Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 258 Kita Sudah Pulang

"Kamu dan adikmu hanya satu orang yang bisa hidup, kamu masih hidup, jadi..."

Melihat isi pesan teks ini, aku yang sudah lama tidak panik tiba-tiba menjadi panic, apa maksudnya? Apa jangan-jangan mereka tidak takut dengan kata-kataku dan menyakiti adik perempuanku? Aku tidak bisa mempercayainya. Aku merasakan keringat dingin di telapak tanganku. Aku terus menelepon Lidia, tetapi yang bisa menjawabku hanyalah kalimat, "Maaf, nomor yang Anda hubungi sedang tidak aktif."

Aku sangat cemas hingga memanggil nomor tidak dikenal ini, tetapi nomor itu sudah tidak aktif. Aku menggertakkan gigiku dan berkata, "Sial!"

Dony Yun bertanya padaku apa yang terjadi? Aku menjelaskan situasinya, dia terlihat serius, menghiburku dengan berkata, "Jangan risau, mungkin saja pihak musuh hanya menakutimu?"

Aku mengepalkan tanganku erat-erat, berkata dengan gugup, "Baguslah jika pihak musuh benar-benar hanya membuatku takut."

Adikku tidak boleh ada yang terjadi pada adikku! Sama sekali tidak boleh!

Dony Yun melihat ponsel di tanganku dan berkata, "Pihak musuh hanya mengembalikan ponselmu?"

Aku mengangguk dan berkata, "Aku juga baru sadar setelah menelepon dengan ponselmu. Mereka membuang ponsel ke tanah, tapi pistol dan pisau belati diambil."

Pistol itu adalah pistol yang diberikan letnan padaku, itu sangat penting. Meskipun aku sudah meninggalkan Rajawali, tapi pistolnya tetap harus dijaga dengan baik. Pertama, aku membutuhkan pistol sekarang, kedua, suatu hari aku harus mengembalikannya pada letnan. Namun, aku pikir kemungkinan pihak musuh untuk menginginkan pistolku sangat rendah, dia mungkin ingin mengambil pistol itu, kemudian menggunakan pistol itu untuk menggali rahasia yang lebih dalam di belakangku.

Sepanjang jalan. Aku memikirkan hal-hal ini tanpa sadar, aku tidak tahu berapa lama itu berlangsung. Leo menelepon Dony Yun, dengan wajah aneh Dony Yun berkata, "angkat telepon ini."

Aku pikir dia kira-kira tahu di mana aku menyembunyikan ponselku sebelumnya, dengan sedikit perasaan canggung, aku mengambil telepon dan bertanya, "Kak Leo. Bagaimana situasinya?"

Leo berkata, "Orang-orang kami dan orang-orangmu sudah terlebih dulu bersembunyi di setiap jalan keluar. Sekarang, aku melihat dua mobil menuju ke sini. Salah satunya adalah mobil berwarna abu-abu tanpa plat yang membawamu pergi. Aku ingin bertanya satu kalimat padamu, meninggalkan orang tetap, atau"

Dengan suara berat aku berkata: "Kamu tidak punya pistol di sana, pihak musuh punya pistol. Jika menyerang, takutnya kalian bisa celaka."

Leo berkata: "Persimpangan yang aku jaga adalah jalan yang sangat terpencil. Pada dasarnya tidak ada mobil yang akan keluar dari Nanjin lewat sini. Kami tebak kelompok orang ini akan meninggalkan Nanjin dari sisi ini, jadi, orang-orangmmu yang bersenjata sebagian besar ada di sini bersamaku."

Ketika aku mendengar ini, aku bisa menenangkan hati dan dengan suara dalam berkata, "Pastikan untuk meninggalkan orang hidup."

Sejauh ini, aku masih belum tahu siapa yang melakukan ini pada aku dan adik perempuanku. Aku pikir detail dari Brotherhood of Blades juga tidak akan begitu mudah diperiksa, jadi aku harus menemukan bocoran dari orang-orang ini.

leo berkata "OK" dan meminta Dony Yun untuk membuka WeChat, mengatakan bahwa ia akan mengirim lokasi posisinya dan membiarkan kami mengikuti itu untuk kesana.

Setelah aku menutup telepon, aku membuka WeChat dan melihat bagian lokasi yang dibagikan Leo, lalu, Dony Yun dan aku pergi menuju kesitu. Dalam perjalanan, aku menelepon Mondy, dia memberi tahuku bahwa tim yang dia bawa juga menemukan orang-orang yang mencurigakan.

Aku berkata, "Tinggalkan orang hidup."

Mondy berkata dengan nada yang agak aneh, "Semuanya sudah mati."

