Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 144 Kesempatan

Fuiz mengatakan hari ini dia akan mengambil nyawa aiko, kalimat ini terdengar sangat gila, aku tahu dia bisa melakukannya, saat ini aku sangat ingin menangis, aku memandang Mawar dengan seluruh kekuatanku, dia memandangku dengan perasaan bersalah, seolah sama sekali tidak berani membantuku lagi.

Saat ini aku sangat frustasi, walaupun dia berani meneriaki pria itu, tapi dia tidak berani menentangnya, jika tidak dia tidak akan hanya mengirim sebuah pesan tanpa sebab, aku pikir pesan itu pasti dia kirimkan padaku secara diam-diam, kemudian ketahuan dan ditangkap oleh Gunawan, sekarang di depan mereka, dia sama sekali tidak berani berbuat apa-apa.

Mawar tidak bisa membantuku, tidak akan ada orang kedua di ruangan ini yang akan membantuku lagi, untuk sesaat aku merasa putus asa, aku menatap Kak Toba berharap dia segera sadar, lalu pergi mencari Dony membantu kami.

Ketika sedang memikirkannya, Aiko melemparkan pisau gandanya ke lantai, dan tiba-tiba menunjukkan postur Taichi, memandang Fuiz dan berkata: “Jika tidak sampai akhir, belum tahu siapa yang kalah dan siapa yang menang!”

Fuiz tersenyum dingin dan berkata: “Taichi? Dengar-dengar yang bisa membuat siluman rubah melemparkan pedang ganda hingga menggeluarkan jurus Taichi diseluruh Tiongkok hanya ada sepuluh orang, aku merasa terhormat, aku adalah salah satu dari sepuluh ini.”

Setelah selesai mengatakannya, dia menyerang Aiko.

Fuiz menyerangnya dengan telanjang kaki, ketika dia menyerang aku bisa merasakan hembusan angin dari gerakannya, setiap gerakannya membawa hembusan angin. Satu pukulannya menghantam dada Aiko, dan pada saat yang sama dia mengangkat kakinya menendang perut Aiko.

Wajah Aiko tampak tenang, gerakan tangannya berubah menjadi ringan dan lambat, dia dengan mudah menepis tinju Fuiz, pada saat yang sama lututnya sedikit ditekuk, kaki kirinya bergerak ke sudut lain, dan tangannya bergerak ke bawah dengan kasar, bahkan ketika sedang menepis tinju Fuiz, dia juga menepis tendangan kakinya.

Dalam hatiku, aku berpikir banyak yang mengatakan taichi bisa digunakan mengatasi kekerasan dengan kelembutan, tampaknya itu benar, adanya taichi yang melindunginya, untuk sementara ini Aiko tidak dalam bahaya.

Tatapan mata Fuiz memancarkan ketakjuban lalu berkata: “Gadis kecil, kamu berlatih taichi sampai tahap mendekati sempurna, tapi ‘kekerasan dalam kelembutan’ di taichi, juga memerlukan persyaratan, ketika kekuatan seseorang jelas lebih besar dari kekuatan seseorang yang berlatih Taichi, yang dimaksud dengan‘kekerasan dalam kelembutan’hanyalah ucapan belaka.”

Selesai mengatakannya, tiba-tiba kedua tangannya menopang tanah dan segera berdiri terbalik, lalu kedua kakinya terbang menyerang kedua tangan Aiko, raut wajah Aiko menjadi sangat serius, dia terus mengelak tanpa henti. Ditelingaku terdengar suara hantaman antara daging dengan daging, suara ini terdengar menyakitkan bagiku sebagai seorang manusia awam.

Aku tidak bisa menahan untuk mengangkat hatiku sekali lagi, aku berpikir apakah aku terlalu naif, kekuatan Fuiz terlalu kuat dan gerakannya terlalu cepat, orang ini tampaknya sangat hebat.

Aiko terus melangkah mundur setelah diserang oleh Fuiz, hingga akhirnya dia tidak bisa menahannya, seluruh tubuhnya mulai sempoyongan, ditambah dengan luka yang ada di tubuhnya, wajahnya menjadi putih pucat, hingga akhirnya dia ditangkap oleh Fuiz, kedua kaki Fuiz menendang perut bagian bawahnya, Taichi Aiko dalam sekejap hilang, seluruh tubuhnya ibarat layang terputus terbang keatas, menghantam dinding dengan keras, Aiko menggunakan satu tangannya menahan dirinya terduduk dilantai, tatapan matanya tidak mengaku kalah, lalu mulutnya menyemburkan darah.

Saat ini rambut hitamnya terurai berantakan menutupi setengah wajahnya, yang terlihat sangat menyedihkan dan merana, tapi tetap cantik hingga membuat orang menggila, aku bahkan mendengar suara beberapa pria yang berada tidak jauh menelan ludah.

Mataku membelalak ketakutan ingin berteriak, tapi mulutku hanya bisa mengeluarkan suara “Aa aa”, aku ingin menyerang kesana, tapi malah langsung tersungkur jatuh ketanah dibuat Claura, dia memegang sebuah pisau dan mengarahkannya tepat dileherku, lalu tersenyum dingin berkata: “Kasihan? Wanita sialan ini menamparku, hari ini bisa sampai seperti ini, juga karena ulah dia sendiri!”

Aku menatap Claura dengan marah, aku menyesal kenapa saat itu aku tidak membunuhnya tapi malah mengusirnya. Paman Lei benar, untuk mencabut rumput liar harus membasmi dari akarnya, jika tidak, momok ini suatu hari nanti akan menjadi tumor di tubuhmu dan itu akan membunuhmu.

Claura menamparku dengan keras, kemudian aku merasakan kesakitan diwajahku, walaupun disayat oleh pisau yang dipegang olehnya, aku merasa sedikit demi sedikit darah mengalir keluar dari wajahku, tapi aku sama sekali tidak merasakan kesakitan.

Claura berkata: “Kakek Fuiz, bunuh wanita itu!”

Aku menoleh dengan panik, melihat Fuiz berjalan kearah Aiko, aku menggelengkan kepala dan berteriak sekuat tenaga, Aiko memandangi Fuiz tanpa rasa takut, seolah orang yang mati bukanlah dirinya.

Fuiz mengambil pisau yang ada ditanah dengan kakinya, lalu melemparnya keatas dan ditangkap oleh tangannya, dia yang berdiri disamping Aiko berkata: “Jika kamu tidak membuat nona besar marah, aku masih bisa memberimu sebuah kesenangan, tapi sekarang ……”

Ketika selesai mengatakannya, dia mengangkat kedua pisau dan langsung menusukkannya dengan kejam dikedua bahu Aiko, aku melihat ekspresi wajah Aiko berubah total karena kesakitan, dia mengangkat dagunya dan mengigit bibirnya dengan kuat, mengepalkan kedua tangannya dengan erat, sekalipun sakit seperti ini, dia tetap tidak mengeluarkan suara, dia yang begitu tegar membuatku tidak tahan untuk menangis, aku menangis marah dan sedih, tatapan didepanku menjadi kabur.

Saat ini aku bahkan tidak mempedulikan pisau yang diletakkan di leherku, aku merangkak kedepan dengan keras, ketika pisau itu memasuki kulitku, Claura dengan cepat menariknya ke satu sisi dan berteriak dengan marah: “Alwi, kamu sudah gila? Kamu benar-benar tidak takut mati?”

Aku mengabaikannya, mendorong kakinya yang menginjak tubuhku, lalu bergegas menuju kearah Aiko.

Aiko tiba-tiba tersenyum, tatapan matanya lembut dan berbisik: “Maaf, kakak pernah bilang akan melindungimu……”

Aku menggelengkan kepalaku terus-menerus dan berkata tidak, aku yang tidak berguna, aku yang tidak berguna.

Aku bergegas kearah Fuiz dengan marah, tapi dia malah menendangku menjauh, lalu datang mengangkatku naik seperti seekor anak ayam, lalu melemparkanku kedepan Claura dan berkata: “Nona, bagaimana?”

Claura sangat marah hingga raut wajahnya berubah, dia memandangku dan berteriak: “Bukankah kamu sangat bisa lari? Baik, akan aku putuskan urat kakimu, aku ingin lihat bagaimana kamu lari dari sini!”

Selesai mengatakannya, dia memandang pria itu, dan pria itu langsung mengeluarkan sebilah pisau, di tengah teriakan ketakutan Mawar, dia mendaratkan pisau itu di kakiku, rasa sakit yang dalam itu hampir membuatku pingsan, aku teriak kesakitan sampai air mataku mengalir keluar, aku merasa kedua kakiku tidak bertenaga.

Saat ini, aku benar-benar putus asa. Aku berbaring disana seperti seekor anjing mati, saat ini aku lebih menyakitkan daripada mati, karena aku telah berubah menjadi cacat total! Mulai saat ini, aku takut aku tidak bisa mengurus diriku sendiri seperti buang air besar dan kecil, aku yang begini, bagaimana bisa hidup? Sekalipun hidup sebagai orang cacat itu hanya akan menjadi beban untuk orang lain, lebih baik mati saja.

Aku memukul lantai kesakitan, menjerit putus asa, dan membenturkan kepalaku ke tanah, aku merasa diriku hampir gila, saat ini aku mempunyai satu pemikiran, yaitu mati.

“Alwi, jangan begitu.”

Aku mendengar suara lemah, seluruh tubuhku gemetar menatap Aiko, dia sedih melihatku, aku ingin berteriak memanggilnya “Kak”, tapi aku hanya bisa meratapi sakit.

Saat ini Fuiz menarik pisau keluar dari tubuh Aiko, dalam seketika darah segar menyembur keluar, aku ketakutan melihat pemandangan ini, terlepas rasa sakit dari kakiku, aku berusaha merangkak kesana. Claura menendangku sekali lagi dan berteriak: “Tidak boleh kesana!”

Aku sekali lagi merangkak kearah Aiko, tapi ditendang Claura hingga tersungkur ketanah, aku terus merangkak kedepan dan Claura sekali lagi menendangku hingga tersungkur, aku menggunakan kesempatan ini, tiba-tiba menggigit pergelangan kakinya, dia teriak kesakitan, aku menggigitnya sekuat tenaga, tubuhku terus menerus dipukul, aku merasa tidak ada yang tidak sakit ditubuhku, oleh karena itu juga aku tidak ingin melepaskan gigitan ini.

Lalu, aku di tarik paksa oleh mereka, tapi risiko yang harus dibayar adalah daging kaki Claura yang aku gigit terkelupas.

Gunawan teriak marah, sambil melemparkan vas bunga yang ada di meja teh ke kepalaku, aku mendengar suara “Pong”menghantam kepalaku dengan keras, darah segar mengalir ke kedua tanganku, tapi aku malah tertawa mengusap wajahku, menatap orang-orang itu, aku berpikir sekalipun aku mati menjadi hantu, aku tetap ingin balas dendam pada mereka.

Gunawan tersenyum dingin dan berkata, “Aku benci tatapan kedua matamu, lagipula sudah mau mati, bagaimana jika sekalian mencungkil kedua matamu, baru mengirimmu kejalan ilahi, bagaimana?”

Dia mengatakannya sambil menjulurkan tangan ingin mencungkil mataku, aku tidak menghindar, tepat saat ini aku berkata, aku bahkan tidak takut mati untuk apa takut kamu mencungkil mataku?

Ketika tangan Gunawan hendak menyentuh mataku, Mawar tiba-tiba berteriak: “Jika kamu berani menyentuhnya sekali lagi, aku akan mati didepanmu!”

Semua orang terkejut, aku menoleh memandang Mawar tidak tahu sejak kapan dia mengambil serpihan gelas teh yang ada di meja, menggenggam dengan erat serpihan kaca itu, dan mengarahkannya ke nadi sendiri, lalu berteriak: “Lepaskan mereka pergi!”

Aku tidak menyangka, pada akhirnya Mawar mempertaruhkan hidupnya untuk menyelamatkan kami, untuk sesaat aku merasa sangat berterima kasih kepada wanita ini.

Gunawan tersenyum dingin, Claura berteriak marah: “Bu, apakah kamu masih ibu kandungku? Aku sudah ditindas oleh pria ini sampai seperti ini dan kamu masih mau membantunya!”

Mawar berkata sambil menangis: “Claura, aku tahu kamu membenciku, karena aku melakukan sebuah kesalahan dengan Alwi, tapi kami berdua hanyalah korban, tidak perlu sampai menyalahkannya, terlebih kita berdua yang memaksanya menjadi seperti ini, apa salah Alwi? Claura kamu sekarang berhati dingin dan kejam seperti pria ini, ibu sangat takut, dulu kamu pernah menjadi sandaran ibu, tapi sekarang bahkan sebuah sandaran saja ibu sudah tidak memilikinya, apa artinya jika ibu masih hidup? lebih baik aku mati, pergi menemani mereka.”

Bagaimanapun Claura adalah putri kandung Mawar, semarah apapun dirinya juga tidak boleh mencelakai ibunya, dia menggigit bibirnya, matanya memerah, nada bicaranya melemah: “Bu, apa yang kamu katakan? aku tetap masih menjadi sandaranmu, tunggu setelah Alwi sukses, kita anggap semuanya tidak pernah terjadi apa-apa,  kita sekeluarga tiga orang melewati hidup bahagia bersama, ok?

Wajah Mawar berubah drastis, dan dia berteriak dengan marah: “Tidak bisa! aku dan pria ini tidak terdamaikan, jika waktu itu bukan dia yang memperkosaku, jika bukan dia yang memaksa romanus meninggal, aku juga tidak akan melewati hidup menderita ini, dia menghancurkan hidupku, aku tidak akan memaafkannya seumur hidup ini.”

Gunawan tersenyum dan untuk sesaat dia merasa bersalah, mawar berteriak: “Gunawan, kamu hancurkan hidupku, apakah sekarang kamu juga ingin memaksaku mati baru puas?”

Gunawan memandangku, dan berkata: “Aku bisa tidak membunuh mereka, tapi ada syaratnya.”

Aku sedikit terkejut memandang Gunawan, tidak disangka dia begitu mempedulikan Mawar, hanya saja, jika seorang pria benar menyukai seorang wanita, bagaimana mungkin bisa memperkosanya? cinta psycho ini, termasuk cinta apaan!

Mawar menghela nafas dan bertanya: “Apa syaratnya?”

Gunawan tersenyum memandangku dan berkata dengan dingin: “Melepaskan mereka begitu saja, tidak akan meredakan emosi claura, begini saja, selama dia bisa menggendong wanita ini merangkak keluar, aku akan mengampuninya, tapi jika dia masih berani tetap tinggal di Nanjing, aku tetap akan membunuhnya.”

Novel Terkait

Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Unperfect Wedding

Unperfect Wedding

Agnes Yu
Percintaan
5 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
3 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu