Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 256 Krisis baru

“Kalo kamu ingin menembak, tembaklah. Aku tidak akan menghindarinya.”

Aku mengatakannya kepada Claura yang sedang menaikkan pistol tersebut kearahku dan sedang berdiri tegak disana, aku pun hanya menatap lurus melihatnya. Sulistio dan Mondy dengan cemas berteriak memanggilku. Bahkan ketika Mawar menyerbu kemari supaya Claura tidak membuat keputusan gegabah. Dia juga berkata bahwa dia paham Claura sedang sakit hati, tapi dalam situasi ini jika bukan aku yang mati, maka Gunawan lah yang mati. Aku pun tidak dapat melakukan apa-apa.

Siapa yang akan mengira bahwa sebaiknya Mawar tidak mengatakan apapun. Saat dia mengatakannya, Claura pun semakin bertindak, dia menghadap kearahku dan berkata: “Jika dia ingin menyelamati nyawa ayahku, pastinya ada caranya!”

Dia bernapas dengan berat, matanya penuh dengan kebencian dan menanyakan kepadaku: “Apakah kamu mengira aku tidak berani menembakmu? Kamu kira bahwa aku mencintaimu makannya kamu boleh melukaiku seperti ini?”

Aku bilang kepadanya bahwa aku sama sekali tidak berpikir demikian. Claura meletakkan Gunawan ke bawah dan kemudian perlahan-lahan berdiri. Dia memegang pistol di kedua tangannya, membidik ke bagian jantungku dan berkata: “Pembalasan untuk membunuh ayah, darah itu lebih kental dari apapun. Alwi, aku pasti akan balas dendam untuk ayahku, kamu matilah!”

Setelah dia selesai berbicara, dia langsung menarik pelatuknya. Kemudian, aku merasakan tusukan nyeri di punggungku. Sulistio pun berteriak dengan cemas: “Kak Alwi!”

Aku mengangkat tanganku yang menandakan bahwa aku baik-baik saja. Dia dengan wajah muram memandang Claura. Claura pun perlahan-lahan meletakkan pistolnya dan berkata: “Aku tidak akan membuatmu mati semudah ini. Aku akan membuatmu merasakan penderitaanku. Aku akan menyiksamu, menghukummu, menghukum diriku karena telah mencintaimu.”

Dia melemparkan pistolnya ke tanah, kemudian menggendong Gunawan berjalan keluar. Anak buahnya Gunawan melihat bahwa ketuanya telah meninggal dan mereka tidak berani untuk melanjutkan pertarungannya. Mereka mengelilingi Claura yang berjalan menghadap ke depan. Setelah menunggu dia selesai berjalan, aku pun bersandar diatas meja, melihat bekas tembakan yang terdapat di bahu. Aku pun merasa sedikit sedih. Alasan mengapa aku berani membiarkan Claura menembak sebenarnya karena aku tahu bahwa dia tidak akan sungguh-sungguh membunuhku. Tembakan ini, aku telah melunasi hutangnya. Semenjak saat itu, kami saling tidak berhutang.

Mawar dengan dalam menatapku, tidak memiliki pilihan untuk berkeluh-kesah dan berkata: “Obatinlah lukamu, aku akan pergi.”

Aku tidak mengatakan apapun. Mawar pun membalikkan tubuhnya dan Sulistio dengan gugup berkata: “Sebaiknya kita ke rumah sakit kah?”

Aku menggelengkan kepalaku dan berkata: “Tidak perlu, aku akan mengurusnya sendiri. Bawalah kemari akohol, plester dan pisau.”

Sulistio langsung pergi mempersiapkan beritanya. Aku melihat kearah Johan, dia masih terpanah disana. Melihat aku sedang menatapnya, dia menunjukkan raut wajah yang menyulitkan dan berkata: “Kamu benar-benar sudah berubah ya sekarang.”

Setelah Johan selesai mengatakannya, dia pun berdiri dan pergi meninggalkan kamar tidur tersebut. Setelah menungga dia pergi, aku membiarkan Mondy meneleponi orang-orangku. Mengapa mereka sampai sekarang pun belum tiba ya?

Barusan yang pergi bersama Aiko untuk menyelamatkan adikku adalah orang-orang tim detektif. Mereka memiliki pistol, makannya kita dapat menyingkirkan dua orang yang sedang menangani Claura. Dan adikku dengan Aiko seharusnya balik bersama dengan Claura. Mengapa kita tidak berjumpa dengan mereka?

Di dalam hatiku, aku sekali lagi merasa tidak tenang.

Mondy berkata: “Aku juga merasa ada yang aneh. Kamu tunggu aku sebentar, aku akan menelepon untuk bertanya-tanya.”

Aku mengangguk kepalaku. Siapa yang akan mengira bahwa ponselnya Mondy bordering terlebih dahulu. Dia pun memencet tombol terima dan tiba-tiba wajahnya berubah menjadi masam. Dia dengan cemas melihatku, aku dengan suara rendah bertanya: “Apakah ada masalah yang terjadi?”

Mondy mengerutkan alisnya dan berkata: “Betul, tiba-tiba ada sekelompok orang hebat yang datang membawa pergi Lidia. Aiko dan dua orang yang pergi menyelamatkannya pun terluka, telah dijebak dan tidak dapat pulang kembali.”

“Bagaimana mungkin bisa terjadi begini?” aku ada sedikit terkejut dan bertanya, “Bukankah Claura mereka orang telah balik?”

Mondy pun menjelaskan: “Mereka berkata bahwa Claura saat itu takut bahwa kamu akan membunuh ayahnya, makannya mereka beraksi untuk menyetir kemari. Tapi, dia bukanlah sasaran dari pihak tersebut dan hanya menghalangi Aiko yang sedang melindungi Lidia. Makannya Claura dan Mawar dapat balik dengan aman. Alwi, kelompok orang-orang ini sungguh hebat. Kita harus secepat mungkin kesana.”

Aku mengangguk kepalaku dan dengan sara rendah berkata: “Kumpulkanlah para saudara-saudaraku dan pergi ke tempat yang kamu katakana barusan. Mondy, kamu yang memimpin jalan.”

Mondy pun berkata baiklah dan kemudian memberikan perintah kepada orang-orangnya. Aku memilih 20 tim elit dan membawa mereka pergi meninggalkan tempat ini bersama-sama. Sulistio dengan terburu-buru berbalik. Dia melihat aku yang telah mengabaikan lukaku dan bertanya aku ingin pergi kemana. Aku membalasnya bahwa aku tidak memiliki waktu untuk menjelaskannya dan membiarkannya masuk ke dalam mobil.

Setelah masuk ke mobil, aku sambil mengurusi lukaku, sambil menjelaskan masalah tersebut kepadanya.

Sulistio pun mengkerutkan alisnya dan berkata: “Itu bukan gangster biasa yang dapat menjebak Aiko dan kedua tim detektif yang memiliki keahlian dalam menembak, kemungkinan mereka juga dilengkapi dengan senjata. Aku sudah begitu lama berada di Nanjin, Aku belum bertemu dengan orang seganas ini, Mungkinkah mereka bukan orang Nanjin? Melainkan berasal dari luar kota?

Aku memperbankan lukaku sambil mengeluarkan ponsel untuk diberikan ke Dony Yun agar dia mengangkatnya dan sambil berkata: “Ada kemungkinan bahwa tersangkanya adalah Gunawan. Tentu saja kemungkinannya bahwa pria itu sedang beraksi di Beijing. Aku berpikir bahwa ayahku pasti telah merangsang banyak musuh. Saat orang-orang ini melihat ayahku meninggal, mereka ingin menagih hutang dan juga ingin membunuhku, makannya mereka ingin membalas dendam ke ayahku.

Disaat ini, Dony Yun telah mengangkat teleponnya. Aku pun menceritakan masalahnya. Setelah kita membuat janji pertemuannya, aku pun langsung menjumpai Sulistio dan tidak dapat menahan diri untuk melampiaskan amarahnya sambil berkata: “Ayah apakah ini hah? Kenapa kamu tidak membuat sedikit kebaikan, melainkan meninggalkan setumpuk masalah ini?”

Mondy pun dengan marah berkata: “Yang bernama Sulistio, jagalah sedikit ucapanmu!”

Sulistio pun cemberut dan mengatakan bahwa yang dia telah mengatakan yang sebenarnya. Aku pun bilang untuk tidak meneruskannya karena ayahku juga tidak tahu bahwa suatu saat dia akan membawakan berbagai masalah ini. Ibuku pernah bilang bahwa dia adalah orang yang baik. jika dia tahu bahwa dia akan membawakan masalah untukku, dia kemungkinan akan lebih menyalahkan dirinya dibanding siapapun.

Aku juga tidak tahu mengapa. Walaupun aku belum pernah berjumpa dengan ayahku dan tidak bernah berhubungan dengan dia, tapi aku merasa bahwa dia adalah pria yang lembut dan ayah yang baik. Kepercayaan ini kemungkinan telah disebarkan oleh ibuku.

Orang-orang kami pun tiba di bangunan yang telah ditelantarkan dan telah bersiap untuk ke tempat parker bawah tanah. Sampai di tempat pemarkiran, aku melihat terdapat dua orang yang saling berhadapan sedang berdiri. Aku melihat bahwa tubuhnya Aiko telah diselumuri oleh darah sedangkan adikku sama sekali tidak terlihat. Aku sesaat sangat geram dan perlahan-lahan berjalan masuk. Orang-orang yang mengelilingi dia pun memutarkan badannya dan beberapa dari mereka melihatku dengan hati-hati. Aku pun berdiri satu langkah dari mereka dan berkata: “Aku hanya sekali saja menanyakanmu, siapakah bos dibalik ini semua? Adikku telah dibawa kemana?”

Beberapa dari mereka pun saling menatap-natapan da nada seorang pria dengan dingin berkata: “Kamu siapa hah? Juga berhakkah untuk tahu nama bos kami? “

Aku dengan senyum sinis berkata: “Inikah jawaban kalian?”

Mereka pun tidak mengatakan apapun. Pandangan mataku jatuh ke tiap wajah orang-orang tersebut dan segera dengan dingin membuka mulut dan berkata: “Tembaklah!”

Suaraku mereda dan para sniper yang dari awal telah mengepun dari luar pun mulai bergerak. Dalam sejenak, orang-orang ini yang awalnya masih sombong dalam sekilas pun tergeletak di tanah.

Aku berkata: “Kak Mondy, Sulistio, periksalah mayat orang-orang ini.”

Setelah selesssai mengatakannya, aku perlahan-lahan berjalan ke depan seakan-akan seperti tidak terjadi apa-apa sambil menginjak mayat tersebut dan kemudian sampai hingga sisinya Aiko. Dua mata kita pun saling berpandang-pandangan. Aiko pun sedikit mengkerutkan dahinya dan berteriak: “Alwi……”

“Kak, maafkan aku yang telah membuatmu susah.” Aku pun memeluk Aiko sambil berkata dengan pelan.

Aiko pun tidak berkata apa-apa. Aku menghirupkan aromanya dan berkata: “Masalah sebelumnya adalah salahku. Kak, apa yang perlu aku lakukan agar kamu memaafkanku? Tidak peduli apapun kondisi yang kau berikan, aku pasti akan melakukannya.”

Aiko pelan-pelan mendorongku dan dengan datar berkata: “Aku bukannya marah denganmu. Masalah kamu dengan Claura aku sudah mendengarkan semuanya dari adikmu. Aku lah yang telah salah menilaimu.”

Dengan ini, dia melihat luka di bahuku dan menanyakan bagaimana aku bisa terluka seperti ini. Aku pun berkata bahwa aku membunuh Gunawan, membuat Claura marah dan menceritakan masalah bahwa Claura sekali lagi telah berdiri di pihak sebelah ke Aiko. Setelah aku selesai membicarakannya, Aiko pun merasa ketakutan disana. Pandangan matanya menghilang dan tidak ada yang tahu apa yang sedang dipikirkannya. Aku pun meneriak “Kak” dan Aiko pun tersadar. Dia memandangku dan berkata tanpa ada maksud apa-apa: “Di dunia ini, ada beberapa kebencian dapat disingkirkan. Namun, ada beberapa kebencian tidak dapat disingkirkan dan tidak dapat diperbaiki.”

Aku tidak tahu mengapa tapi aku sesaat merasakan kepedihannya Aiko. Bagaimana dijelaskan ya, perasaan ini seakan mirip dengan yang dirasakan Claura.

Mondy kali ini berkata: “Alwi, tidak ditemukan alat komunikasi di tubuh orang ini, tetapi ada sesuatu yang mengganjal.

Dia mengatakannya sambil membukakan dadanya mayat tersebut. Yang kulihat adalah bagian jantung telah diukir tato pisau kecil. Tidak peduli orang ini atau orang lain, mayat tersebut di bagian jantungnya telah diukir dengan tato pisau yang sama. Aku pun berjongkok dan melihat tato yang sama ini dan berkata: “Orang-orang ini bukan dari organisasi pembunuhan kan?”

Mondy dengan nada muram berkata: “Tingkok yang sebelumnya terdapat organisasi yang agak besar di berbagai tempat, seperti Gunawan yang awalnya menguasai Yunnan. Ada beberapa organisasi akan meninggalkan tanda di tubuhnya. Ukiran tato pisau kecil di bagian jantung ini yang kutahu hanya terdapat satu, yaitu organisasi memiliki pengaruh besar di Shanghai yang bernama ‘Brotherhood of Blades’.”

Brotherhood of Blades.

Aku pun berdiri dan berkata: “Suruhlah orang-orang untuk menyelidiki Brotherhood of Blades ini. Sebagai tambahan, urusinlah mayat ini.”

Setelah selesai mengatakannya, aku pun menghubungi Yesen. Dia sekali mendengar aku yang meneleponnya, sesaat bertanya ada masalah apa. Aku meminta bantuannya untuk mencarikan seseorang agar menyelidiki sesuatu dan apakah akhir-akhir ini ada rombongan besar yang datang ke Nanjin secara bersamaan dimana waktunya adalah saat dua hari ini.

Setelah mematikan teleponnya, Mondy bertanya apa yang akan kulakukan selanjutnya. Aku menjawab: “Saat pihak lain menangkap adikku, dia pasti akan otomatis menghubungiku. Jika tidak tidak dapat menemukan informasi apapun mengenai mereka, kita hanya bisa menunggu saja.”

Mondy mereka orang pun tidak mengatakan apa-apa, sedangkan dua puluh orang yang kubawa telah mulai untuk membereskan mayatnya. Aku meminta Sulistio untuk membawa Aiko ke rumah sakit, tapi dia menolaknya dan berkata: “Aku akan menemanimu.”

Aku pun menggelengkan kepalaku dan berkata: “Kak, disini ada Dony Yun yang akan menemaniku. Kamu tenang saja, aku akan baik-baik saja. Kamu juga telah melihatnya bahwa sekarang aku tidak akan mudah ditindas oleh siapapun.”

Aiko dengan datar berkata: “Baiklah.”

Setelah menunggu Sulistio mengantarkan Aiko, ponselku pun bordering. Tiba-tiba, aku mendengarkan suara yang dingin dan suram berkata: “Alwi, diluar terdapat satu mobil. Jika kamu ingin menyelamatkan adikmu, kamu harus sendirian naik mobil itu. Jika tidak, setengah jam kemudian kamu akan mengumpulkan mayat adikmu!”

Novel Terkait

This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
3 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
3 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
4 tahun yang lalu