Aku pikir dia mulai bergerak cepat. Siapa tahu, kalimat berikutnya membuatku seperti disambar halilintar di tengah hari yang cerah, dia berkata, "Alwi, adikmu juga ada di dalam mobil ini."

Terpikir kalimatnya sebelumnya, "Semua orang sudah mati," dan ketika aku mendengar kalimat ini, aku seperti tersambar petir, bertanya dengan hati-hati, "Apa yang kamu katakan?"

"Maaf, kami terlambat satu langkah," Mondy menyalahkan dirinya sendiri.

“Di mana kamu?” Nada suaraku sangat tenang, tapi hanya aku sendiri yang tahu betapa putus asanya aku dalam ketenangan ini.

Mondy menyebut sebuah lokasi, yang juga merupakan jalan yang relatif terpencil, tetapi itu malah bukan jalan kecil, tapi jalan yang baru selesai diperbaiki, jalan raya yang masih belum sempat untuk dipasang CCTV.

Aku mengatakan pada Dony Yun untuk pergi ke tempat itu, dan kemudian aku bersandar di kursi. Pikiranku dipenuhi dengan kata-kata Mondy sekarang. Hatiku sangat sakit hingga aku tidak bisa menahannya, pikiranku menjadi kacau dan aku kehilangan kemampuan berpikir. Hanya ada satu pikiran yang terus muncul di benakku, itu adalah adikku sudah mati, dia sudah mati!

Memikirkan senyum polos Lidia yang seperti air, teringat dia memegang lenganku, berkata padaku, "Kakak adalah kakak terbaik di dunia." Teringat aku memberitahunya bahwa dia dapat segera pergi ke Beijing untuk menyembuhkan penyakitnya, dia melompat dengan gembiranya, teringat dia membuat iga favoritku untuk aku, dengan bahagianya menyuruhku mencicipinya, aku teringat sangat banyak, dari penampilannya saat ini, terpikirkan saat dia masih kecil, dia seperti pangsit ketan kecil yang membuat orang mencintainya.

Pada saat itu, keluarga mengalami kesulitan, dan ibu memberikan semua makanan lezat pada putri kandungnya terlebih dahulu, tetapi dia malah selalu menyembunyikannya secara diam-diam, dan memberikannya padaku di malam hari, dan berkata padaku "makan kak". Setelah orang tuaku pergi, dia di rumah menolak untuk pergi ke sekolah, semua orang datang untuk membujuknya. Dia hanya mengulangi kalimat, "Kakak sekolah, Lidia bekerja." Pada saat itu, setiap kali aku merasa jatuh, dia selalu mengikutiku di belakang untuk membantu. Pernah sekali dia membantuku, aku berteriak kepadanya dengan marah, dan dia menangis sedih.

Aku menutupi mataku dengan tanganku, dan mengepalkan tanganku yang lain, aku hanya bisa menggertakkan gigiku, tetapi tubuhku gemetar dengan sangat hebat.

Aku tidak berani membayangkannya, Lidia benar-benar mati? Tidak. Bagaimana aku menerima kenyataan bahwa tidak ada lagi dirinya di dunia ini?

Kenapa, Tuhan ingin aku kehilangan dia? Saudara laki-laki yang paling aku sayangi, aku tidak ada ketika dia meninggal, itu meninggalkan penyesalan dan rasa bersalah, saudara perempuan yang paling aku cintai, aku juga tidak ada disampingnya ketika dia meninggal, aku tidak dapat membayangkan dia pada saat-saat kematiannya. Betapa tidak berdaya dan menakutkannya! Aku pikir dia pasti selalu menungguku untuk menyelamatkannya, dan yakin bahwa aku bisa pergi untuk menyelamatkannya.

Aku tidak tahu sudah berapa lama berlalu, Dony Yun menghentikan mobil, dia menepuk pundakku, berkata, "Alwi, aku turut berduka cita."

Aku meletakkan tanganku. Melihat atap yang gelap, bertanya, "Dony, kamu bilang jika kamu mengantarku kembali ke Splendid sekarang, kita tidak akan pernah keluar malam ini. Apa waktu akan berjalan mundur? Dini hari besok, adikku tidak akan mengetuk pintuku seperti sebelumnya dan memberi tahuku ‘Kakak, sarapan sudah siap, cepat kemari dan makan’, apa dia akan memegang lengan aku dan berkata dengan genit kepada aku, ‘Kak, temanin aku menonton film malam ini, oke?’ Apa dia akan melakukannya?"

Sampai disini, aku tersedak, aku tidak bisa mengatakan apa-apa lagi, seperti ada batu yang tersangkut di tenggorokanku, aku tidak bisa menelannya, tidak bisa mengeluarkannya, aku merasa sangat depresi hingga mau menjadi gila.

Dony Yun menghela nafas dan berkata, "Alwi, kamu mengerti lebih baik daripada siapa pun. Waktu tidak akan mundur, tidak peduli berapa banyak waktu memberimu penderitaan, berapa banyak cobaan, tidak peduli berapa banyak kamu tidak mau menerimanya, tapi waktu tidak akan kembali. Kamu hanya bisa menerimanya. "

Tubuhku membeku dan tiba-tiba berkata, "Ya, waktu tidak akan mundur. Yang bisa mundur hanyalah memori kabur"

Sambil berbicara aku keluar dari mobil, dari jauh, aku bisa melihat Mondy berdiri di depan sebuah mobil, dia menundukkan kepalanya sambil merokok dengan cemas. Aku berjalan dan dia memanggil "Alwi". Aku mengalihkan perhatianku ke mobil di sebelahnya, dan perlahan-lahan memalingkan wajah aku, wajah aku perlahan-lahan menempel ke jendela, adik perempuanku meringkuk di dalam mobil berada di depanku. Walaupun cahaya di dalam mobil redup, aku masih bisa melihat jelas penampilannya, dia membelalakkan matanya, mulutnya sedikit terbuka, dan ada darah yang sudah mengering di dadanya.

Aku hanya menatap matanya, membuka pintu dengan tangan bergetar dan masih berdiri disana menatap matanya. Pada saat ini, tiba-tiba aku memikirkan ibu angkatku dan hari dimana ibu angkat meninggal, tatapannya juga sama seperti ini, keputusasaan dan ketidak relaan yang sama.

Lidia, dia benar-benar meninggal.

Aku perlahan-lahan mengulurkan tangan mau menyentuh wajahnya, tapi takut dia membenci sentuhanku karena aku yang membahayakannya hingga meninggal. Air mata jatuh tidak terkendali, tanganku bergetar tidak terkendali. Setelah beberapa saat, aku akhirnya menyentuh wajahnya yang dingin dan menutup matanya. Pada saat ini, dia terlihat seperti sedang tidur. Aku perlahan-lahan menggendongnya keluar dari mobil dan mencelanya dengan suara lembut, "Gadis jelek, kenapa kamu tertidur di mobil orang lain? Kakak membawamu pulang tidur, oke?"

Sambil berbicara, aku menggendong Lidia perlahan-lahan dan berjalan menuju mobil Dony Yun. Dony Yun berjalan di sampingku dan berkata, "Alwi, Lidia sudah pergi, bangunlah.”

Aku menggelengkan kepalaku, tersenyum padanya, berkata, "Dony, aku akan marah dengan lelucon seperti ini. Siapa yang mati, adikku tidak akan mati, dia bilang padaku, setelah dia sembuh, dia mau aku mencarikan dia pacar yang tampan. Aku belum memenuhi janjiku, bagaimana bisa dia mati?"

Selesai berbicara, aku menunduk memandang Lidia yang berada di pelukanku dan berkata dengan memanjakannya, "Ayo pulang, papa mama juga pasti sangat merindukanmu, ayo kita sama-sama kembali melihat kedua orang tua, bagaimana?"

Setelah mengatakan itu, aku membawa Lidia ke sebelah kursi pengemudi dan memakaikan sabuk pengaman, aku duduk di kursi pengemudi dan mengemudi pergi dari sini.

Sepanjang jalan, aku mengobrol dengan Lidia, berbicara tentang kebahagiaan di masa kecil kami, berbicara tentang hal-hal yang ingin ia lakukan tetapi tidak punya waktu untuk melakukannya. Mobil melaju sepanjang jalan, seperti bepergian di jalan tanpa tujuan.

Tengah malam, aku mengantar Lidia ke kampung halamanku. Rumah tua di kampung halamanku sudah kosong selama tiga tahun, rumah bata rendah yang belum dicat putih karena sudah lama tidak dihuni. Dan di mana-mana tandus. Aku memeluk Lidia dan membuka pintu kayu yang sudah rusak. Itu adalah rumah tempat aku tinggal selama lebih dari sepuluh tahun. Melihat perabotan yang tidak berubah di dalam rumah, melihat foto-foto orang tuaku di atas meja besar di ruangan itu, aku berlutut lurus dan berkata, " Lidia, kita sudah sampai di rumah. Ayah, Ibu, aku membawa Lidia untuk melihat kalian."

Novel Terkait

The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
3 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
3 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
4 tahun yang lalu
Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu
Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
4 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
3 tahun yang lalu