendengar nomor asrama Lidia dari percakapan antara claura, Lidia dengan dua penjaga asrama di bawah

Gadis yang awalnya bersemangat tiba-tiba berekspresi dingin, aku pun dengan asal berkata, "Dia adalah gadis yang disukai adik laki-lakiku. Dia malu untuk mengantarkan hadiahnya ke sini, makanya ia menyuruhku untuk membantunya. Tapi aku seorang pria besar, aku tidak enak. Jadinya aku meminta bantuan kamu. Wahai gadis cantik, apakah kamu keberatan membantu aku?"

Segera setelah dia mendengar hal ini dari aku, gadis bersemangat kembali, tersenyum dan mengambil kotak dan berkata, "Ya, tapi aku tidak mungkin membantu dengan sia-sia."

"Oh?" Anda ingin aku bagaimana berterima kasih kepada Anda? "Aku bertanya sambil tersenyum dan dahi telah berkeringat dingin, berpikir bahwa gadis ini tidak lucu sama sekali.

Gadis memberikan aku sebuah pandangan dan berkata, "Bisakah kau tinggalkan aku nomor ponsel Anda?" "

Aku berpikir sebentar dan berkata, "aku seorang prajurit, tidak diperbolehkan untuk menggunakan ponsel, sehingga tidak ada nomor telepon seluler, aku memberikan QQ bisa?" "

Gadis itu mendengar bahwa ak adalah seorang prajurit, tiba-tiba menatapku dengan lama dan mengangguk-angguk kepala sendiri. Dan kemudian aku memberi akun QQ aku yang entah tahun berapa ke gadis itu, gadis itu segera memegang kotak arloji dan kembali ke gedung asrama.

Melihat punggungnya, aku bernapas dalam-dalam. Meskipun tidak tega, tetapi juga tahu bahwa sudah waktunya untuk kembali.

Aku mengenakan topi dan masker lagi, perlahan-lahan berjalan ke arah gerbang sekolah. Pikiranku dipenuhi dengan peristiwa yang terjadi hari ini. Aku terpikir dengan senyuman adikku, terpikir dengan claura yang memanjakan adikku. Aku akhirnya mengerti mengapa Jessi mengatakan bahwa adikku tidak membutuhkan bantuannya, karena claura benar-benar menjaganya dengan sangat baik.

Berpikir tentang hal ini, aku berhembus napas, tiba-tiba merasa kalau diri sendiri berutang budi yang besar kepada claura.

Saat berjalan, aku merasa bahwa ada seseorang mengikutiku di belakang. Awalnya ingin langsung pergi, namun takut bahwa orang ini mungkin berlaku buruk pada adikku. Setelah aku keluar dari gerbang ekolah, aku langsung masuk ke gang yang terpencil. Aku pun bersembunyi dibalik dinding dan menunggu kedatangan mereka.

Segera, seorang pria bergegas masuk. Sebuah tendangan yang aku layangkan berhasil membuatnya terjatuh ke lantai dan disaat yang sama aku pun melayangkan tinjuanku. Sebuah tinju langsung memukul perut pria di belakangnya. Pria itu mendadak membungkuk kesakitan, orang di tanah segera bangun, aku dengan menyambar menarik kepalanya dan menabrakkannya ke perut pria yang satunya. Kemudian, aku menendang tubuhnya, keduanya yang bertabrakan pun terbang jauh.

Mereka kemudian berlari ke arahku dan berdiri dikedua sisiku. Mereka ingin menangkap masing-masing dari kakiku. Aku dengan lincah mundur ke belakang dan berhasil menghindari tangkapan kedua tangan mereka dan disaat yang sama aku pun menendang salah satu dari mereka. Yang satunya lagi mengambil kesempatan dengan menarikku dari sebelah kiri dan ingin melayangkan tinjuannya ke wajahku. Aku pun langsung melompat ke atas dan dengan sigap menangkap tangannya, kemudian menendang sikunya. Karena aku memakai kekuatan yang sangat besar, tangannya pun patah.

Orang itu meraung kesakitan dan berlutut di Lantai. Tiga orang lainnya ingin berlari ke arahku, aku pun memasang posisi yang siap untuk melawan mereka. Mereka tertegun sejenak dan mundur. Aku dengan dingin berkata, “Katakan, siapa yang mengutus kalian?”

Ketiga orang itu saling bertukar pandang dan tidak berkata sepatah kata pun. Aku pun mendatangi salah satunya dan menarik kepala dan menekan ke bawah. Karena tidak seimbang, orang itu langsung berlutut ke bawah, aku pun mendorong kepalanya dengan kasar ke lantai, bertanya,”Kalian ingin mengatakannya atau tidak?”

Kepala orang tadi pun seketika mengalir banyak darah.

Dua orang yang masih bisa bergerak itu hanya melihatku dengan diam. Aku mengira mereka akan menyerah dan memberitahuku, tidak disangka mereka malah berlari ke arahku.

Baru saja aku ingin melayangkan pukulanku, tiba-tiba ada suara yang datang berkata,”Semuanya, hentikan!”

Kedua orang itu langsung berhenti, dan aku yang mendengar suara itu seketika terdiam di tempat.

Seorang wanita keluar dan berdiri di depanku bagaikan angin sepoi yang bertiup.

Aku melihatnya dan dia melihatku, empat mata yang bertemu secara langsung. Tidak ada yang berkata apapun dari kami berdua hingga ada yang berteriak,”Kak Claura!”, lalu ia pun berkata,”Alwi, sudah lama tidak berjumpa.”

Novel Terkait

The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu
Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
5 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
4 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
4 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu