Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 749 Tunggu Aku (2)

Widya yang menyalakan penerang ditangannya terdiam disana. Ruangan menjadi terang, ia terkejut memandangku. Aku berkata penuh canda, “Nona Widya, kamu kira aku begitu tidak berhati, hingga tidak merayakan ulang tahunmu? Kalau begitu sebagai teman, aku memang terlalu jahat bukan?”

Widya benar-benar asal memakai setelah olahraga, tanpa riasan wajah, mungkin ia sudah membersihkannya dan terlalu malas untuk merias lagi, tapi rambut panjangnya masih saja terikat. Mungkin karena tidak ada riasan, jadi ia tidak terlihat garang dan sedikit melembut, tapi itu hanya sedikit. Dari tatapan mata seriusnya, masih bisa dilihat ia sangatlah garang.

Widya memandangku dan tiba-tiba tertawa. AKu bertanya, “Apa yang kamu ketawakan?”

Ia bilang, “Kuenya jelek sekali.”

Raut wajahku seketika memburuk. Widya mengangkat alisnya. Aku dengan kesal berkata, “Apakah kamu tahu kue ini sudah menghabiskan berapa waktuku? Aku orang yang memegang senjata, bersabar pergi ke toko kue Golden Eagle dan menganggu guru untuk mengajarku selama dua jam. Hanya demi sebuah kue ini dan kamu bilang ini jelek? Aku sangat kecewa.”

Widya tidak tertawa dan memandangku berkata, “Kamu belajar membuat kue? Demi diriku?”

Aku tertawa berkata, “Jangan terlalu terharu. Aku juga akan melakukannya demi orang lain.”

Widya memandangku. Datri tatapannya, aku tahu ia sudah mengerti ucapanku, untuk tidak menyalahpaham perasaanku kepadanya. Ia sangatlah pintar, setelah selesai meniup lilin, ia berkata, “Tenang saja, aku masih tidak begitu percaya diri.”

Aku bilang, “Mengapa kamu sudah meniup lilinnya, sebelum berdoa?”

Widya langsung menusuk kue dengan jarinya dan mencicipi krim kuenya. Ia mengangkat kepalanya dengan terkejut. Ia bilang, “Kue ini terlalu jelek, bahkan jika aku berdoa, juga tidak akan terkabulkan.”

Aku, “……”

Huh, mengapa mulut wanita ini jahat sekali? Ia langsung mengambil kue dari tanganku dan berkata, “Tapi rasanya masih enak.”

Ia berjalan ke depan meja dan berseru senang. Ia bertanya, “Jangan-jangan semua piring-piring disini ada makanan?”

Aku berjalan ke depan meja, lalu menarik kursi untuknya. Aku membukakan semua tutupan dan tersenyum mengatakan, “Iya. Malam ini, Koki Alwi yang memasakan semua makanan ini untuk Nona Widya. Makanan malam ini ada, nasi omelette, ayam kungpao, kuah kari sapi, kerang dengan telur…”

Aku mengenalkan semua makanan, setelah itu aku bertanya, “Apakah Anda puas dengan makanan yang ada?”

Widya duduk sambil memandang meja yang penuh makanan. Ia bertanya dengan nada terkejut, “Bagaimana kamu tahu seleraku?”

Lalu ia tertawa dan lanjut berkata, “Aku juga lupa siapa dirimu, bagaimana mungkin ada hal yang tidak diketahui olehmu? Sudahlah, terima kasih kamu sudah repot-repot. Alwi, aku sangat senang. Hmm…kamu berhasil menyuapku. Tenang saja, lain kali aku semakin menghormatimu dan membantumu.”

Aku tertawa dengan tak berdaya dan duduk berkata, “Berani-beraninya kamu menjadikan perhatianku sebagai pembelian simpati orang?”

Widya mencicipi dan berkata, “Memangnya bukan? Apakah aku tidak tahu ide apa yang sedang kamu lakukan? Tapi, kalaupun aku tahu, aku juga berterima kasih kepadamu.”

Ia sambil berkata sambil menuang anggur ke gelasnya dan gelasku, lalu memberinya kepadaku. Aku menerima anggurnya dan ia mengangkat gelas kearahku. Ia tersenyum dan berkata, “Alwi, terima kasih setelah kamu mengalami berbagai masalah, kamu masih bisa percaya kepadaku dan menganggapku sebagai teman.”

Aku mengangkat gelas anggur dan berkata, “Tidak, seharusnya aku yang berterima kasih kepadamu. Kesulitan yang kamu lalui di Tianjing, aku selamanya tidak akan bisa melupakan. Semua kesulitan yang kamu lalui hanya demi diriku, selamanya aku tidak bisa membalasnya.”

Widya berkata dengan serius, “Kamu patut untuk kulakukan.”

Mata kami saling bertatapan. Tatapan mata kami berisi berbagai kalimat, tapi juga tidak ada siapapun yang berbicara, tidak ada yang melewati batas di saat malam dan suasana yang begini baik. Seperti yang kukatakan, Widya adalah wanita yang dapat mengontrol dirinya, ia tidak akan sebodoh itu untuk melakukan kesalahan itu.

Aku dan Widya saling bersulang, lalu minum seteguk. Ia tertawa berkata, “Mawar kuning ini…”

“Untukmu. Mawar kuning untuk teman, berarti persahabatan yang suci dan ucapan selamat yang baik. Widya, aku berharap kamu bisa melepaskan apa yang seharusnya dilepaskan dan mencari kebahagiaanmu. Berharap semua yang baik untukmu.”

Sudut bibir Widya terangkat ddan berkata, “Aku sangat baik, sekarang aku juga baik-baik saja.”

Aku tahu maksudnya ia tidak bersiap untuk melakukan perubahan apapun, sehingga aku merasakan sedikit saying dan kasihan. Tapi aku menghormati keputusannya dan tidak memaksanya untuk berubah, jadi aku tertawa berkata, “Sudahlah, makan makanannya, kalau tidak kasihan sekali makananku.”

“Hmm, aku tak sangka masakanmu begitu enak.”

“Kalau suka, lain kali tunggu kamu kembali ke Nanjin dari Tianjing, kamu boleh datang ke tempatku makan, dengan syarat jika aku berada di Nanjin.”

Widya memutar balik matanya dan berkata, “Untuk apa kamu mengucapkannya? Siapa yang tidak tahu kalau kamu ingin pergi ke Beijing, tapi mengapa aku mendapat berita bahwa Nona Jessi itu sudah memutuskan untuk menikah? Kamu baik-baik saja kan?”

Aku menggelengkan kepalaku dan percaya diri mengatakan, “Tak apa-apa, aku adalah kesayangan Jessi…”

“Membuatku mual.” Widya memutar balik matanya.

Aku tertawa senang, siapapun tak sangka acara makan-makan yang seharusnya penuh dengan perasaan ambigu, menjadi begitu bersih dan acara perayaan ulang tahun yang begitu bersahabat.

Sambil makan dan berbincang dengan Widya, waktu pelan-pelan sudah melewati pukul dua belas. Ia bilang, “Aku sudah harus pulang, bagaimana denganmu? Rencana kapan balik ke Nanjin?”

“Besok pagi.”

“Besok pagi? Bukankah baik pulang nanti?”

Aku memandangnya dan tertawa berkata, “Karena masih ada acara nanti.”

“Acara apa?”

“Aku menemukan sebuah gunung, semua sayurnya sudah jadi, apakah kamu ingin ikut pergi melihatnya?”

Widya sedikit terkejut dan dengan kesal bertanya, “Apakah kamu gila? Siapa yang pergi melihat sayur di tengah malam seperti ini?”

Aku dengan kesal berkata, “Pagi hari juga tidak bisa keluar denganmu.”

Ia tertawa dan berdiri berkata, “Baiklah kalau begitu. Ayo jalan.”

Aku juga berdiri, tapi saat ini teleponku tiba-tiba berdering. Widya berkata, “Mengapa aku tiba-tiba ada firasat buruk?”

Aku tertawa dan hanya menganggap itu sebagai candaan. Tapi saat melihat nama dilayar telepon, hatiku juga mencelos. Panggilan ini berasal dari Aiko. Harus diketahui, ia tidak akan menghubungiku, jika tidak ada sesuatu yang penting.

Teringat ini, aku segera menekan tombol angkat, lalu aku langsung mendengar suara Aiko yang penuh kedinginan dan kegarangan. Ia berkata, “Alwi, kamu berada di Tianjing?”

Aku bilang, “Iya, ada apa?”

”Tunggu aku.” Ia memutuskan telepon setelah mengucapkan itu dan menyisakan diriku sendiri mematung di tempat.

Aiko mau datang ke Tianjing? Menyuruh aku menunggunya? Untuk apa…ia datang ke Tianjing?

Aku segera menghubungi Sulistio. Ia pasti mengetahui apa yang terjadi. Aku baru saja menghubunginya, Sulistio langsung mengangkat panggilanku. Ia terburu-terburu mengatakan sesuatu yang membuatku sangat marah. Ia bilang, “Kak Alwi, Cecilia ditangkap orang lain.”

Aku kehilangan akalku dan berteriak, “Apa yang kamu katakan? Apa yang terjadi pada Cecilia?”

Suara Sulistio terdengar penuh dengan kemarahan dan merasa bersalah. Ia bilang, “Cecilia ditangkap orang, untuk tebakan awal sepertinya dibawa pergi oleh anak angkat Bibi yang merawat Aiko. Orang itu berbohong untuk mendapatkan kepercayaan kita. Ia bilang sore ini ia akan membawa Cecilia ke taman bermain. Siapa tahu…tidak pergi seberapa lama, orangku memberitahu katanya Bibi yang ikut pergi juga kena kecelakaan, sangat parah. Saat itu, orang itu lah yang menyuruh pengawal untuk segera membawa Bibi ke rumah sakit, sedangkan ia kabur. Kita mencari jalur mobilnya dan tidak menemukan apapun, tapi Chick menemukan sebuah nomor telepon di teleponnya. Itu adalah nomor telepon Tianjing dan teringat masalahmu, jadi kita curiga…”

merasa kepalaku sangat pusing saat mendengar Sulistio mengatakan itu semua. Otakku menjadi pusing dan tubuh pun ikut bergetar. Widya mengerutkan dahi dan berkata, “Alwi, kamu harus tenang.”

Seperti tidak terpikir kalau disampingku ada wanita lain, Sulistio disebrang sana seketika terdiam dan berkata, “Kak Alwi, bagaimana ini?”

Nomor telepon Tianjing, kehilangan Cecilia…Saat ini, aku sangat marah. Dasar brengsek! Cukup kita yang bersaing, ada-adanya yang berani menyentuh anakku. Aku ingin membunuhnya!

Aku bilang, “Aku akan menyuruh orang untuk memeriksa. Sulistio, apakah kamu datang bersama Aiko?”

Sulsitio berkata, “Ia berada di mobil depan.”

Aku menarik nafas dalam dan berkata, “Tolong awasi ia untukku!”

Setelah itu, aku memutuskan panggilan dan mengepalkan tanganku. Siapa? Siapakah yang berani menyentuh Cecilia dalam keadaan yang begini kacau? Kalau aku menemukan orangnya, aku akan melukai keluarganya hingga ia tidak ada keturunan lagi!

Novel Terkait

Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
3 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
4 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
3 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
3 tahun yang lalu