Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 235 Mengambil Kembali

“Jadi? Aku menjadi anak yang terbuang?”

Aku menunjuk diriku sambil tersenyum, tetapi didalam hatiku menyimpan rasa kekesalan. Demi atasan, aku mengeluarkan keringat dan darah, serta beberapa kali mendekati tepi kematian, sehingga karena itu aku kehilangan wanita yang kucintai dan baru saja mendapat bukti kelakuan buruk orang itu. Tetapi Jessi malah memberitahuku bahwa atasan hanya sedang mempermainkan dirku. Mereka sama sekali tidak ingin menyerang orang itu.

Huh! Aku benar-benar digunakan dengan baik.

Aku berdiri disana dengan tenang, hatiku penuh dengan berbagai perasaan. Hari ini aku melewati terlalu banyak masalah. Pertama aku mengetahui bahwa aku memiliki orang tua yang lain dan sekarang aku diberitahu lagi, orang yang ikuti perintahnya dan orang yang ingin membunuhku bersiap untuk ‘hidup bahagia bersama’. Sangat seru, memang sangat seru. Aku tidak tahan untuk tertawa kencang. Tubuhku dingin, tapi apakah bisa dibanding dengan hatiku?

Kakek Ergi menaruh tangannya di bahuku dan dengan perasaan bersalah berteriak, “Alwi, aku tahu kamu sangat kesal dan kecewa. Sebenarnya aku juga merasa sedih kepadamu, tapi ada saatnya jika atasan ingin menangkap orang itu, juga harus mengingat apakah pengaruh kematian dari orang itu bagi negara dan masyarakat. Di dunia ini ada beberapa orang yang tidak dikontrol oleh negara, orang yang hidup ‘bebas’, sedangkan orang itu memiliki banyak barang sehingga membuat ia tidak takut. Dan juga kalau mendapatkan barang darinya, akan membawa manfaar bagi negara, jadi...”

Jadi...aku yang hidup tidak bermanfaat bagi negara dan seharusnya menjadi orang buangan, sebagai umpan untuk ditipu?” Aku tertawa sambil memandang Kakek Ergi. Dirinya yang sekarang terlihat lebih tua sepuluh tahun. Aku tahu semarah apapun diriku, tidak seharusnya marah kepada orang tua. Aku berjongkok dan menutup wajahku dengan tangan.

Aku tahu aku tidak dapat mengubah apapun. Apa gunanya sendiri kuat? Aku Alwi di mata negara hanyalah orang biasa. Orang itu menyuruhku sebagai umpan, aku harus mengikuti perintahnya. Sekarang mereka tidak lagi menggunakan dirku, aku juga harus menganggap ini sebuah kebaikan. Aku tidak sengaja teringat Ayahku yang dipanggil ‘Orang yang menjual negara’, teringat Ibuku yang percaya bahwa ia sama sekali tidak bersalah, teringat juga perasaan kasihan Letnan saat menceritakannya. Aku tidak sengaja memikirkan apakah ia benar-benar tidak salah? Bagaimana mungkin Ayahku menjual negaranya sendiri?

Teringat sampai sini, aku juga teringat pembicaraan Felicia dengan lelaki itu. Ia pernah bilang, jika Felicia mau membantunya, mereka akan membantu Ayahku menemukan keadilan. Apakah ini membuktikan bahwa Ayahku tidak bersalah?

Sesuatu yang wangi tercium. Seseorang dengan sepatu hak tinggi berdiri dihadapanku. Aku mengangkat kepalaku pelan dan memandang Jessi. Ia memandangku bijak bagai seorang dewi, tapi aku merasakan kebijakannya yang palsu. Aku pelan-pelan berdiri dan betanya, “Sejak kapan kamu mengetahui masalah ini?”

Jessi menyesap bibirnya dan berkata, “Aku baru saja menerima beritanya.”

“Kamu berbohong!” Aku berteriak dengan kesal. Aku menunjuknya dan berkata, “Kamu dengan orang-orang itu sama saja, sejak kamu datang ke Nanjin untuk menolongku, pasti sudah terpikir ingi menggunakan diriku. Sedangkan kamu dari awal sudah tahu kalau aku akan dibuang olehmu suatu saat nanti, seperti seekor anjing! Jadi maupun sebanyak apa yang kulakukan, maupun aku berakting, sama sekal tidak bisa membuatmu tersentuhm karena dari awal kamulah yang mengarang ini semua!”

Sampai sini, aku menjadi sedikit sedih. Kukira diriku sudah sangat membencinya, hingga saat aku terjatuh dalam sungai, orang pertama yang kupikirkan adalah ia. Bahkan saat itu aku berpikir aku tidak seharusnya menyalahkannya. Jessi memiliki pekerjaannya sendiri, ia hidup demi negara, itu memang hal yang sangat abadi, seharusnya aku harus lebih pengertian.

Pengertian? Haha, aku mengerti dirinya, lalu siapa yang mengerti diriku?

Mata Jessi memerah. Ini pertama kali aku melihat dirinya berkaca-kaca. Kalau dulu, mungkin aku sudah sedih, aku akan menyalahkan diriku kurang lembut kepadanya. Tapi kalau sekarang, perasaan satupun sama sekali tidak ada, karena aku sudah kecewa kepadanya.

Ia dengan pasti berkata, “Aku tahu kamu tidak dapat percaya kata-kataku, tapi apa yang kukatakan ini benar. Aku juga tak sangka kalau atasan bisa berubah begitu tiba-tiba.”

“Kamu tidak tahu?” Aku berteriak hingga suaraku serak. “Apakah di dunia ada hal yang tidak diketahui kamu? Bukankah kamu pintar? Bukankah kamu mengetahui semuanya? Dan akhirnya kamu menggunakan kata ‘tidak tahu’ untuk menipuku? Jessi, apakah aku begitu mudah untuk ditipu? Kamu sudah pernah menipuku untuk sekali. Sekarang aku sudah tidak memiliki apapun, apakah kamu masih kurang cukup untuk bermain?”

Kakek Ergi dengan nada rendah berkata, “Alwi, masalah ini bukan seperti yang kamu pikirkan.”

Aku mengangkatkan tanganku sebagai tanda untuk ia berhenti berbicara. Aku mengepalkan tanganku dan berkata, “Jessi, aku berharap setelah kembali Nanjin, aku tidak akan bertemu denganmu untuk selama hidupku. Aku akan berusaha melupakanmu secara menyeluruh. Dan juga beritahu atasanmu, kalau lain kali mau menggunakanku, jodohkan aku dengan Felicia. Sedangkan kamu sudah tidak berhak dijodohkan denganku.”

Setelah selesai aku berucap, aku langsung melemparkan coatnya dengan kasar ke lantai dan berjalan melewati Jessi.

Angin dingin menerpaku, suara pohon terdengar, nyamuk dengan senang bersuara di sekitar orang-orang. Aku berjalan pelan-pelan menuju helikopter. Telingaku terdengar suara lembutnya yang tidak pernah kudengar.

“Laki-lakiku harus setia kepadaku.”

Kuberi kamu waktu setengah tahun. Aku lihat kamu yang merubah diriku atau diriku yang merubah dirimu.”

“Bertemu lagi suatu saat, Alwi.”

“Aku menunggumu dari Nanjin pergi ketempat yang lebih jauh lagi dan di saat itu aku akan menunggumu untuk menemaniku melihat pemandangan disana...”

......

Kata-kata yang berasalh dari mulutnya tertinggal dalam telingaku. Auranya yang banyak, sifatnya yang aneh, ketenangannya, kelincahannya, semua sifatnya tersimpan didalam hatiku. Aku menganggapnya mutiara, sedangkan ia? Aku hanyalah sebuah barang, anak buangan. Ia memainkan diriku secara menyeluruh, keberhasilannya dibentuk atas kesakitanku. Bukankah ini sangat buruk?

Dibelakang, Jessi tiba-tiba berteriak, “Alwi!”

Aku berdiri tegak disana tanpa berbalik badan.

Suara Jessi berubah, ia bertanya. “Apakah kamu benar-benar tidak percaya kepadaku?”

Aku tertawa. Sampai sekarang, ada apa yang bisa dipercaya?

Jessi dengan tegas bertanya lagi, “Aku bertanya lagi kepadamu, apakah kamu benar-benar tidak percaya kepadaku?”

Aku mengepalkan tanganku. Dalam hatiku ada suara yang bilang, “Percaya lagi kepadanya.” Aku hanya menganggap itu sebuah suara yang merendahkan diriku. Aku berdecak dan berkata, “Kamu ingat ucapan yang kamu katakan pertama kali kepadaku? Kamu bilang ‘Sepuluh diriku juga tidak cukup bermain di dunia ini’, kamu bilang ‘Dunia kita tidak akan pernah berhubungan’, kamu bilang ‘Bertemu lain kali’. Aku percaya kepadamu untuk begitu banyak kali. Dan sekarang aku baru menyadarinya, harusnya aku percaya ucapan kamu pertama kali. Aku hanyalah orang biasa, bagaiman bisa bersama dengan putri kaya sepertimu? Bertemu lain kali? Haha, baik sekali ‘bertemu lain kali’.”

Setelah selesai mengatakannya, aku langsung pergi menuju heikopter dan mencari tempat yang terpojok. Beberapa saat kemudian, Jessi dan Kakek Ergi baru masuk. Jessi duduk di tempat paling depan. Sedangkan Kakek Ergi duduk disampingku. Dengan cepat, helikopter mulai terbang. Mataku mulai tertutup, tubuhk merasakan panas dingin, sangat buruk rasanya.

Kakek Ergi berpikir lama dan akhirnya membuka mulut. “Alwi, aku tahu kamu sangat marah. Tapi aku berharap kamu jangan terburu-buru, kamu harus melihat ke bagian yang baik. Kamu pikir setidaknya kamu itu bebas, bukan?”

Aku tidak berbicara. Kakek Ergi menghela nafas dan berkata, “Tiba di Nanjin, aku akan membantumu bangkit kembali.”

“Bangkit kembali?” Aku tidak tahan tertawa. “Orang itu seperti ular beracun, tidak ingin melepaskanku. Tidak perlu bangkit kembali, aku saja tidak tahu kapan aku bisa mati.”

Kakek Ergi berkata, “Tidak mungkin. Atasan sudah membahasnya dengan orang itu, untuk sementara orang itu tidak akan menyentuhmu.”

”Apakah itu sebagai bayaran untukku?” Aku tidak tahan tertawa lagi, tapi hatiku tersa dingin.

Kakek Ergi tidak berbicara, hanya menghela nafas.

Aku membuka mataku dan berkata, “Aku ingin kembali ke Beijing.”

Kakek Ergi berkata, “Alwi, atasan sudah menyuruh kita untuk membawamu ke Nanjin.”

“Demi apa?” Aku bangun dan berteriak. “Aku mau mejenguk Ibuku. Aku mau bertanya kepadanya apakah aku anaknya? Aku amu bertanya kepadanya...”

Mengapa ia tidak menginginkanku?

Ia begitu mencintai Ayahku dan setia menjaga cintanya, tapi mengapa ia memperbolehkan orang lain untuk membawaku pergi? Satu hari pun tidak pernah merawatku.

Kakek Ergi menundukkan kepalanya. “Ibumu tidak akan menemuimu.”

”Mengapa? Jangan-jangan tidak cukup aku dibuang oleh seluruh dunia ini dan sekarang aku juga harus ditinggal Ibuku? Atau dimatanya, aku hanya sebuah cara?” ucapku tanpa sadar.

Saat seperti ini, aku merasakan kelemahanku seperti sebuah kaca, mudah pecah.

Kakek Ergi meggelengkan kepalanya. “Alwi, kamu jangan berpikir seperti itu. Ibumu lebih mencintaimu dari siapapun. Alasan ia tidak ingin menemuimu itu ia tidak ingin kamu menanggung nama anak dari orang yang menjual negaranya. Lagipula, ia sama sekali tidak memiliki pilihan.”

Apa maksud dari Tidak memiliki pilihan? Aku memandang kearah Kakek Ergi. Ia memandangku penuh kesedihan. Aku dengan bingung mengerti maksudnya dan tertawa pahir. “Apakah ia mengetahui aku adalah anaknya?”

”Tahu.” ucap Kakek Ergi.

“Apakah...ia benar-benar menyukaiku?”

Teringat wanita yang tidak kukenal, teringat pertama kali ia panik melihat diriku, teringat kedua kali kelembutan diriku, aku merasa hatiku ingin pecah. Ayahku mati karena disalahkanku, Ibuku ‘dikontrol’ dan tidak bisa menemuiku, wanita yang kusukai masih belum sadar, teman terbaikku sedang membantuku menerima hukuman dan dikurung dalam ruangan gelap.

Aku memang orang yang membawa kesialan bagi orang.

”Kakek, kamu tinggal di Beijing saja. Felicia masih membutuhkan bantuanmu. Selain itu, tolong bantu aku jaga adikku Lidia yang kuliah di Universitas Beijing dan Mawar. Sedangkan di Nanjin sana, aku akan berusaha sendiri.” Setelah itu aku tidak lagi berbicara.

Kakek Ergi berkata, “Bagaimana bisa seperti itu?”

Aku berkata, “Aku sudah memutuskannya. Mohon Kakek dapat mengabulkan permintaanku.”

Kakek Ergi memandangku dan terdiam cukup lama, lalu menghela nafas. “Aku mengerti.”

Selanjutnya dalam perjalanan sama sekali tidak ada pembicaraan. Pagi hari mendatang, helikopter berhenti di gunung yang sepi. Aku menarik tubuhku yang lelah keluar dari helikopter. “Tidak perlu mengantarku.” ucapku tanpa berbalik badan.

Setelah itu aku berjalan keatas gunung dengan langkah besarku. Aku memanjat hingga puncak, lalu berdiri dari atas melihat kota lama ini dari tinggi. Muncul pikiran sedih, aku telah kembali, tapi aku tetap tidak memiliki apapun.

Tapi harus bagaimana juga? Dari hari ini, aku akan menggunakan sepsang tanganku ini untuk menerima kembali apa yang seharusknya kumiliki!

Novel Terkait

Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
5 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
4 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
4 tahun yang lalu