Cinta Dibawah Sinar Rembulan - Bab 613 Waktu yang Berbeda, Bertemu Sahabat yang Sama

Nama yang sangat kukenali, suara yang sangat kukenali dan wajah yang yang sangat kukenali. Semua masalah ini begitu tiba-tiba, sehingga aku tidak bisa bereaksi apapun.

Alver mengira aku tidak mengenalinya. Ia melepaskan topinya perlahan-lahan dan menunjukkan wajahnya yang jelas. Kepala kecilnya dengan tatapan mata yang begitu semangat, hanya temperamennya yang berubah. Kalau dulu, mau bagaimanapun ia memiliki temperamen yang lucu, tapi sekarang ia terlihat seperti pedang yang dipertajam, menjadi lebih tenang, lebih tertutup dan garang.

Ia bertanya, “Apakah kamu tidak mengenaliku?”

Aku menghampirinya dengan perlahan-lahan, lalu memberikan koper kepada Nody, lalu aku memeluknya dengan erat, begitupula dengannya. Ia menepuk pelan punggungku, lalu berkata, “Sahabatku, maafkan aku, seharusnya aku mempercayaimu dan mencurigaimu.”

Aku menggelengkan kepalaku, mengingat aku pernah hal-hal yang melukai dirinya karena sebuah misi, sehingga aku merasa sangat bersalah. Aku selalu merasa frustasi dan tak berdaya karena melakukan hal-hal yang tidak pantas dimaafkan olehnya. Aku juga selalu merasa menghutang sebuah permintaan maaf kepadanya, tapi aku tidak sangka ia terlebih dahulu meminta maaf kepadaku.

Saat memeluk Alver, aku bisa merasakan otot tubuhnya menjadi lebih kuat. Hatiku merasa terkejut apa yang ia telah alami selama setengah tahun ini, mengapa aku merasa ia berubah menjadi lebih hebat dari sebelumnya? Netraku melirik ke arah sebuah kotak kecil yang berada di tangan Nody. Aku jadi teringat ucapan Jessi, “Ia bukanlah orangku, tapi orangmu”, mendadak aku merasa gembira. Aku melepaskan pelukanku, lalu bertanya, “Alver, apakah Jessi yang menyuruhmu datang?”

Alver tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Ia melihat wajahku sambil mengerutkan dahinya lalu berkata, “Apa yang terjadi pada wajahmu?”

Aku menggelengkan kepalaku lalu berkata, “Ini hanya luka ringan, tidak perlu dibahas. Ayo cepat masuk ke dalam.”

Aku tidak pernah menceritakan tentang Alver kepada Nody mereka, lagipula sejarah itu terlalu menyakitkan, tapi dari percakapanku dengan Alver, bisa melihat hubungan kita sangat baik. Kedua orang itu seketika menyimpan kembali niat buruknya, lalu menyambut Alver dengan gembira.

Aku dan Alver duduk di atas sofa, ia melirik sekilas Dony mereka, lalu menatap kearahku dengan penasaran. Aku tertawa lalu berkata, “Mereka berdua adalah sahabatku. Ia adalah Dony Yun dan disitu ada Nody. Mereka berdua yang berada disana adalah tunangannya, Anna dan Monica.”

Setelah selesai sesi perkenalan, aku dengan gembira berkata ke Dony mereka, “Namanya Alver, ia adalah temanku saat aku berada di pasukan tentara Kak Govy.”

Dony dan Nody tersenyum sambil mengangguk kepalanya kepada Alver. Nody berkata, “Sahabat Alwi, adalah sahabat kita juga. Alver, jangan sungkan saat berada di Nanjin, anggaplah seperti rumah sendiri.”

Dony tertawa lalu berkata, “Benar, tapi Alwi sangat jarang menceritakan kehidupan dirinya di dalam pasukan tentara. Kita tidak ikut berpartisipasi dalam pengalaman berharga itu. Kalau kamu mempunyai waktu, ceritalah kepada kita, bagaimana kehidupannya dalam pasukan tentara.”

Alver tertawa, lalu menatapku. Aku merasa sedikit bersalah lalu berkata, “Setelah masalah itu terjadi, aku tidak ingin mengungkit apapun yang terjadi di dalam pasukan tentara. Setiap aku kembali dan melihat kedua kakak lain yang menatapku penuh kemarahan dan meremehkan, aku akan merasa sangat sedih, lalu teringat dirimu, selalu teringat. Kalau tidak ada aku, mungkin kamu sekarang sudah sudah bergabung kedalam pasukan khusus dan memperoleh banyak prestasi bagi negara.”

Terdiam sejenak, aku menatap ke arah Nody mereka, melihat ekspresi bingung dari wajah mereka dan menceritakan rahasia yang dapat meringankan beban di hatiku. Saat aku selesai menceritakan bagaimana dulu aku membuat Alver terpuruk, aku pun merasa sangat bersalah, tapi juga merasa sedikit lega. Perlu diketahui, selama setahun ini, masalah ini bagaikan mimpi buruk yang menyiksaku, membuat diriku merasa kesal dan tidak bisa tidur.

Alver menepuk bahuku pelan, lalu berkata, “Kamu tidak perlu merasa bersalah, karena aku tau kamu melakukan itu, bukan hanya ingin melindungi Kak Govy dan empat anggota lainnya, tapi juga karena ingin melindungiku. Nona Jessi pernah memberi tahu kepadaku, kalau bukan karena kamu membantuku dalam situasi yang berbahaya, mungkin aku harus dipergunakan dalam sebuah misi dan dianggap sebagai orang buangan, sehingga namaku akan diperburuk oleh orang-orang. Setelah mengetahui latar belakang masalah terjadi, aku menyesal, dan selalu mengingat dirimu, karena aku tahu kamu adalah orang yang setia kawan, walaupun kamu memilih jalan ini untuk melindungiku, tapi kamu pasti juga merasa bersalah.”

Aku berkata, “Kalau bukan karena kamu menjadi temanku, pasti kamu tidak akan dimanfaatkan oleh Claura.”

Alver tertawa terbahak-bahak lalu merangkul bahuku dan berkata, “Sobat, bertemu denganmu adalah hal yang paling beruntung, bahkan aku akan terjebak dalam bahaya karena kamu, aku tidak akan pernah merasa menyesal karena mengenalmu.”

Mendengar kata-kata Alver, aku benar-benar terharu. Aku mengangguk kepalaku ke arah Alver, lalu berkata, “Terima kasih, sobat. Tapi kata Jessi, kamu akan dipentingkan oleh atasan. Mengapa kamu seperti kembali dari bermain lumpur? Bagaimana kamu melalui beberapa waktu ini?”

Alver tidak menjawab pertanyaanku lalu berkata, “Nona Jessi benar-benar baik terhadapmu.”

Aku sedikit mematung, tidak paham dengan maksudnya. Tapi tiba-tiba ia memberitahuku saat ia ditangkap oleh orang dan Jessi menyarinya untuk menceritakan semua masalah kepadanya, lalu menanyakan ia sebuah pertanyaan, yaitu apakah ia ingin berkorban bagi negara dan menetap di tempat yang jauh dengan menyembunyikan namanya, atau mengikuti ia dan menjadikan dirinya sebagai orang yang berguna bagiku.

Setelah Alver mengetahui kebenarannya, ia benar-benar merasa kecewa terhadap beberapa orang, ditambah ia khawatir kepadaku, ia langsung memilih pilihan terakhir tanpa berpikir banyak, lalu ia dibawa pergi oleh gurunya dan dikurung di tempat yang disebut sebagai hutan terlarang. Setiap hari ia harus bermusuhan dengan binatang buas. Ia beberapa kali melarikan diri dari kematian. Setelah berurusan dengan binatang, ia masih harus dilatih ketat oleh gurunya dan di saat itu ia merasa pelatihan denganku merupakan hal yang terbahagia, karena gurunya sangat kejam terhadapnya.

Mendengar ini, aku merasa sedih dan juga terharu terhadap pilihannya. Aku menepuk pelan bahunya lalu berkata, “Kamu telah bekerja keras, Kak Alver.”

Alver menggelengkan kepalanya lalu berkata, “Lelaki sejati memang harus menerima beberapa kesulitan, agar bisa menjadi orang yang lebih baik. Oh iya, guruku mengenalmu loh.”

Aku penasaran dan bertanya, “Oh iya? Siapakah ia?”

Ia berkata, “Ergi, Kakek Ergi.”

Mendengar Kakek Ergi adalah gurunya, aku juga tidak merasa terkejut ia bisa menjadi orang yang jago dalam waktu yang singkat, lagipula Kakek Ergi memang sangat jago.

Aku berkata, “Kakek Ergi memang benar-benar ya, diam-diam melatihmu tanpa memberitahuku. Aku pasti akan segera menemuimu jika ia memberi tahuku.”

“Kamu juga jangan menyalahkan guruku, saat itu kamu sedang menjalani misimu, ia takut jika ia memberitahu masalah ini kepadamu, akan menganggu suasana hatimu, apalagi kalau kita ketahuan, jadi aku terus diam saja, meskipun rasa itu tidak enak.”

Aku terkekeh lalu berkata, “Aku tahu. Aku tidak akan marah terhadap Kakek Ergi. Beliau membantuku banyak, aku selalu berterima kasih kpeadanya. Oh iya, bagaimana dengan kesehatan Beliau?”

”Sangat sehat.” Alver berkata sambil terkekeh, terlihat jelas ia sangat menghormati kakek Ergi.

Aku tersenyum dengan senang, lalu berkata, “Kamu cukup lelah dalam perjalanan, segera mandilah, aku akan menyuruh seseorang mencari pakaian untukmu. Kalau tidak keberatan, kamu boleh tinggal di sini.”

Setelah selesai berucap, aku menatap ke arah Dony, lalu bertanya, “Apakah Dony merasa keberatan?”

Dony terkekeh lalu berkata, “Dasar! Bukankah kita terlihat seperti orang asing jika kamu menanyakan hal seperti itu?”

Aku terbahak-bahak, lalu berkata, “Aku tahu kamu tidak akan merasa keberatan. Kamar yang ditempati Sulistio memiliki dua ranjang. Aku dan Alver akan tinggal bersama di kamar itu. Kalau kamarku, biarkan Aiko dan Cecilia yang menempati kamarku, tunggu aku selesai merapikannya. Untuk bibi yang mengurus Aiko, biarlah ia tinggal di hotel sebelah….”

Nody tidak menungguku selesai berbicara, langsung membalasku, “Aturan sama, aku tidur di sofa, biarlah bibi yula dan Monica menempati satu ruangan yang sama.”

Aku mengangguk kepalaku, lalu berkata, “Kalau Paman Zhang dan Paman Leno, biarkan mereka menginap di hotel. Monica, aku minta tolong bantuanmu untuk menyiapkan beberapa selimut yang bersih, handuk dan sikat gigi dan bawakan kepada mereka. Aku takut mereka tidak biasa menginap di hotel dan kalian yang selalu membantuku untuk memberikan Paman Zhang rokok dan minuman keras, tidak pernah terputus, benar-benar terima kasih kepada kalian.”

Monica terkekeh lalu berkata, “Tidak usah sungkan denganku dan ingat panggil diriku dengan ‘kakak ipar’. Jangan memanggil ‘Monica’ , kurang ajar.”

Aku terbahak-bahak dan berujar dengan iseng, “Sepertinya ada seseorang yang ingin cepat-cepat menikah dengan Nody. Baiklah, aku akan mengganti panggilannya, tapi bolehkah Kakak Ipar membayar uang perubahan panggilanku?”

“Masih ingin aku membayarmu, kamu sungguh tidak tahu malu ya.” Monica terkekeh sambil berkata, lalu berdiri. Ia lanjut berkata lagi, “Mereka akan segera tiba di sini, aku akan menyiapkan barang-barang terlebih dahulu.”

Aku mengangguk kepalaku, menatap kepergiannya. Saat itu, aku melihat Alver yang tengah menatapku. Netranya terlihat bahagia, aku tersenyum terhadapnya. Ia berkata, “Sebelum kudatang, aku takut kamu sendirian disini dan menghadapi berbagai masalah yang membuatmu tertekan dan suram, jadi saat Nona Jessi menyuruhku datang untuk menemuimu, bahkan aku tidak menggantikan pakaianku, aku pun langsung cepat-cepat ke sini, tapi lihatlah sekarang, kekhawatiranku terlihat sia-sia, kamu terlihat lebih bahagia dan damai disini. Reino…. Oh salah, aku harusnya memanggilmu ‘Alwi’, semoga kamu bisa selalu bahagia, mulai dari sekarang, sahabat yang menemanimu, tambah aku satu.”

Mendengar kata-kata Alver, hatiku terasa senang. Aku berkata, “Selama kamu tidak menghindar dariku, kamu boleh berada di sisiku selamanya.”

Mendengar suara ‘cekrek’, aku pun langsung menengok dan melihat Anna yang tengah memotret kita berdua dengan ponselnya. Ia melihat kita mendekatinya dan tersenyum, lalu berkata, “Aku merasa kalian sangat cocok.”

Aku tampak tak berdaya dan Dony menggunakan tatapan manjanya itu menatap Anna lalu berkata, “Jangan begitu.”

Aku menggiring Alver ke kamar dan membiarkan ia mandi terlebih dahulu, lalu aku membantu mencari pakaian yang tidak pernah kupakai untuknya. Saat menunggu ia selesai mandi, aku sudah meggantikan sprei ranjang. Alver menggeliat sebentar, lalu berkata, “Tempat ini banyak wanita cantik ya?”

Aku terkekeh lalu berkata, “Iya, kamu sudah berkeliaran begitu lama di luar, apakah kamu ingin bersantai?”

Alver menggelengkan kepalanya, lalu berkata, “Aku sudah lama tidak bersantai seperti itu, takutnya aku khilaf.”

Ia sambil berujar, sambil membuat gaya yang membuatku tertawa. Kini Alver adalah orang yang benar-benar kukenali, aku merasa bersyukur, keceriaannya tidak menghilang karenaku.

Aku memberi Alver sebatang rokok. Ia menaruh rokok di ujung bibirnya. Ia menyalakan rokoknya dan rokokku, lalu menghisapnya dalam dan berkata, “Aku merindukan Kapten mereka.”

Kapten yang ia maksud adalah Daniel.

Aku berkata, “Aku juga merindukan mereka, tapi semenjak terjadinya masalah itu, aku tidak berani bertemu dengan mereka lagi. Kamu tidak tahu….betapa Kak Johan dan Kak Harris membenciku.”

Alver mengangguk kepalanya, berkata, “Aku tahu semuanya. Aku juga tahu, kamu bakal memendamkan semua rasa apa yang kamu rasakan dan berusaha menjauhi mereka, tapi tidak apa-apa, kalau suatu saat kita bertemu, mereka pasti bisa memahami kamu saat kita bersama.”

Aku dengan khawatir berkata, “Tapi saat itu, mungkin kita sudah menjadi musuh. Kak Alver, apakah kamu menyesal?”

Alver menggelengkan kepalanya dan berkata, “Aku tidak akan pernah menyesal telah memilih jalan ini. Lagipula aku percaya kepada sahabatku, tidak harus berpikiran sama, tapi bisa menghargai keputusanmu dan menghargai jalan apa yang telah kamu milih.”

Hatiku mendadak mencelos. Melihat Alver, aku seperti melihat Ayahku dan Wolf Wang tiga puluh tahun yang lalu.

Ternyata di dalam waktu yang berbeda, kita masih bisa bertemu dengan orang yang baik.

Novel Terkait

My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
4 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Cinta Di Balik Awan

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
3 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu